Bab 10

245 80 38
                                    

Selamat membaca Thea bab 10 yeay! Udah bab 10 apa kalian merasa bosan atau ngerasa apa nih? Semoga suka, habis baca jangan lupa kasih bintang.

***

Sepeninggal Thea sehabis ngamuk-ngamuk tidak jelas. Roni menyuruh Bintang untuk rebahan di sofa ruang keluarga. Luka memar di sekitar punggungnya membuat Bintang merasa kesulitan mencari kenyamanan dalam rebahan. Sembari memeluk bantal di atas dada bidangnya, matanya menerawang ke atap-atap rumah Thea. Mengingat kembali adegan kejar-kejarannya dengan Thea.

Niatnya yang semula hanya menguntit, tak terduga jadi menyeretnya masuk ke rumah Thea. Mata Bintang mengerjap kaget saat telinganya mendengar sayup-sayup suara orang bersenandung. Ia menegakkan badannya sembari celingukkan ke sana sini.

"Gue baru sadar ternyata rumah Thea auranya sesuram ini," gumam Bintang lirih.

Tak lama terdengar suara langkah kaki yang menderap menuju ke arahnya, Bintang menenggelamkan kepalanya di bawah bantal. Ketakutan setengah mati.

"Woy!" Suara cempreng berhasil membuat jantung Bintang berdegup kencang.

Gadis itu berdecak kesal melihat cowok di hadapannya tidak menggubris teriakannya. Padahal ia yakin teriakannya itu mampu membuat telinga Bintang berdegung.

"Eh, tiang listrik," panggil Thea sekali lagi. Tapi sekarang tidak sambil teriak.

Sekarang Bintang tahu siapa pemilik suara cempreng itu. Thea. Perlahan ia membuka matanya, yang sedari tadi terpejam. Pandangannya langsung jatuh pada cewek mungil yang masih terbalutkan seragam SMA yang acak-acakkan.

"Elo ngapain masih di sini?" Thea bersilang dada, menahan emosi. Melangkah perlahan mendekati Bintang yang sedang nyengir kuda. Sejak awal seharusnya cowok nyebelin ini tidak usah disuruh masuk, biar sekalian pingsan di teras kesakitan sendirian.

"Ayah lo nyuruh gue istirahat di sini," ucapnya, spontan mulut Thea menganga tak percaya. Lagi-lagi Ayahnya yang dijadikan alasan.

Thea menatap Bintang tajam, tapi bagi Bintang itu tidak terlihat seperti sorot mata menyeramkan. Lebih mengarah ke menggemaskan. Kaki Thea kembali melangkah menuju sofa yang ditempati Bintang.

Bintang tersihir. Diam begitu saja tanpa bereaksi apapun selain menatap Thea. Ditariknya tas berwarna pink yang ada di sebelah Bintang. Saat bersamaan tak terduga ada benda lain yang jatuh sampai menimbulkan bunyi berdebum yang membuyarkan lamunan Bintang. Thea terpaku melihat kotak berisi ponsel model terbaru jatuh di bawah kakinya.

Diraihlah kotak persegi panjang itu dari sana, "Punya lo?" tanya Thea sembari menyodorkan itu pada Bintang.

Bintang menggeleng cepat. "Punya lo, kan lo yang udah mungut itu benda."

Suara bariton Bintang, menyadarkan Thea dari keterpanaan. Entah bagaimana, tiba-tiba saja Thea disergap perasaan yang campur aduk. Jujur saja ia tidak bisa mencerna kalimat yang Bintang ucapkan. Situasi mendadak hening, keduanya sama-sama tak bergeming. Keduanya beradu pandang, saling meminta jawaban.

Mendadak Thea menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. "Maksud lo?"

"Iya, itu buat lo." Bintang akhirnya mengalah. "Hp lo rusak kan?"

Seakan sadar dari mimpinya, Thea kembali mengingat kejadian dimana ia melihat Bintang yang sama-sama berada di konter Mas Nur. Ia ingat kalau seseorang yang di sebelahnya membeli ponsel.

"Lo mata-matain gue ya?" semprot Thea mengagetkan Bintang yang kalem-kalem saja sedari tadi.

"Eng ... gak! Gu ... e gak mata-matain lo." Bintang tergagap, merasa aksinya telah tertangkap basah.

THEA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang