Bab 6

254 87 31
                                    

Selamat membaca Thea bab 6, ayo kasih vote yang banyak ya. Ohiya gaes, mari berdoa buat silent readers, biar cepet-cepet punya uang buat beli kuota.

"Jangan terlalu cepat luluh, kita perempuan harus tetap jadi pemberontak supaya enggak diinjak-injak."


***

"Duh mana sih tukang ojeknya, mana udah siang lagi."

Seperti yang diperintahkan oleh Ayahnya, besok paginya Thea berniat menaiki ojek untuk sampai ke sekolah. Namun sayangnya, ojek langganan Bi Ratri belum juga nonggol meski sudah sesiang ini. Alasan kenapa Ayahnya tidak mengantarnya ke sekolah adalah, karena arah sekolah dengan rumah sakit tempatnya bekerja itu berlawanan arah.

Dari arah kejauhan terdengar suara deru motor nyaring, spontan Thea langsung menutup kedua telinganya karena dianggap terlalu bising. Tak disangka motor harley itu berhenti tepat di depan ia berdiri.

Motornya Rio? Tapi kok kayak bukan Rio ya? Lebih besar badannya.

Thea masih membisu sembari mengira-ngira siapa orang yang ada di depannya. Di satu sisi ia yakin sekali ini motor yang sama yang hari lalu dikenakan Rio, bahkan Thea sempat menaikinya meski cuma dibonceng Rio. Sang pengemudi motor juga tak kalah mengunci mulutnya, sampai akhirnya cuma ada keheningan di sana.

"Rio? Eh apa bukan sih?" Thea akhirnya angkat suara, ya dari pada di sini sampai siang.

Cowok itu hanya mengangguk.

Tumben, biasanya kan tuh cowok satu bawelnya ngalahin emak-emak kontrakan. Tapi kok jadi pendiem gini?

"Sepeda gue mana? Gue sampe bingung nih mau ke sekolah tapi gak ada kendaraan," gerutu Thea yang hanya ditanggapi anggukan pelan oleh cowok di depannya.

Thea memicing, emosinya mulai tersulut manakala ucapannya tidak dianggap.

"Naik Te," katanya dengan suara bariton. Thea tersentak mendengar suaranya. Kok suaranya beda.

"Lo beneran Rio?" Pipi tembem Thea seketika mengembung, menahan tawa. "Serius lo Rio?" Tawa Thea akhirnya pecah.

Cowok yang masih nangkring di atas motor itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jujur saja ia bingung melihat tingkah Thea yang super unik. Cowok yang tak lain adalah Bintang itu mengira penyamarannya akan terbongkar, mengingat dari tadi Thea menatapnya dengan penuh selidik.

"Lo habis makan gorengan sekarung hah? Suara lo bisa berubah gitu haha ...,"

Hampir aja. Batin Bintang.

"Sepeda lo rusak parah, makanya perlu di-opname," seru Bintang mengalihkan pembicaraan.

Thea menerawang ke atas, ia ingat betul kemarin sepedanya hanya rusak di bagian rantenya saja. Pikirannya bercabang memikirkan segala kemungkinan buruk mengenai sepeda kesayangannya.

"Mau sampe kapan buang waktunya?" ucap Bintang lagi-lagi mengagetkan Thea. "Udah siang nih Te."

Thea mengusap wajahnya dengan kasar sambil sesekali mengucek matanya yang kemasukan debu. Bintang sengaja melajukan motornya cepat, mengingat matahari sudah keluar dari persembunyiannya yang menandakan pagi telah berganti siang. Sejak tadi Bintang memperhatikan Thea dari spion, melihat mulut Thea yang tiba-tiba berdecak sampai bibirnya yang ia manyunkan. Kelihatan sekali Thea sedang merasa kebingungan bercampur cemas dalam satu waktu. Sungguh pemandangan paling menyejukkan bagi Bintang.

Untunglah perempuan yang sedang Bintang hadapi adalah Thea, perempuan yang meski  suka mengeluh tapi tetap tangguh. Bahkan ia jarang sekali meminta bantuan kepada orang lain. Thea menggantungkan dirinya pada diri sendiri, karena memang semenjak kepergian Bundanya, Thea diajarkan mandiri oleh Ayahnya. Di pikiran Thea, kalau ia bergantung pada orang lain hidupnya akan bertambah sulit, apalagi jika orang yang membuat Thea menggantungkan hidupnya itu pergi. Thea tidak ingin kecewa karena orang lain kecuali pada dirinya sendiri.

THEA حيث تعيش القصص. اكتشف الآن