♡34

14.3K 1.1K 72
                                    

Rahil terbangun karena lapar. Ia meraba keningnya.

"Hmm...panasnya turun." Lalu ia melihat ke sebelahnya saat teringat wajah sedih istrinya beberapa jam yang lalu. Kosong. Ia langsung terduduk dan rasa cemas menjalar ke tubuhnya seketika. Apalagi saat diraba, sisi itu dingin. Halus. Seperti tak tersentuh. "Kemana dia? Masa minggat sih?"

Dengan agak sempoyongan karena baru bangun ditambah lapar, Rahil beranjak dari kasur dan mencari keberadaan istrinya.

Dan Rahil terenyuh saat mendapati istrinya tidur meringkuk di sofa ruang tamu. Semua barangnya masih ada tergeletak sembarangan di meja ruang tamu. Ransel juga kresek putih berlogo merek ayam crispy.

Rahil mendekati istrinya. Tampak bekas air mata di wajah mungil itu. Ia jadi merasa bersalah melihat istrinya yang begitu.

Pasti ketiduran capek nangis, batinnya sedih.

Rahil mengelus lembut pipi Mia sebelum mengangkatnya ke kamar dan perlahan membaringkannya di kasur. Melepas hijabnya dan meletakkannya di kursi lalu menarik selimut dan menyelimutkannya sampai leher. Ia cium kening istrinya lalu keluar.

Rahil mengambil ayam crispy dan menghangatkannya di microwave lalu membuat cokelat hangat. Begitu semua siap, ia pun memakannya.

Setelah kenyang, ia gosok gigi sekalian wudlu dan shalat tahajud lalu tidur lagi.

💜💜💜

Sayup-sayup terdengar adzan berkumandang. Mia perlahan membuka matanya yang terasa tebal. Semalam ia menangis sampai ketiduran. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan sadar tidak sedang di ruang tamu. Tubuhnya juga terasa hangat, nyaman dan berat.

Berat? Batin Mia.

Ia menoleh dan mendapati suaminya tidur di dekatnya. Lebih tepat tidur sambil memeluknya.

Kok? Kapan aku pindah ke kamar? Masa aku punya penyakit jalan sambil tidur? pikirnya bingung.

Lalu ia ingat kalau suaminya marah padanya dan tanpa sadar air matanya menetes.

"Mas Rahil, maaf. Hiks!...maaf..." ucapnya sambil semakin masuk ke dalam pelukan suaminya.

Merasa ada yang bergerak, Rahil terganggu dan membuka mata. Ternyata adzan subuh baru saja selesai. Otomatis ia membaca doa setelah adzan lalu menunduk dan mendapati istrinya menangis sambil memeluknya erat.

"Hey...kok nangis? Kenapa?" Tanya Rahil lembut dengan suara seraknya.

"Maaf...hiks! Maaf...huhuhu...maafin aku..." ucap Mia sedih dan terdengar pilu yang menyakitkan telinga dan hati Rahil.

Rahil mengusap lembut punggung Mia. "Sssh! Iya, aku maafin. Tapi nggak ada lain kali. Sekarang shalat dulu yuk? Keburu subuhnya habis."

Mia mengangguk.

"Ya Allah...yang sakit itu aku lho..." Rahil bangun dan mengambil tissue lalu mengusap air mata istrinya dan ingusnya.

Srooott!

"Harusnya aku kan yang dimanjain?" Tambah Rahil. "Yuk bangun."

Mia bangun masih takut-takut. "Maaf."

Keduanya pun segera wudlu dan shalat berjama'ah dilanjut mengaji bersama.

"Mas Rahil bobo lagi aja. Aku bikinin teh anget. Kepalanya pusing nggak? Nanti ke dokter?" Tanya Mia setelah memeriksa kening suaminya yang panasnya sudah turun. Hangat saja.

Keduanya baru saja selesai dan menyimpan sajadah di tempatnya.

Rahil tersenyum. "Kemarin sudah ke dokter kok. Hari ini aku nggak ngampus. Kamu berangkat sendiri ya? Atau bareng saja sama Mas Rene."

Elle S'appelle MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang