Bab 8

235 79 35
                                    

Happy reading. Gimana? Semakin ke sini semakin merasakan apa? Bosan apa penasaran? Jangan lupa kasih voment. Selamat bergalau ria!

"Belajarlah dari daun yang rela meranggas demi tumbuh tunas. Biarkan hati belajar arti kata ikhlas."

***

Thea mengangkat kantung plastik berisi ikan cupang sampai di atas kepalanya, menyaksikan ikan cantik itu berenang tanpa beban. Sambil memikirkan siapa pengirimnya, Thea berjalan menuju akuarium kecil yang masih kosong. Di dalam kamarnya ada rak khusus yang berisi akuarium kecil atau botol kaca yang berisi ikan cupang miliknya. Entah jumlahnya ada berapa tapi yang jelas ada banyak.

"Mungkin gak ya ini dari Ayah?" katanya sembari menuangkan air beserta ikan cupangnya ke dalam akuarium tersebut.

Seakan mengingat sesuatu, tubuh Thea berbalik. Pandangannya jatuh pada sebungkus coklat dan secarik kertas putih yang dilipat tanpa amplop.

"Oh iya kan ada surat dari pengirimnya ya. Kok bisa lupa gini," cerocosnya sambil meraih kertas putih itu dari nakasnya.

Cepat-cepat Thea membuka lipatan kertas itu. Mata Thea membelalak, tak lama suara kekehan terdengar dari mulutnya. Cuma ada kata "HAI" di dalamnya.

"Hahaha ... kalo cuma mau ngomong hai kenapa mesti repot-repot bawa coklat segala. Bikin greget aja." Dengan sisa suara tawanya, Thea membaringkan tubuh mungilnya di kasur.

Kini rasa penasaran mulai menguasai seisi otaknya. Pasalnya setahu Thea, ia tidak pernah punya pengagum rahasia. Ini pertama kalinya ia mendapat hadiah dari orang yang tak dikenalinya. Kecuali saat hari itu, saat usianya masih belia, ketika dirinya masih sering ikut Ayahnya ke rumah sakit sewaktu Bundanya baru meninggal, ada seorang pria kecil yang sering menemuinya. Entah ia siapa, tapi sampai sekarang Thea masih mampu mengingat senyum tipisnya.

Sosok anak laki-laki itu memberikannya sebuah gantungan kunci berbentuk boneka peri. Sebenarnya gantungan kunci itu sepasang, yang peri dikasih ke Thea sedangkan yang patterpan ia simpan. Thea ingat, ia pernah bilang, "Boleh ya aku jadi patterpan kamu."

Kedua sudut bibir Thea tertarik ke atas, sampai sekarang ketika ia mengingat kejadian itu lagi, ia masih suka senyum-senyum sendiri. Thea mengubah posisi tidurnya menjadi duduk bersilah menghadap deretan foto polaroid yang di tengah-tengahnya ada gantungan peri dari pria itu. Thea masih menyimpannya, karena Thea berharap supaya bisa menemui sosok itu lagi di usianya yang sekarang.

"Kamu masih inget aku gak ya? Patterpanku."

***

Lapangan sedang ramai saat ini, dipenuhi siswa yang kelasnya dijadwalkan olahraga. Tak terkecuali kelas Thea. Dalam sehari, ada tiga atau lebih kelas yang kebagian jam olahraga, jadi wajar kalau setiap pagi lapangan selalu ramai.

Untungnya hari ini guru pengajar penjaskes sedang izin. Alhasil kelas Thea hanya melakukan pemanasan dan selebihnya terserah mau ngapain. Seperti cewek kebanyakan, Thea pun tidak terlalu suka panas-panasan, jadi kegiatannya hanya menonton anak cowok main bola di bawah pohon. Sambil ngegosip tentu saja.

"Eh, itu yang di sebelah situ kakak kelas kan?" tanya Isna.

Semua pandangan tertuju pada bagian lapangan yang dimaksud Isna. Memang benar itu kelas sebelas yang sedang bermain lompat tinggi.

"Gila, ganteng banget woy!" seru Yuni heboh saat melihat cowok tinggi sedang berancang-ancang mau melakukan lompatan.

Thea memperhatikan cowok itu seksama, nampak tak asing baginya. Sebisa mungkin ia mengingat-ingat siapa cowok itu. Sampai akhirnya otaknya mengingat satu momen menyakitkan hari lalu, saat ia ditabrak mobil. Tanpa sadar tangan Thea menepuk-nepuk kasar pundak Ayu.

THEA Where stories live. Discover now