-31-

2.2K 216 7
                                    

"DAVIN NOOO..." Teriakku keras.

Kepalan tinju Davin yang mengarah ke wajah Nando terhenti saat itu juga. Aku mencoba melepas tangan Davin dari baju Nando. Tapi dia hanya semakin mengeratkan genggamannya. "Davin lepas.. please" pintaku. Aku melihat raut wajah Davin melunak. Aku memeluknya dari samping, menghalangi tangannya untuk bisa bergerak. Aku membisikkan kata-kata ditelinganya, "im okay.. I can handle this. Please no violence.." pintaku lagi lembut. Bersamaan dengan itu, Davin menurunkan kepalan tangannya dan melepaskan cengkraman tangannya dibaju Nando. Aku bisa mendengar dengan jelas gertakan gigi Davin yang menahan kemarahannya.

Kami bertiga duduk kembali dengan canggung. "Sorry Do."

"Its okay. Gue paham kok. Kalo gue pacar lo, gue juga pasti bakal marah." Ucapnya. Aku bahkan tidak ingin bertanya bagaimana dia tahu Davin pacarku.

"Okay, kenapa kamu gak bisa bantu? Kamu tau kan kalo kamu lagi ngomong nonsense? Kamu bilang mau ngelurusin, tapi gak bisa bantu?" Kali ini aku yang menggenggam tangan Davin. Aku membentuk lingkaran kecil kasat mata dipunggung tangannya menggunakan jariku. Kulakukan secara berulang-ulang tanpa henti dan perlahan. Mencoba membuatnya lebih tenang.

Nando tampak ragu sebelum menjawab. "Bos ngelarang gue buat ngelakuin apapun. Mereka juga yang nyuruh gue matiin hape. Mereka bilang ini bagus buat marketing sebelum album gue keluar." Jawabnya kembali menundukkan kepala.

"What?" Aku kehabisan kata-kata mendengar penjelasannya. Jadi mereka memang sengaja nggak angkat telepon dariku karena mereka pikir penderitaanku busa menguntungkan untuk mereka? Thats so cruel.

"Dan lo nurut aja gitu? Lo laki apa bukan? Lo pikir kesiksanya cewek gue ladang emas buat lo?" Sahut Davin geram. Dia mengutarakan apa yang baru saja kupikirkan.

"Mereka ngancem gue, kalo gue gak nurut album gue gak bakal dirilis."

"Haha" Davin tertawa sinis. "Yang lo peduliin cuman diri sendiri, lo gak mikir betapa stresnya Kara, betapa tertekannya Kara gara-gara semua komentar itu? Dia bahkan cuman baca sebagian, tapi udah separah itu. Cuman sebagian man."

"Tapi kalo Kara mau terjun didunia entertainment dia harus terbiasa sama komentar jahat kaya gitu." Jawab Nando membuatku semakin tidak bisa percaya.

"Apa lo bilang? Jadi menurut lo cyber bullying okay buat semua orang yang ada didunia entertain? Kadi cyber bullying adalah hal yang Kara harus terbiasa dan dibiarin gitu aja?" Aku melihat Davin kembali mengepalkan tangannya dengan kuat.

Aku menahan tangannya. "Vin..." aku menatapnya penuh arti. Kami bisa berkomunikasi hanya dengan bertatapan mata. Dia selalu paham apa yang kupikirkan hanya dengan menatapku. Hal yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang yang sudah sangat memahami satu sama lain.

"Dan lo tau? Dari awal bahkan sampe saat ini Kara masih pingin percaya sama lo, kalo lo bakal bisa mmnyelesein masalah ini tanpa dia ikut campur. Karena ini menyangkut image lo sebagai artis juga." Ucap Davin lagi. "Cowok kaya gini yang kami andelin Ra? Selama seminggu kamu bertahan buat cowok kaya gini?" Tanya Davin padaku. Pertanyaan ironis yang lebih bertujuan untuk mencemooh keputusanku.

"Sorry.. Tolong seminggu lagi aja. Seminggu lagi album dan video klip gue bakal dirilis. Gue janji waktu promo di talkshow, gue bakal jelasin semuanya tentang kesalah pahaman ini." Pinta Nando.

Aku mempertimbangkan ucapan Nando. Sekali lagi aku dan Davin bertukar pandang. Davin menatapku tajam, seakan berkata "NO! Sekarang atau kamu ke kantor polisi" Aku menggelenggkan kepalaku pada Davin. Davin mebalasku denga gelengan kepala juga, tidak setuju dengan keputusanku.

"Ra.." Davin mencoba memperingatkanku.

"No Vin."

"What?!"

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang