Aku tersenyum padanya. "Tidak adil karena sampai sekarangpun aku belum tahu hari ulang tahunmu, cowok yang kusuka." Senyumku berubah menjadi seringaian ketika melihat dahi Davin semakin berkerut.

"Huh?" Hanya itu yang keluar dari mulut Davin. Aku mencoba menahan tawaku, tapi aku gagal dan terkikik geli melihat ekspresinya. Davin terus menatapku tajam seakan meminta penjelasan. Aku hanya diam dan mengedikkan bahu. Aku bisa apa? Wajah bingungnya saat ini sangat lucu. So adorable and priceless. Jadi kubiarkan dia mencerna perkataanku.

Setelah saling terdiam beberapa saat, wajah Davin tiba-tiba berybah menjadi cerah. Senyumnya mengembang, menunjukkan deretan gigi putihnya yang tertata rapi. "3 Maret. Ulang tahunku." Serunya bersemangat.

"Noted" balasku kembali tersenyum. Melihat senyumnya, aku tidak bisa menahan senyumku. Senyum yang menular.

"So? Would you be my girlfriend?" Dia mengucapkan kalimat itu lagi. Sebelumnya kalimat itu berhasil membuatku berhenti dan lupa untuk bernafas. Kali ini pun sama, aku lupa cara bernafas dengan benar. Sepertinya berapa kalipun dia mengucapkannya akan tetap memberikan efek yang sama padaku.

"Yes Davin" Jawabku kali ini penuh keyakinan. Sebelumnya aku memang sengaja ingin menggodanya. Dia memberiku banyak kejutan hari ini, kupikir kenapa tidak membalasnya dengan kejutan juga.

Tanpa ba-bi-bu Davin menerjangku, mendekapku erat dalam pelukannya.  Menyalurkan rasa hangat keseluruh badanku. Aku melingkarkan kedua tanganku disekitar lehernya dan meletakkan daguku dipundaknya walaupun harus sedikit berjinjit karenanya.

"Boleh pake aku kamu sekarang?" Tanya Davin.

"Why, ofcourse." Jawabku singkat.

"Makasih kamu udah mau nerima perasaanku. Aku bakal berusaha buat kamu selalu bahagia." Ucapnya pelan ditelingaku. Meberikan efek luar biasa pada diriku. Kupu-kupu diperutku terus bergejolak, terbang kesana kemari. Ucapannya entah bagaimana membuatku terharu. Matalu berkaca-kaca, tapi aku tidak mau menangis lagi malam ini.

"Dont. Jangan mencoba membuatku bahagia. Tapi kita harus bahagia bersama." Balasku memeluknya semakin erat. Aku menganggap memiliki Davin sebagai sahabatku adalah suatu keberuntungan. Tapi memiliki Davin sebagai pacarku, aku tidak tahu kata apa yang lebih dari keberuntungan.

Tidak ada satupun dari kami yang melepas pelukan hingga waktu yang cukup lama. Kami hanya melepaskan pelukan kami saat ada orang yang membuka pintu dan masuk ruang makan, membuat kami terkejut. "Oh ummm... oops?" Dena muncul dari balik pintu yang kini terbuka. "Did I interupted something?" Tanyanya sambil menggaruk tengkuknya.

"N-no.." jawab Davin tergagap. Aku berusaha keras menahan tawaku. Wajah Davin saat ini memerah dan dia jadi salah tingkah. Dia seperti tertangkap basah oleh orang tua saat sedang melakukan hal yang dilarang.

"Ada apa Den?" Tanyaku santai.

"Aku.. Gue bawa ini dulu keluar ya" Davin membawa semua kantong plastik ke halaman belakang dengan langkah terburu-buru.

Dena menatapku curiga. "Apa ada yang belum kamu ceritain ke aku?"

"Well im not sure. Im not the one who act super busy for the whole week" balasku menyindirnya.

"Dih dasar pendendam. Itu kan buat kejutan hari ini.." Dena memanyunkan bibirnya. Ini dia Denaku yang manja, oh I missed her so much.

Beautiful CurveWhere stories live. Discover now