Part 30

9.4K 258 2
                                    


"Aku membencimu," pangkas Ara.

Alis David naik satu. "Apa kau bisa membenciku, Ara?" tanya David jahil.

Memangnya Ara bisa murka pada suaminya?

Tidak bisa. Suaminya pun tahu akan hal tersebut.

Ara tertawa sinis. "Aku bahkan bisa memotongmu kecil-kecil lalu membuatmu menjadi kornet Pak Guru David Sayang."

David tertawa menyadari suara si gadis yang berpura-pura galak itu. Ia menyentil hidung Ara. "Aku siap menerima amarah dari mu. Aku sudah mendengar kalau kemarahannya menyebabkan gempa bumi"

Ara memotong ejekan David dengan kecupan ringan di sudut bibir prianya. Gadis itu cepat-cepat menjauhkan parasnya karena pipi Ara telah memanas.

Pria itu tertawa lagi, melihat raut malu-malu gadisnya.

Bersama Ara memang menyenangkan. David sanggup berduan dengan istrinya sepanjang harihanya untuk melihat ekspresi yang Ara berikan padanya.

"Kenapa tertawa?" dengus Ara.

Pria itu membalas mencium pipi gadisnya. Ia tak menimpali dengan perkataan.
David yang sudah sedari tadi gemas melihat tingkah Ara pun menarik gadisnya dalam pelukan. Ia mendekap atau. sangat erat.

Boleh tidak David menyimpan Ara untuk dirinya sendiri?

"Ayo kita pulang," David mengangkat topik lain setelah beberapa menit bungkam.

Rumah.

"Apa!?, jadi Kakak mu tidak ada dirumah?" Saat ini David berada di rumah Ara, ternyata Faris dan  Zirma sedang tidak berada dirumah saat ini.

"Yah, mereka memutuskan untuk  tinggal di apartemen kak Faris," Ara menerangkan pada David kenapa kedua kakak nya tidak ada dirumah.

"Ohh"

"Kau mau minum sesuatu?" tawar gadis itu.

"Asal jangan kopi, nanti aku tidak bisa tidur." Jawab David sekenanya, pria itu merebahkan diri di sofa ruang tengah sambil menunggu istri nya kembali.

Ara sibuk menyiapkan teh hangat, kebetulan persediaan cokelatnya habis. Dia membawa nampan berisi dua minuman itu ke ruang tengah dan meletakkannya di atas meja. Matanya menatap pria itu dengan tangan bersedekap dan senyum tipis itu muncul, suaminya tertidur. David pasti hari ini terlalu lelah sampai bisa tertidur dalam waktu kurang dari lima menit. Gadis tersebut mendekat, berjongkok disamping suami nya, memainkan rambut pria itu.

"Maaf," ujar Ara saat mata David perlahan terbuka, tersenyum menatap dirinya. "Aku akan menyiapkan kamar untukmu."

"Tunggu," David menahan gadis itu tetap di posisinya.
"Kenapa?" gadis itu bertanya dengan kepolosannya.

"Bagaimana kalau kita membeli rumah"

Ara menyentil kening Insan dengan gemas. "Apa membeli sebuah rumah? Wah, kau mengatakannya dengan sangat ringan seakan-akan hanya sedang membeli Fried Chicken"

"Aku hanya berfikir, mungkin kita akan lebih bebas, jika memiliki rumah sendiri"

"Dasar mesum!, jika alasan mu membeli rumah hanya karena itu lebih baik tidak"

"Bukan seperti itu" David berkata. Ia menatap Ara sekilas, lalu melanjutkan, "... Sekarang aku suami mu, aku bertangung jawab penuh untuk menjaga dan membahagiakan mu.
Aku merasa tidak enak pada Ayah dan Ibu mu.
Jika kau masih tinggal di sini, aku juga ingin punya rumah tangga yang mandiri."
Ia merapikan poni Ara yang sudah tidak teratur.

My Teacher is My HusbandWhere stories live. Discover now