Setelah berpuas hati, Farhan Adham melepaskan ciuman mereka . Dia memandang wajah berona milik Zara Melina .
' Tahu pun diam ! Dari tadi menceceh tak habis-habis ! Sekali kena cium dengan aku terus bisu ! ' .
Farhan Adham turun dari katil . Tuala yang tersangkut di palang bersebelahan katil di ambil . Lalu dililit ke lehernya . Mata menjeling Zara Melina yang masih kaku tidak bergerak .
" Best sangat ke kena cium dengan aku ? " kening dijungkit .
Zara Melina tersedar . Cepat-cepat dia bangkit dari pembaringan . Menjeling tajam ke arah suaminya .
" Tak best pun ! Macam ape je rasa bibir awak tu " kutuk Zara Melina .
Padahal jantung sudah berdegup kencang . Bibir merah milik suaminya masih lagi terasa di bibirnya . Malah dia sangat-sangat nantikan ciuman dari si suami itu .
" Ohh tak sedap " Farhan Adham senyum penuh makna .
Langkah makin mendekati Zara Melina . Badan ditundukkan ke bawah . Kedua tangan mengepung badan Zara Melina . Membuatkan wanita itu hampir terlentang ke atas katil .
Dengan mata bulat . Bibir yang separa terbuka itu cukup membuat Farhan Adham tergoda .
Bibirnya mendekat ke telinga Zara Melina . Suara serak itu berbisik menggoda .
" Aku akan kasi kau nikmat yang paling sedap . Aku yakin kau tak akan puas malah kau cukup menikmati rasa sedap tu " katanya penuh makna .
" Aw-awak jangan macam-macam " ugut Zara Melina .
Berdebar dia saat mendengar bisikan itu . Bulu romanya meremang habis . Lagi-lagi melihat riak nakal dari Farhan Adham itu . Cukup menakutkan .
Farhan Adham terus mencempung badan Zara Melina tanpa apa-apa signal . Terjerit Zara Melina dibuatnya . Terus tangan itu bergayut erat di leher suaminya . Gerun pula apabila dikendong secara mengejut .
" Jom buat anak ! "
Habislah ! Zara Melina menyesal akan kata-katanya tadi .
" TAAAAAKKKKK NAKKKKK ! " .
Hilaian tawa dan jeritan mereka bersatu di dalam bilik air itu .
+++
" Hai mama " .
Pipi Iman Aulia dikucup mesra oleh Farhan Adham . Dia hanya berseluar pendek paras lutut tanpa mengenakan sebarang baju di tubuhnya . Rambutnya pula terjuntai di dahi dan kelihatan masih basah .
Iman Aulia yang sedang menyediakan bahan masakan hanya mengangguk saja sapaan dari si anak . Aira Kirana pula menolong di memotong ayam dan menyiang ikan .
" Papa dah bagi kamu keluar ke ? " soal Iman Aulia apabila melihat anaknya selamba saja keluar .
Farhan Adham hanya mengeleng . Dia menarik kerusi panjang lalu duduk . Menongkat dagu memandang dua wanita yang sibuk menyediakan bahan masakan untuk makan malam nanti .
" Ermm dah agak " guman Iman Aulia perlahan .
Siapa je tak kenal perangai degil Farhan Adham . Suka buat keputusan ikut kepala sendiri .
" Mama masak menu apa malam ni ? " soalnya sambil melihat sekeliling .
Rumah itu sunyi saja . Hanya kelihatan beberapa pembantu rumah yang sedang membersihkan kawasan rumah . Ahli keluarga yang lain tidak pula kelihatan .
" Masakan kampung je " .
Farhan Adham angguk . Kebiasaan bagi mereka makan masakan kampung . Kalau western itu jarang-jarang . Kerana Iman Aulia suka masakan kampung berbanding masakan barat .
" Macam sedap je mama . Tak sabar Ad nak rasa air tangan mama . Rindu " bibirnya dimuncung .
Iman Aulia ketawa kecil melihat gelagat si tengah itu . Macam-macam . Aira Kirana pula senyum saja .
" Mama ikan ni bakar kan ? " dia mengangkat sebakul ikan cencaru .
" Ermm bakar . Tapi sebelum tu bakar sumbat lada dulu . Harini kita buat ikan cencaru sumbat " .
Aira Kirana mengangguk saja . Kecur juga air liurnya . Mujur saja Aina sedang lena di atas . Firhad Aqasha pun sama membuta bersama si anak . Jadi dia turun membantu ibu mentuanya .
" Yow pak ngah " sapa Qayyum yang berlari-lari ke arah mereka .
Iman Aulia mengeleng saja mendengar sapaan cucunya itu . Dibuat macam kawan pula . Farhan Adham pun satu, melayan saja .
" Yow Qay ! Amacam best tak kuar ? Papa kau beli apa untuk adik kau ? " .
Tubuh kecil Qayyum diangkat lalu diletakkan di atas kerusi . Si kecil itu tersengih saja .
" Macam-macam papa dan mama beli . Qay pun beli jugak untuk adik . Tapi kan pak ngah " suara Qayyum terus berubah perlahan .
Seakan berbisik . Sedangkan Aira Kirana dan Iman Aulia boleh dengar . Bisiklah sangat . Tapi mereka layankan saja . Maklumlah cucu sulung keluarga mereka .
" Makcik langsuir tu datang lagi lah . Ganggu mama . Tapi papa tak tahu . Pak ngah nak tahu tak .. " bisiknya bersungguh .
Farhan Adham pun layankan saja . " Tahu apa ? Langsuir tu buat apa kat mama awak ? " .
" Dia cakap dia nak rampas papa dari mama . Kuat pula tu . Tapi mujur Qay ada . Qay geram tengok dia marah-marah mama . Pastu Qay tolaklah dia . Hehehe . Kasut tinggi dia patahhh " kata Qayyum lalu dia tergelak .
Farhan Adham pun sama . Dia menepuk-nepuk bahu anak saudaranya itu . Kagum dengan anak kecil itu yang begitu melindungi si ibu .
" Good .. good ! Bangga pak ngah dengan kamu . Lain kali kalau langsuir tu datang lagi bagi tahu pak ngah ya " .
Qayyum mengangguk saja . Dia asyik menghirup air yang berada di dalam botol kesayangannya itu .
" Ermm pak ngah . Mana mak ngah ? Tak nampak pun " Qayyum melilau matanya ke kawasan dapur .
Mencari makciknya lagi seorang . Tetapi hanya nampak bayang Aira dan neneknya saja .
Farhan Adham serba salah nak jawab .
" Err .. makngah tak sihat . Haa tak sihat . Dia tidur dalam bilik " bohongnya .
Qayyum mengangguk saja . Dia bermain dengan tab miliknya . Game budak-budak . Biasalah
Farhan Adham hembus nafas lega . Mana taknya, Zara Melina sudah terbongkan tertidur setelah peperangan antara mereka berdua tadi .
Mujur saja Zara Melina tidak marah malah wanita itu semakin menerima dirinya . Alhamdulillah .
P/s : langsuir tu adlh perempuan yg pernah ganggu Aqira dulu . Dlm bab2 yg lepas . Sis lupa namanya . Kalu anda tahu, anda komen nama perempuan tu 😉.
Maaf kalu chap kalini bosan giler nk mati . Idea tak kuar laa nokkk ☺ .
YOU ARE READING
GADIS BUDAK SETAN | C | A R S •6•
Romance[ 6th BOOK = ARS ] BOOK 3 : DANGEROUS LOVE _________________________________ | Knows as ZARA MELINA | ~~~ Kenakalan mereka membuatkan, mereka mengenali antara satu sama lain. Membuahkan rasa cinta antara tiga lelaki dan tiga gadis. Menyunting cinta...
GBS | 50
Start from the beginning