Bab 12

233 70 45
                                    

Selamat membaca Thea bab 12, semoga gak ada yang kecewa. Jangan lupa buat kasih voment ya.

"Lucu. Kadang rasa penasaran bisa buat kita lupa kalo yang sebenarnya ada di hati itu siapa?"

***
Lucu sekali, hanya dengan ngobrol lewat pesan dua manusia bisa saling merasa nyaman. Bahkan perasaan takut kehilangan sering tak terhindarkan. Tapi lebih lucu lagi kalau yang satunya jatuh cinta tapi yang satunya biasa saja.

Katanya bila ingin tetap erat, hapus semua yang berisiko menjadi sekat. Termasuk ego. Dalam kasus ini, Thea benar-benar memendam egonya demi tetap bertahan dengan Adrian. Seusai kejadian pagi hari itu, Thea berusaha mengubur semua rasa ragunya untuk mengirim pesan duluan.

Tolong, jangan dibilang agresif karena kalau sudah bahas cinta hal random saja bisa jadi biasa saja. Lagipula tidak ada salahnya memulai duluan. Ya, dari pada saling bungkam karena mempertahankan ego masing-masing. Kita butuh pihak yang harus selalu mengalah dalam hubungan, bukan begitu? Kadang, kita manusia harus mematahkan teori kalau cewek itu harus kalem, enggak boleh mulai duluan, karena katanya cowok yang nantinya bakal jadi imam.

Thea percaya itu sampai akhirnya Adrian datang mengubah semua pandangannya. Setelah mengenal Adrian, Thea menjadi sosok yang sebaliknya. Jadi enggak suka nunggu lama-lama, terus ujung-ujungnya ngirim pesan duluan.

Thea Calistha : Ian

Sudah dari kemarin Thea hobi memanggil-manggil nama Ian kalau Adrian balasnya lama. Tak ada balasan sama sekali. Jengah, Thea akhirnya menyerah. Ia memilih keluar rumah meninggalkan ponselnya di kamar.

Untung si nyebelin udah pulang.

***

"Sebentar lagi mau ujian akhir semester, kalian belajar yang rajin ya." Pak Darsono memberikan titahnya yang sudah dapat dipastikan tidak akan pernah dilakukan oleh anak muridnya.

"Thea," panggil Pak Darsono.

Jantung Thea berdebar kencang, mengingat guru matematikalah yang barusan memanggil namanya. Otaknya berusaha mengingat apakah ada tugas yang belum ia kerjakan. Pikirannya semakin bercabang makala langkahnya semakin mendekat ke gurunya.

Sesampainya di depan meja guru, Thea mejamkan matanya kuat-kuat sambil menelan ludahnya.

"Tolong kasih berkas ini ke Pak Topo ya, sekarang lagi ngajar di kelas 11 IPS 1" Pak Darsono mengulurkan berkas bersampul biru yang langsung ditetima oleh Thea.

Padahal gue kira mau disiksa untuk ngerjain soal mtk.

Thea melewati lorong kelas yang cukup panjang sambil menenteng amanah yang diberikan gurunya. Sejujurnya, ini pertama kalinya ia memasuki area kelas 11.

Hatinya mengeja setiap tulisan yang ada di depan pintu kelas, sebelum akhirnya menemukan tulisan 11 IPS 1. Akhirnya ketemu. Namun, saat kakinya berhenti melangkah karena sudah di depan pintu, pandangannya dikejutkan dengan dua sosok yang sedang berdiri di depan kelas.

"Bintang, saya udah kasih tau kamu ya kalo nilaimu terlalu jelek untuk mepel semudah sosiologi. Bahkan saya sudah memastikan kalo kamu jadi murid terbodoh di angkatan ini." Seorang paruh baya yang sudah pasti itu Pak Topo, tampak sedang mengintrogasi murid laki-lakinya yang akhir-akhir ini sering membuatnya dongkol setengah mati.

Dari kejadian ini, Thea jadi tahu soal Bintang. Ia murid paling bodoh seangkatan yang sering jadi sorotan para guru karena nilainya selalu jelek.

Tak ingin membuang waktu terlalu lama, Thea akhirnya mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Seluruh pasang mata yang ada di dalam sana langsung menatapnya, membuat gadis itu berjalan masuk dengan gugup.

THEA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang