part 17

14.1K 353 0
                                    

Ara keluar dari mobil lebih dulu, dia tidak mau repot-repot menunggu David membukakan pintu untuknya atau melakukan tata krama lain sebagai seorang pria sekaligus suami.

Dia terlanjur kesal. Entah kenapa. Mungkin karena pria itu mengajak nya untuk segera pulang. Mungkin karena pria itu berusaha memberi pengertian padanya jika dia masih memiliki banyak pekerjaan yang harus di selesai kan. Atau mungkin hanya dia yang terlalu bersikap berlebihan pada David. Lupakan semuanya, dia tidak mau ambil pusing.

Ibu, dan ayah Ara sedang asyik mengobrol di ruang makan ketika Ara melintas dan langsung naik ke lantai dua tanpa menyapa. Mereka sedang sibuk mengupas buah untuk persiapan makan malam dan sepertinya baru saja makan siang. Yah, ini masih jam makan siang dan tanpa Ara tahu David belum makan apa pun sejak kemarin malam, tadi malam ia hanya minum.

"Vid," Ayah Ara menegur David yang sepertinya ingin mengejar Ara. "Kenapa kalian?"

"Hanya salah paham.'' David menaiki tangga, meninggalkan dua orang tersebut.

Pria itu membuka pintu kamar Ara, tidak peduli dengan sopan santun atau tata krama yang harus dia jaga di rumah seorang gadis. Dia menoleh kesana-kemari sebelum menemukan punggung mungil itu di balik lemari yang menjadi sekat antara ruang baca dan ruang tidur. Kakinya melangkah mendekat tanpa berniat menyentuh. Dia hanya akan bicara. Tidak peduli gadis itu akan merespon atau tidak.

"Aku mengajak mu pulang agar kau bisa istirahat. Kau disana bahkan hampir sakit" ucap David dengan lembut namun ada ketegas di setiap kata nya.
Dia hanya ingin menegaskan pada gadis ini bahwa dia ingin yang terbaik untuk istri nya.

Ara akhirnya menoleh, menatap dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka bertatapan.

Ara menggunakan kedua tangannya untuk menyeret lengan David agar duduk di ranjang nya.
Mereka duduk berdampingan. Ara masih belum melepaskan lengan suaminya. Kepalanya tertunduk dalam. Dia -secara tiba-tiba- merasa bersalah entah karena apa. "Maaf." David tidak merespon. "Aku minta maaf untuk tingkah ku yang seperti anak-anak"

"Aku langsung marah pada mu tampa bertanya alasan mu ngengajak ku pulang"

"Aku-" pria itu akhirnya menoleh, dan betapa dia terkejut melihat kedua mata gadis ini memerah dan basah. Menatap penuh permohonan. Dia tidak pernah menerima tatapan itu sebelumnya, tatapan yang begitu putus asa hanya sekedar untuk meminta. "Apa aku terlalu egois? Aku hanya ingin kau baik-baik saja"

Ara menggeleng pelan, kembali menunduk sambil menyeka air matanya. Dia hanya diam ketika pria itu menariknya dalam pelukan. Mengusap punggungnya pelan.

"Kenapa kau cengeng sekali?" David mendengus.

"Kau pikir karena siapa aku menangis?!" hening sesaat. "Aku akan lulus tahun depan."

David menunduk tanpa melepaskan pelukannya. "Tahun depan?"

Dia tampak berpikir, menghitung lebih tepatnya. "Mei?" tebaknya.

"Mungkin. Sekitar bulan itu." Ara mendorong tubuh David menjauh.
"Besok Minggu, apa kau akan menginap?"

Senyum David kembali bermain. "Kau berharap aku menginap?"

"Ishh! Buang jauh-jauh pikiran kotormu!" Ara melotot sebelum wajahnya kembali santai. "Kak Faris , Zirma, Kak Adam, dan Andi akan menghabiskan malam bersama"

Mendengar kalimat terakhir yang gadis itu ucapkan, David curiga. Satu kakinya bersila di atas kursi berbentuk meja yang mereka duduki. "Apa maksudmu menghabiskan malam bersama?!"

Ara memiringkan kepala, menatap dengan mata menggoda. "Apa ya??" senyumnya terkulum. "Yang jelas akan berakhir berbeda jika aku menghabiskan malam denganmu."

My Teacher is My HusbandNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ