-4-

4.2K 314 4
                                    

Baru hari pertama masuk sekolah setelah satu minggu di skors, aku sudah mendapatkan hukuman lagi dari guru. Kali ini dari guru magang manis, yang baru kutemui tadi pagi. Namanya Pak Vino. Ternyata semua anak memanggilnya pak, aku merasa bodoh tadi memanggilnya kak. Pasti dia menertawakanku dalam hati. Atau lebih parah lagi, menganggapku tidak sopan. Dan dari obrilan sigkatku dengan Dena, tidak hanya aku yang menganggapnya menarik, tapi hampir seluruh perempuan disekolah juga bersemangat untuk pelajaran sejarah sekarang. Dari Dena juga aku tahu, kalau ternyata pak Vino adalah mahasiswa S2, yang magang disini sambil melakukan penelitian untuk tesisnya. Handsome, cool, and smart, kurang apa lagi?

Saat istirahat siang tadi aku mendatanginya, menjemput hukuman yang akan diberikannya. Aku kira dia akan memberikan tugas tambahan padaku untuk dikerjakan, atau membersihkan gudang sekolah, atau apapun hukuman mengerikan yang biasa diberikan guru lainnya. Tapi ternyata tidak. Dia ingin aku datang ke sekolah hari sabtu siang untuk membantunya dengan penelitiannya. Sekolah kami libur pada hari sabtu, tapi aku sama sekali tidak keberatan menghabiskan waktu lebih banyak dengan pak Vino diluar jam sekolah. Dia bisa memanjakan mataku hanya dengan ada dijarak pandangku. Rasanya tidak sabar menunggu datangnya hari sabtu. Aku hanya perlu menunggu 3 hari lagi.

Aki berpikir, kalau hukumannya seperti ini, mungkin aku akan lebih sering membuat masalah saja. Jadi aku bisa bersenang-senang di akhir pekan memandang pak Vino.

Selain hukuman itu, tidak ada kejadian atau hal penting lainnya yang bisa kuceritakan. Aku lebih banyak menghindari keramaian, dan menghindari Leo dkk. Bukan karna aku takut atau apa, aku tidak ingin lepas kendali lagi. Aku tidak yakin selanjutnya apakah aku bisa menahan amarahku atau tidak. Dan lagi mama berhasil membuatku berjanji untuk meminta maaf pada mereka berempat saat aku bertemu mereka. Tapi jika tidak bertemu, aku tidak perlu meminta maaf kan? Untuk apa meminta maaf saat aku tidak tahu apa salahku.

------------

Hari sabtu datang lebih cepat dari yang kupikirkan. Aku sudah ada didepan sekolah. Seperti biasa kak Bella mengantarku. Secara kebetulan saat aku datang, pak Vino juga baru datang dengan motor Ninjanya. Dia berhenti didepan gerbang dan melepas helmnya, turun dari motor untuk menyapaku.

"Sudah datang?" Tanyanya singkat. Hanya kujawab dengan anggukan dan senyuman tipis.

"Itu kakak kamu yang antar?" Tanyanya lagi sambil menengok kearah mobilku yang kaca sampingnya terbuka.

"Ya. Pak Vino kenalin kakakku Bella, Kak Bella ini pak Vino" aku memperkenalkan keduanya. Mereka saling bertukar sapa dan tersenyum sebelum kakakku pamit pergi. Kulambaikan tanganku kearah mobil kakak yang telah menjauh dari area sekolah.

Pak Vino memilih mendorong motornya masuk kedalam dan berjalan bersamaku. "Kenapa wajah kakakmu terasa familiar ya?" Tanyanya disela obrolan basa-basi kami sepanjang jalan.

"Mungkin bapak pernah melihat fotonya di salah satu dinding sekolah ini. Kakak saya alumni sekolah ini juga, dan dia berprestasi dibidang non-akademik. Saya yakin ada beberapa fotonya dalam album diruang kepala sekolah. Atau bapak melihatnya dimajalah. Dia model dan sudah sering muncul dimajalah fashion." Jawabku menjelaskan pannjang lebar dengan nada yang penuh bangga. Ya, aku bangga pada kakakku.

Pak Vino hanya mengangguk mengerti. "Sepertinya lebih yang kedua. Saya tidak pernah sempat melihat lihat album foto sekolah."

"Sebelumnya dia muncul dibanyak majalah fashion, tapi sekarang dia sudah memiliki exclusive kontrak dengan brand Shopie. Jadi dia hanya muncul di majalah itu." Jelasku lebih lanjut, sekali lagi pak Vino hanya mengangguk mengerti.

"Kalian sangat mirip. Sama sama cantik" ucapnya sambil tersenyum manis, memperlihatkan lesung pipinya yang dalam sekali lagi.

Aku hanya tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih yang lebih mirip dengungan saking pelannya, tapi kirasa pak Vino mendengarnya. Tidak banyak orang yang memujiku, apalagi menyamakanku dengan kakakku yang sempurna. Aku tidak terbiasa dengan pujian, dan saat aku mendapatkan satu, aku tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Aku lebih terbiasa dengan orang-orang yang menunjukkan perbedaan kami. Seperti bagaimana cantik dan feminimnya kakakku, sedangkan aku hanya adiknya dengan tubuhku yang besar dan hobi yang sama sekali tidak feminim dan lebih identik dengan pria. Boxing. Aku dan kakakku, aku akan selalu menjadi peran tambahan dikehidupan kakakku. Hanya cameo, peran pendamping.

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang