Bab 23

181 27 30
                                    

Hallo, masih adakah pembaca yang nungguin cerita ini update? Happy reading, cinta!

"Adalah kamu yang selalu diperjuangin, tapi minta diikhlasin. Ya udah gak papa, karena enggak semua pengin bisa diwujudin."

Sudahkah kalian klik bintang? Yuk lanjut!


***

"Jadi, gue diusir?" tanya Bintang sok polos.

Thea menempelkan punggung tangannya di dahi Bintang. Memeriksa kewarasan serta kesehatannya.

"Jidat mah gak panas, tapi orangnya gak jelas. Dasar gak waras," umpat Thea seraya menurunkan tangannya.

Lagian, Bintang aneh-aneh sih malam-malam bertamu. Kalau tamunya cewek seperti Isna sih enggak masalah, bisa nginap juga. Berbanding terbalik dengan Bintang yang bahkan statusnya bukan siapa-siapa Thea. Ingat! Dan catat! Masih bukan siapa-siapa. Oke.

Setelah Thea mengatakan itu, Isna menyeret paksa lengan Thea menuju bagasi yang belum ditutup. Dihimpit perasaan rindu itu memang menyulitkan, penuh desakkan.

Karena tidak ada kendaraan lain selain sepeda milik Thea, dengan sangat terpaksa Isna menaikinya dan membonceng Thea. Sekalian olahraga lah. Dari lengangnya jalan kompleks perumahan Thea, hanya ada suara deruan napas Isna yang ngos-ngosan dan bunyi mesin mobil di belakang. Iya, itu mobil Bintang.

Thea menoleh dengan mimik wajah geramnya. Pancaran lampu mobil Bintang yang membuat silau matanya, menambah kejengkelan Thea.

"Na, tuh tiang lampu jalanan ngikutin kita tau!" ungkap Thea tepat di samping telinga Isna.

"Ya kan jalan pulang satu-satunya cuma ke sini Te. Lo berprasangka buruk banget deh, heran!"

Melihat respon Isna yang cukup menyebalkan, Thea mencebik kesal. Tapi kalau Thea mau berpikir kritis, apa yang Isna utaran memang benar. Satu-satunya jalan keluar dari gang kompleks ya cuma jalan ini. Kalau pun Bintang melajukan mobilnya ke arah sebaliknya, ia harus rela menguras bensin karena jalannya tiga kali lipat lebih jauh.

Mata Isna langsung berbinar kala pangkalan Mang Uchil yang sudah sepi itu nampak di depan matanya. Sementara Thea masih asik merutuki Bintang sambil melototinya.

Kenapa gak langsung salip gue dan pergi sih? Dia gak tau caranya nyalip apa gimana?

Dukk!

Aww!

Isna yang kelewat bersemangat itu, terlambat mengerem sepedanya. Kali ini gerobak Mang Uchil yang jadi santapan mulusnya. Sepedanya baik-baik aja, gerobaknya juga cuma peyot sedikit. Tapi sialnya Thea yang tidak menyadari akan kecelakaan kecil ini, harus rela terpelanting ke tanah. Pasalnya Thea sedang menghadap ke belakang tanpa berpegangan.

"Isnaaaaaa!" teriak Thea.

Mendadak ada uluran tangan di depan wajahnya, Thea segera meraihnya tanpa berpikir ulang tangan siapa gerangan. Ketika Thea mencoba berdiri, mendadak ia kehilangan keseimbangannya. Ia merasakan nyeri di bagian tumitnya. Dan, bruk.

Bintang menangkap tubuh Thea yang tiba-tiba limbrung. Sungguh di luar dugaan, Thea terperanga saat mendongak ke atas. Dipeluk Bintang lagi? Ya Tuhan, ini sudah yang ke berapa kali. Kenapa dada bidangnya seolah siap siaga menjaganya.

"Lepas! Ihh dasar mesum!" Thea lantas mendorong Bintang, dengan begitu ia kehilangan keseimbangannya lagi. Kali ini Thea rela loncat-loncat dengan satu kakinya.

THEA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang