33 || Sick

1.3K 65 2
                                    

Start part ini, waktu dan tempat latar cerita bisa berubah-ubah setiap berganti part. Sengaja, biar waktu pada cerita berjalan cepat.

Ceritanya biar cepat ending :v

Dah yaa.. hepi riding

.
.
.
.
.
.
.
.

Semua murid XI IPA 3 sudah berbaris rapi di lapangan untuk pengambilan nilai akhir. Kali ini kami semua akan bertanding basket.

"Silahkan kalian buat kelompok. Satu kelompok berisikan empat sampai lima orang. Cepat!" pinta Pak Nopal --guru olahraga--.

Aku dan Ramya segera bergabung dengan teman-teman yang lain untuk membentuk kelompok.

Setelahnya, kami mulai bermain. Kelompokku akan bertanding sekarang karena kami mendapat urutan pertama.

"Satu, dua, tiga, MULAI!"

Ramya mulai mendribble dan melempar bola berwarna oren itu. Semua juga melakukan hal yang sama secara bergantian, termasuk aku.

"Aaargghh!" rintihku begitu bola mengenai kepalaku, ditambah Opin --teman sekelompokku-- menabrak tubuhku begitu saja.

Aku meringis ketika kepalaku berdenyut. Ramya menghampiriku dan memegang kedua pundakku. Dengan sisa tenagaku, aku berjalan ke tepi lapangan lalu duduk di salah satu kursi panjang disana.

"Aduhh, Kei, ada yang sakit?" tanya Ramya yang sudah mandi keringat, saking paniknya dengan keadaanku, ditambah dia bermain sangat semangat.

"Kepalaku sakit. Tapi, sebentar lagi juga baikan kok. Gak usah panik gitu deh. Aku gapapa," kataku untuk menenangkan Ramya.

"Ke UKS, yuk!" Ramya menarik tanganku pelan untuk membantuku berdiri. Namun aku menolak.

"Gak usah, Ram. Beneran aku gapapa. Nih, udah agak reda sakitnya."

Ramya menghela napas gusar. Sesekali ia mengusap wajahnya dan menyeka keringatnya yang terus bercucuran.

"Beneran nih?" tanya Ramya. Aku mengangguk dengan ku sertai senyuman lebar untuk meyakini Ramya.

"Oke. Tapi, kalau ada apa-apa bilang ya. Jangan di pendam sendiri. Plis," ujar Ramya yang kuberi anggukan.

****

Mrs.Zora tengah sibuk menjelaskan suatu materi bahasa inggris yang akan diujikan untuk kenaikan kelas, bulan depan. Rata-rata mendengarkan Mrs.Zora dengan baik sampai dahinya berkerut saking seriusnya.

Sementara, sisanya, termasuk aku, menelungkupkan wajah dimeja. Ada juga yang menopang dagu seraya menatap malas papan tulis. Entah masuk atau tidak yang dijelaskan guru blasteran Indonesia-Amerika itu.

Aku merasakan Ramya menyenggol lenganku.

"Ssstt..eh! Bangun woy. Mati lo!" bisik Ramya yang ku abaikan.

Plak!

Aku tersentak kemudian refleks menegakkan kepalaku dan melihat Mrs.Zora menatapku marah dengan cambuk miliknya. Ada-ada saja senjata guru muda itu.

"Siapa suruh tidur?!" tegurnya.

"Saya gak tidur, Mrs. Saya cuma tidurin kepala doang. Serius," ucapku membela diri.

"Nyonya Keisya yang cantik jelita, sebelum saya ngamuk, silahkan keluar. KAMU TIDAK IKUT PELAJARAN SAYA KALI INI. LARI SEBANYAK 5 KALI DI LAPANGAN. NOW!"

Aku menguap lalu mengangguk. Dengan lesu, aku berjalan keluar kelas kemudian berlari-lari kecil ketika sudah sampai dilapangan.

Dua putaran sudah ku lalui dengan lancar. Di putaran ketiga, aku merasa dadaku nyeri dan kepalaku kembali berdenyut cepat. Aku berhenti sejenak. Mengatur napasku yang mulai sesak.

Entah mengapa aku menangis begitu saja. Semua terasa sakit. Aku tidak terbiasa mengalami kesakitan sebanyak ini sekaligus. Aku terlalu lemah. Aku tau itu.

Kepalaku pusing dan pandanganku mulai buyar hingga aku merasa tubuhku melayang.

****

"Kei, bangun, plis!"

Aku merasa tanganku di usap dengan lembut dan tanganku terasa basah. Apa ada seseorang yang menangis disini?

Perlahan ku buka mataku. Ruangan bercat biru muda dan berbau obat-obatan yang menyeruak. Kepalaku berputar, pusing.

"Kei?" Aku menoleh dan mendapati Farel dengan wajahnya yang basah akibat menangis.

"Hai," sapaku spontan.

"Kamu gapapa? Apa yang sakit? Bilang sama aku, Kei. Maafin aku," ucapnya blak-blakan yang membuatku semakin bingung.

"Kenapa minta maaf? Salah kamu apa?" tanyaku pelan. Farel terdiam lalu memegang keningku yang tak panas.

"Kamu beneran gapapa? Aku udah melukai kamu, Kei. Maaf soal itu. Itu bener-bener gak terduga. Enelis tiba-tiba cium aku begitu aja. Aku juga kaget kala itu. Maaf," jelasnya yang membuatku semakin bingung.

"Siapa Enelis?"

Farel terbelalak dan menunduk. Sesekali ia menghela napasnya berat.

"Ei, kamu kenapa nunduk? Enelis siapa?"

Farel menggeleng dan matanya berkaca-kaca, tangannya terkepal kuat seakan menahan emosi.

"Kamu kenal aku?"

Aku mengangguk. "Farel."

Dia menghela napas lega.

"Kamu kenal Ramya?" tanya-nya lagi.

Aku mengangguk lagi.

"Alan kenal?" Aku terus mengangguk.

"Tata kenal?" Aku diam dan mengernyit.

"Siapa Tata?" tanyaku balik.

Farel melepaskan tangannya dan segera berdiri tegap. Dia meraih ponselnya yang terletak dinakas. Kulihat tanganku. Jarum infus tertempel disana. Sebenarnya ada apa?

Aku melihat Farel lama. Dia tengah menelpon seseorang. Aku terkejut begitu dia mencium keningku sekilas. Wajahnya memerah, tangannya terus terkepal kuat.

"Cepat kesini!"

"...."

"Kasih tau nyokap Keisya. Cepat!"

"...."

"Iya. Ajak Ramya sekalian!"

"...."

"Jangan biarin Enelis dan Tata brengsek ngikut! Awas kalau sampai mereka kesini!"

To Be Continue
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Waahh aku apdet🌝✌️

Proses menuju ending gais❤️
Gimana endingnya?

Vote:
===================
Happy ending

Atau

Sad ending
===================
Komen diatas!

Sincerity  [✔]Where stories live. Discover now