16 || Cry Day

1.7K 101 18
                                    


Sejak semalam aku meringkuk di kamar ditemani Ramya. Entah kenapa aku jadi sering menangis semenjak aku resmi menjadi pacar Farel. Ah, bahkan aku masih tidak percaya bahwa aku sudah mengklaim Farel sebagai 'pacar'.

"Jangan nangis terus dong, Kei. Lo mah aneh! Habis jadian tuh rata-rata jadi gila karena sering senyum-senyum sendiri. Lo malah nangis sendiri. Jadi ngeri gue. Kemasukan setan langka lagi."

Eh, tunggu! Aku menangis bukan karena Farel. Sungguh. Hanya saja, semenjak berpacaran, aku sering terbangun sambil menangis seperti saat ini. Aku baru saja bangun dari tidur siang.

"Kei? Mya?" Seseorang mengetuk pintu kamar kami. Aku yakini dia adalah Alan.

" Ya?" sahutku pelan.

"Masih lagi?" Ramya mengangguk lemah. Aku tau maksud Alan. Mereka khawatir denganku.

"Mana Farel?"

"Lagi dikantor bokapnya, Kei. Kenapa? Butuh sesuatu? Alan bantu," tawar Alan yang diberi anggukan setuju oleh Ramya. Aku hanya menggeleng sebagai balasan.

"Oh ya, Lan, Farel ngapain ke kantor?" tanya Ramya seraya menarik Alan untuk ikut duduk ditepi kasur.

"Gak tau. Ada urusan katanya, sih.."

"Sejak kapan dia pergi?" tanyaku.

"Udah dari ta---"

"Keisya?" Kami semua menoleh ke ambang pintu. Farel berdiri disana. Panjang umur.

"Tuh dia.." Aku yang masih menangis segera berlari menghampirinya lalu memeluknya erat. Aku tidak tau kenapa. Hanya saja, aku yakin, ini semua terjadi ada hubungannya dengan Farel.

"Nangis lagi?" tanya Farel seraya membelai lembut kepalaku. Bukannya menjawab, aku semakin terisak.

"Hei." Farel melonggarkan pelukannya lalu menatap wajah sembabku. Perlahan dia menghapus jejak air mataku.

"Bilang yang sejujurnya, Kei. Jangan begini terus. Kami semua khawatir sama keadaan kamu yang kaya gini."

Aku melepas pelukannya lalu menarik pelan tangan Farel untuk duduk bersama dengan Ramya dan Alan.

"Aku gak tau kenapa. Hiks, sejak malam itu, saat aku tidur, dia selalu hampirin Keisya. Aku takut. Aku takut aku melakukan suatu kesalahan," jelasku terisak.

"Tunggu! Dia itu siapa?" tanya Ramya.

Aku menghela napas. "Kak Leona."

Sontak mereka semua terbelalak, tak terkecuali Farel. Dia sangat terkejut.

"Dia berbuat apa?" tanya Farel seraya mengusap punggungku. Aku mulai terisak lagi.

"Bukan apa-apa. Dia cuma liat Kei, terus senyum sama Keisya. Terus Kak Le pernah bilang sesuatu ke Keisya di waktu yang berbeda," kataku.

Farel menghembuskan napasnya.

"Bilang apa?" tanya Alan yang merubah posisi menjadi duduk di lantai menghadapku.

"Yang pertama, malam setelah aku resmi pacaran sama Farel, Kak Le bilang 'Terima kasih'. Aku gak tau maksudnya. Terus yang kedua, dua hari setelah itu, Kak Le bilang 'Dia aman. Tenang'."

Kulihat mereka bertiga tengah berpikir keras untuk menangkap apa yang kukatakan. Beberapa detik setelahnya Ramya tersenyum senang.

"Gue tau maksud dari 'Terima Kasih'."

Sesaat, aku, Alan, dan Farel menoleh pada Ramya.

"Itu karena lo udah nepatin janji lo ke Kak Leona kala itu. Lo kan janji, mau menerima Farel dan selalu nemenin, hibur Farel.."

Sincerity  [✔]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora