♡15

15.6K 1.1K 97
                                    

Sekitar pukul tujuh pagi Mia membuka matanya yang terasa berat. Ia mengedip beberapa kali.

Walaupun sudah hampir seminggu sebelum resepsi tinggal dirumah mereka sendiri, Mia masih merasa aneh. Bukannya tidak nyaman, karena jelas semua furniture pilihan Kakak iparnya membuatnya betah di rumah. Ia hanya masih tak menyangka sudah menikah, tiba-tiba, dengan dosennya sendiri pula. Serasa bagai mimpi.

Tapi di rumah sendiri setidaknya Mia lebih tenang daripada saat harus tinggal di rumah mertua. Ya, hari sabtu akad kemudian hari minggu sore langsung kembali ke Malang, ke rumah orang tua Rahil. Disana ia dan Rahil tinggal seminggu.

Bukannya Mama-Papa mertuanya tidak baik, malah ia sejujurnya merasa nyaman bersama mereka. Tapi ia sungkan. Terutama dengan penampilannya.

"Sudah, bangun?" Tiba-tiba terdengar suara Rahil yang menyusul setelah pintu terbuka.

Mia yang masih bau bantal dengan rambut yang kesana kemari, selimut menutupi sampai leher itu menoleh dan mendapati suaminya tersenyum.

Mia tertegun. Badannya yang masih terasa hangat seperti meleleh melihat senyuman suaminya yang seperti mendinginkan itu.

Memangnya Pak Rahil betulan secakep ini ya? Batinnya tiba-tiba.

"Sarapan dulu yuk?" Ajak Rahil yang ternyata sedang membawa baki berisi sepiring bubur ayam dan segelas belimbing susu juga segelas air putih. Ia letakkan di meja samping tempat tidur lalu naik ke kasur dan meraba kening istrinya. "Sudah turun panasnya."

Mia hanya memandang Rahil saja. Tak berani beranjak. Ia malu karena masih bau bantal.

"Kok diam? Mau disuapin?" Tawar Rahil lembut. "Pusing?"

Mia menggeleng. Ia semakin menaikkan selimut hingga di bawah mata. "Malu. Belum gosok gigi."

"Halah! Apa sih?" Dengan sigap Rahil menarik selimut Mia dan membantunya duduk. Lalu memberikan gelas air putih agar istrinya minum itu dulu barulah setelahnya memberikan piring bubur ayam.

"Maaf, aku bangun siang. Ini yang masak siapa?" Mia tampak sedih.

"Oma. Kamu kan lagi sakit. Sudah, buruan dihabisin terus minum obat." Perintah Rahil.

"Mas Rahil nggak makan?" Tanya Mia sebelum menyuapkan bubur ke mulutnya.

"Sudah. Barusan sama Oma dan Opa."

"Oh." Mia mengangguk.

Rahil lega setidaknya nafsu makan istrinya tidak hilang.

"Habis ini ke kampus?" Tanya Mia dengan sendok yang masih digigitnya.

"Masih ada jatah cuti."

"Oh." Mia mengangguk lagi dan menyendok buburnya. "Kalau seandainya aku mengulang kelas nggak apa-apa?" Tanyanya hati-hati.

Rahil mengangguk. "Iya. Kamu kan keseringan absen gara-gara sakit."

Seketika tampak binar kelegaan di mata Mia yang memang selama ini khawatir bahwa ia harus mengulang di beberapa mata kuliah.

Tok! Tok! Tok!

Spontan Rahil dan Mia menoleh pada pintu yang setengah tertutup itu. Oma Azi muncul dari baliknya sambil tersenyum lalu membuka pintu lebih lebar.

"Sudah bangun?" Tanya Oma Azi sambil mendekat.

Mia mengangguk dengan malu-malu. "Maaf Oma, baru bangun."

Oma Azi tersenyum lalu duduk di pinggir kasur. "It's okay. Kamu kan sakit. Pusing?"

Mia menggeleng. "Enggak, Oma."

Elle S'appelle MiaWhere stories live. Discover now