Bab 7

237 83 38
                                    

Hallo, selamat membaca bab 7 dari Thea, semoga semuanya suka.

"Aku menyayangimu, aku cuma menginginkan itu. Maaf kalau aku lebih memilih memendamnya. Maaf karena aku membuatmu kebingungan dengan caraku yang salah."

Thea lagi teleponan sama Ian, hehe

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Thea lagi teleponan sama Ian, hehe ....

****

"Hallo,"

Suara berat milik seseorang dari seberang, suara yang kini tengah membuatnya senyum-senyum sendiri. Suara yang tak lain dan tak bukan adalah suara milik Adrian. Seseorang yang baru ia kenal baru-baru ini.

Dari pesan singkat kini merambat ke teleponan. Menurut Thea ini adalah sebuah kemajuan pesat yang nantinya akan membuatnya segera bertemu dengan Adrian.

"Iya Ian."

"Thea."

"Hmm, kenapa?'

"Gimana? Hari lo baik kan?"

Daripada ditanyai "Sudah makan belum?" lebih baik ditanyai pertanyaan itu bukan? Jujur saja, Thea benci sekali pertanyaan basi itu, pertanyaan yang anehnya sampai sekarang laki-laki masih tetap saja mempertanyakannya. Sebagai sesama manusia seharusnya mereka paham, ingin atau tidak tetap saja kita harus makan. Itulah mengapa sampai saat ini Thea menganggap Adrian tidak sama seperti laki-laki lainnya.

"Hari gue baik Yan. Kalo lo?" jawab Thea kembali bertanya balik.

Kalau boleh jujur, suara Adrian kalau ngomong itu merdu sekali. Thea sampai menerka-nerka bagaimana kalau Adrian sampai nyanyi. Akan seindah apa nanti suaranya?

"Selalu baik kalo kita sering bersyukur."

Satu hal lagi yang membuat Adrian begitu memikat, bicaranya yang santai tapi tepat sasaran. Tapi tidak tahu kedepannya akan seperti apa? Apakah sifat Adrian yang satu ini beresiko memunculkan masalah? Kan bisa jadi.

"Emm Alhamdulillah,"

Adrian diam beberapa saat, "Kok Alhamdulillah?"

Thea mengigit selimut sebagai pelampiasan gemasnya, sambil crengas-crenges. "Katanya tadi kudu sering bersyukur."

Lalu mereka diam sama-sama. Entahlah, Thea masih belum berani memecahkan kebekuan ini. Thea tidak ingin menjadi perempuan yang memulai sesuatu duluan. Karena menurutnya, menjadi agresif itu tidak ada dalam DNAnya.
Thea paham jika ia diam saja, pasti Adrian akan bersuara pada akhirnya.

"Te kok diem?"

Benar kan? Adrian memulainya lagi. Padahal ia bisa saja mematikan sambungan teleponnya. Tapi yang terjadi, ia masih kuat bertahan dengan seorang Thea yang keras kepala.

"Terus lomaunya aku ketawa sendiri malem-malem kayak begini Yan?"

"Jangan dong Te,"

"Terus Ian maunya apa?"

THEA Where stories live. Discover now