Bab 16

218 59 65
                                    

Happy reading, semangat baca. Kalo baper aku gak tanggung jawab ya. Jangan lupa kasih vote. Ohiya, kalian bisa banget ajak temen kalian buat baca Thea lho, sekalian biar jadi topik ghibah di sekolah hahahaha

"Tidak semua rasa sayang harus terlihat, kadang tindakan memberi arti lebih meski tersirat."

***
"Tolong! Tolongin dia tolong!"

Suara cempreng tanpa filter milik Thea menyedot atensi sebagian pengunjung yang langsung menatapnya dengan tanda tanya. Semua orang berbondong-bondong menyaksikan Thea yang teriak-teriak sembari berusaha menyadarkan Bintang.

Tak lama situasi di wahana itu mendadak gaduh, sampai akhirnya petugas wahana menyadari akan kondisi Bintang. Wahana berhenti meski belum pada batas waktu yang ditentukan. Beberapa ada yang mengumpat Bintang, tapi ada juga yang merasa iba dengannya.

Thea melepas sabuk pengamannya setelah salah satu petugas wahana menghampiri. Dengan dibantu sang petugas yang usianya masih terlihat muda, Thea berusaha memapah tubuh Bintang.

"Mbak, kalo cari pacar jangan yang kayak raksasa gini, repot," gumamnya diselingi ringisan akibat keberatan menahan tubuh Bintang.

Thea sukses terperanjat, kata-kata pria itu membuatnya semakin dihimpit rasa malu. "Sebenernya dia bukan pacar gue, mas."

Mas-mas yang tampak mulai kelelahan itu menghentikan langkahnya, pasalnya di depan ada bangku panjang yang kosong. "Duduk lo!" perintah Mas itu sedikit judes.

Thea hanya pasrah, menelah ludah. Bintang benar-benar membuatnya kesusahan. Dari pada berdebat, Thea lebih memilih untuk duduk di sisi kiri bangku. Buru-buru pria itu membaringkan tubuh Bintang yang lunglai, dengan kepala yang ditaruh di atas paha Thea.

"Dasar kutil badak, ngerepotin banget sih lo!" umpat Thea sembari menatap tajam wajah Bintang yang masih terpejam.

And I always wanna die sometimes
I always wanna die sometimes

You win, you lose, you sing the blues
There's no point in buying concrete shoes, I refuse

Bosan, Thea akhirnya bersenandung pelan. Tangan kirinya berada tepat di dada bidang Bintang, sedang tangan yang lainnya tanpa sadar mengelus-elus surai hitam Bintang.

And I always wanna die sometimes
I always wanna die sometimes
I always wanna die

Bintang perlahan-lahan mulai menemukan kesadarannya. Dibukanya pelan-pelan kelopak matanya. Bintang mengulum senyum kecil  manakala matanya baru saja terbuka, pasalnya pandangannya langsung disuguhkan dengan pemandangan paling langka. Melihat wajah Thea dari sisi bawah, sambil bernyanyi pula.

"Lo, gak boleh mati Te." Suara Bintang membuatnya berhenti bernyanyi. Entah kenapa ia merasa gugup saat Bintang memergokinya. Buru-buru Thea membekap mulutnya seraya mengerlingkan pandangan.

"Kenapa lo nyanyi lagu I always wanna die sometimes?" Mendadak Thea merasa terpojokkan oleh Bintang.

Sekian detik Thea masih menutup mulutnya, mau tidak mau Bintang akhirnya beringsut dari pangkuannya. Bintang memandangi wajah Thea yang sedang membuang mukanya pada sisi lain. Tiba-tiba tangan kokoh Bintang meraih wajahnya, menuntunnya agar menghadap ke arah Bintang.

Cowok yang entah sejak kapan memakai tindik di telinganya itu, mengusap pelan pipi Thea, menyelipkan sebagian rambutnya di telinganya. Thea yang sedang asik membatu, sebisa mungkin agar tidak terlihat gugup. Padahal jantungnya sudah bekerja lebih keras dari semestinya.

"Gue suka nyanyi lagu itu kalo lagi kesel," ungkap Thea sambil menggenggam pergelangan tangan Bintang, lalu menurunkannya perlahan. Thea tidak mau terus-terusan dibuat gugup dengan perlakuan Bintang yang berlebihan.

THEA Where stories live. Discover now