part 6

20.8K 640 9
                                    


Sepanjang ingatannya David adalah pelarian, dalam setiap hal. Lelaki itu bisa memposisikan diri sebagai apapun yang dia butuhkan oleh Ara. David bisa menjadi, kakak, guru, ayah, dan kekasih untuknya.

David memang seringkali memarahinya, melakukan beberapa hal yang sebenarnya disukanya.

David melarangnya untuk ke game canter, melarangnya pergi sendiri, melarangnya pergi malam, dan larangan- larangan yang tak masuk akal lainya.

Dan selama ini, sejauh jangkauan kekasihnya. Ara masihlah gadis baik', yang tidak pernah melanggar batasannya.

Ara menetapkan satu batasan tersendiri atas hidupnya, sebuah antisipasi menjaga dirinya sendiri.

Ara mempercepat langkahnya, menuju rumah David.

Gadis itu menggenggam erat ponsel ditangannya, tak menyadari keringat yang bercucuran.
Hahh, helaan nafas yang sedikit lega setelah sampai didepan pintu rumah David.

Ara menekan bell, yang ada didepan pintu rumah David, sebelum suara desingan pelan mengikuti gerakan pintu  yang mulai terbuka.

David tersenyum geli menyambut kedatangannya, tapi wajah pucat Ara tidak bisa ia abaikan begitu saja. Lelaki itu membawa Ara kedalam pelukannya, ia merasakan debaran jantung Ara.

"Seharusnya kau memintaku untuk menjemputmu, bagaimana jika ada pria usil yang menggangumu di jalan." Ara tak mengatakan apapun, ia masih mengeratkan pelukannya pada tubuh besar David yang masih merengkuhnya. Baru setelah beberapa saat Ara mau melepaskan pelukannya.

"Mau coklat hangat?" Tawaran yang langsung dibalas anggukan cepat'Ara.

Ara mengekori David yang berjalan menuju dapur. Ara mendudukkan dirinya dikursi pantry, menggeser laptop David yang masih menyala.

"Dev, apa menurutnya hubungan kita akan lancar?" Tanyanya dengan suara pelan. David nampak berpikir sejenak, sebelum memberikan mug yang berisi coklat hangat pada Ara.

Lelaki itu menatap lembut kekasihnya, yang kini menyesap minumnya sambil menunggu jawabannya dengan sabar.

"Bukan umur yang membuat hubungan kita dapat menjauh Ara, bukan perbedaan juga yang membuat kita saling bertolak belakang dan bukan status yang membuat kita menjadi terpisah...." Ucap David meyakinkan Ara, sebelum melanjutkan ucapannya kembali.

.. kita hanya harus melengkapi dan yang terpenting adalah cinta dan saling percayaan, kesetiaan."

Ara tersenyum mendengar jawaban David, dia setuju dengan semua yang dikatakan oleh kekasihnya.

"Apa sekarang kau sudah mengerti?" David menatap Ara dengan perasaan sayang yang memenuhi setiap sendinya.

.

.

.
Ara menarik sudut bibirnya,  membentuk sebuah senyum manis yang membuat wajahnya semakin bersinar.

Gadis itu memakai kaos kaki hitam semata kaki, dan juga sneakers putih kesayangannya.
Membiarkan rambutnya tergerai, dan dijepit dengan jepitan kupu-kupu semakin mempermainkan penampilannya.

David yang didalam mobil mengamati kekasihnya yang barusan keluar dari rumahnya, lelaki itu menampilkan senyum yang tak kalah lebar.

Sementara Ara yang tidak menyadari tatapan aneh David, cuek saja ketika membanting ransel hitamnya dikursi kosong yang ada disampingnya.

"Apa?" Ara melotot pada David yang masih menatapnya, lelaki itu tersenyum geli saat mendengar nada sinis yang keluar dari bibir kekasihnya.

"Kau kenapa? Sinis sekali?" David tekekeh pelan sebelum malajukan mobilnya. Ara melirik David yang masih fokus mengemudi, jujur saja ia ingin mendapat sedikit pujian dari David atas penampilannya pagi ini.

Ini  adalah hari Senin, setidaknya ia butuh sedikit motifasi untuk menambah semangatnya dalam belajar. Tapi sepertinya David melupakan satu hal itu, pikirannya dengan wajah yang mendadak lemas.

David mengamati wajah masam Ara, ia menyadari hal itu sejak pertama kali keluar dari rumahnya.
Dia tersenyum geli saat menyadari apa yang dipikirkan oleh kekasihnya saat ini.

Bahkan saat sampai didepan halte, Ara masih belum mengatakan apapun. Gadis itu membuang tatapan keluar jendela. Terdengar kekanakan mungkin, tapi David menyukai sisi kekanakan didalam diri Ara.
Ara meraih hendle pintu siap untuk membukanya.

"Kenapa pintunya tidak bisa dibuka?" Tanyanya yang masih menunjukkan wajah masam.

David tidak mengatakan apapun.
"Dev kita bisa terlambat." Suara rengekan Ara yang bercampur dengan wajah kesal, membuat gadis itu semakin terlihat mengenakan.

David meraih wajah Ara, mencium keningnya dengan sayang.
"Aku lupa mengatakan satu hal," David melemparkan tatapan jenaka.

"Kau sangat manis, dan begitu cantik hari ini. Karena kau adalah, Ara ku." Ara merasakan wajahnya memanas, gadis itu tersipu malu dengan perkataan David yang menurutnya sangatlah manis.

Satu senyuman manis yang sedari tadi ia tahan, menjadi ekspresi Ara selanjutnya.

"Kau terlambat menyadarinya Dav." Katanya sambil membuang muka.

.

.

.

To be continued

My Teacher is My HusbandWhere stories live. Discover now