Bab 14

244 64 46
                                    

Hai hai, ketemu lagi di bab 14 gaes, semoga makin cintah sama aku hahaha. Enggak deng, canda doang elah. Happy reading pokoknya.

"Setidaknya penuhi keinginan sendiri dulu sebelum bahagiain orang lain."

***
"Hhh kenapa sejarah dipasangin sama geografi sih," racau gadis yang tampak sedang menata buku-bukunya di rak.

Bicara soal waktu, kalau dijalanin sambil bersyukur pasti tidak terasa. Tahu-tahu masuk SMA, sekarang tahu-tahu mau UAS terus naik kelas. Thea tersenyum memikirkan itu.

Thea meraih karpet lantai yang masih tegulung itu dari bawah keranjang tidurnya. Disaku baju tidurnya ada ponsel yang sudah dipasangi Handset miliknya. Sambil menenteng karpet yang cukup berat, Thea menaiki anak tangga kecil yang menghubungkannya menuju rooftop.

Sebenarnya bukan rooftop, tapi cuma bagian atap yang kebetulan tidak dipasangi genteng melainkan dicor. Jadi tempat ini adalah tempat favorit Thea ketika belajar. Thea langsung menggelar karpetnya setibanya di sana. Merasa ada yang kurang, ia turun lagi untuk mengambil bantal dan selimut.

Lengang tapi nyaman, Thea merasakan itu tiap kali ada di sini. Sambil memandangi langit yang bertaburan bintang, Thea memasang handset-nya. Baru saja matanya memejam, ada bunyi notif dari ponselnya. Dengan secepat kilat Thea membuka pesan itu, ia yakin ini adalah pesan dari Adrian.

"Hah, nomor siapa nih?"

08789835... : Hai ... lagi di mana?

Kelewat penasaran, Thea menekan icon panggilan untuk menelepon. Tak butuh waktu lama, dari seberang langsung menyahut.

"Heh, siapa lo? Dapet nomor gue dari mana?" Thea langsung ngegas tanpa mengucap salam terlebih dulu.

Dahi Thea berkerut-kerut, karena yang di seberang tidak menyahut melainkan cuma terkekeh. Tapi tunggu sebentar, Thea rasa ia kenal suara ini. Tidak asing di telinganya.

"Thea," panggilnya. Thea mendengus kesal ketika menyadari bahwa itu adalah suara makhuk nyebelin bernama Bintang.

Thea menengadahkan pandangannya ke langit, berusaha mencari ketenangan di sana. Jujur saja ia sedang malas menguras tenaga untuk memarahi Bintang, karena ia sedang butuh tenaga ekstra untuk belajar.

"Lo dapet nomor gue dari mana?" tanya Thea, kali ini dengan nada yang normal tanpa penekanan.

"Dari Mas Nur, tadi gue ke situ. lo lupa kan hp lo lagi di-service? Jadi tadi gue sekalian ambil deh." Bintang bicara apa adanya. Meskipun sebenarnya ia tidak pernah punya niat untuk mengambil ponsel Thea. Ia ke situ cuma mau minta nomor Thea dengan beralibi membeli kuota.

Thea menggaruk pelipisnya, kebiasaan buruknya yang pelupa membuatnya baru menyadari kalau ponsel yang sedang ia pegang adalah milik Bintang. "Yaudah makasih."

"Sama-sama. Gue, ke situ boleh gak?" tanya Bintang dengan nada penuh keraguan, mengingat ini sudah malam.

"Ya udah, boleh. Sekalian mau balikin hp gue kan? Tapi lo jangan ketuk pintu depan ya, karena gue lagi di atap rumah."

Thea memutus sambungannya secara sepihak. Ia tidak memikirkan bagaimana reaksi terkejut Bintang saat di suruh naik ke atap rumah malam-malam.

Cowok bertubuh tinggi menjulang yang memang sejak tadi sudah berada di depan gerbang rumah Thea mendesah lemah. Pikirannya kalut memikirkan bagaimana ia bisa mendapatkan tangga malam-malam begini.

"Pak Mamo," panggil Bintang sambil menggedor-gedor gerbang.

Beberapa saat menunduk, tiba-tiba kepala Bintang mendongak mendengar suara gerbang terbuka. Muncullah pria yang memakai baju-baju itu saja dengan cengiran khas miliknya.

THEA Where stories live. Discover now