part 9

16.4K 505 2
                                    

putri, ajeng, dan fia tidak dapat menyembunyikan rasa takjub mereka, saat pintu  rumah apartemen ara terbuka. bukan karena mewahnya apartemennya, tapi karena sosok yang telah berbalik hati membukakan pintu untuk mereka. dia adalah sosok pria tampan berpostur tinggi tegap. wajahmu sekilas tampak seperti ara, dengan rahang tegas, dan hidung tinggi. tak hanya tampan , pria itu juga memancarkan aura sexsi. gaya berpakaianpun sangat fashionable. benar-benar sempurna!

"kalian teman-teman ara?" ughh! bahkan, suara pria itu terdengar sexsi ditelinga mereka. membuat mereka menahan diri untuk tidak menjerit.

"e_eh iya kak." jawab putri mewakili kedua temannya sedikit kikuk. nova dan ajeng hanya tersenyum canggung.

faris mundur sedikit lalu memiringkan badannya, tanda mempersilahkan ketiga gadis itu untuk masuk ke apartemennya.
"ayo, masuk! ara sudah menunggu kalian dilamarnya."

ajeng, putri, fia kompak mengangguk dengan gerakan yang bisa dibilang berlebihan. faris lebih memilih untuk mengabaikannya dan tetap meminta mereka masuk. begitu ketiga gadis itu berada di dalam apartemen, faris pun menutup pintu dan mengekori mereka guna menunjukkan ruangan yang harus dituju.

"ini kamar ara, kalian langsung masuk saja. kalau butuh apa-apa seperti makanan atau minuman, kalian bisa ambil sendiri didapur anggap saja rumah sendiri." ujar faris begitu sampai di depan kamar adiknya.

fia dan ajeng langsung tersadar dan mereka langsung bergegas membuka pintu kamar ara.

"oh, kalian sudah datang? kemarilah?" sambut ara yang sedang membaca buku diatas ranjang.  gadis itu membenarkan posisi duduknya agar ketiga temannya bisa duduk dengan nyaman.

"ara!."  rengek putri sambil berjalan cepat menuju ara. ia langsung memeluk ara dan bersikap seolah-olah mereka sudah tidak bertemu selama bertahun-tahun. melihat sikap manja putri, ajeng dan fia pun tertawa. tapi tak lama mereka melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan temanya itu.

keempat orang itu berpelukan seperti teletubbies.

ara mengeryit keheranan. " ada apa dengan kalian?"

"kami rindu dan khawatir  sekali padamu!" fia berkata. ia dan kedua sahabatnya yang lain sudah berhenti memeluk ara.

fia langsung merenggut sebal sambil memukul ara dengan gerakan main-main.
"kenapa sih kau tidak menghubungi kami, dan menceritakan semua."

"cerita soal apa?"

"soal kau yang tidak ikut liburan kemarin?".

ara kaget "kalian tau?"

ketiga sahabat ara mengangguk.
"pak david, yang menceritakan semua pada kami." putri berkata.
ia mendengus kemudian. "harusnya kau langsung menghubungi kami, saat itu kami bisa menemanimu mu."

ajeng angkat bicara. "ara, maafkan kami ya karena tidak ada disamping mu saat kau sakit, coba saja kau memberitakan kita pasti kami akan lebih memilih menemani mu."

ara tersenyum penuh haru. ia tidak menyangka kalau ketiga sahabatnya akan peduli sampai seperti ini. tampa perlu berkata-kata, gadis itu kembali menarik para sahabatnya kedalam pelukan erat. putri, ajeng, dan fia  tentu saja membalas dengan sama eratnya.

"terimakasih atas perhatian kalian. aku sudah tidak apa-apa kok. lagi pula kemarin ada orang tuaku dan kakakku yang merawat dan menemani ku. aku tidak ingin membuat kalian khawatir, atau justru kerepotan..."

"tapi kami juga ingin melakukannya." sentak ajeng kemudian.
"apa gunanya kami sebagai sahabat kalau bukan menjadi tempat berbagi? sudah sewajarnya kita sebagai sahabat, kita saling merepotkan_ah, tidak, tidak! itu bukan sesuatu yang merepotkan kok. itu termasuk berbagai."

merekapun tertawa mendengar perkataan ajeng lantas mereka kembali berpelukan. tak lama setelah itu, keempat gadis cantik itu sudah larut dalam berbagai macam obrolan, dimulai kenapa ara tidak ikut liburan sampai tentang kakaknya tadi. ara hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar decak kagum dan melihat binar memuja dari para sahabat-sahabatnya.

"omong-omong kenapa wajah kakakmu sedikit familiar ya? aku seperti pernah melihatnya." putri menyuarakan apa yang menjadi pertanyaan dalam benaknya sejak tadi. well, tapi setelah faris mengantar ia dan kedua sahabatnya ke kamar ara, putri baru sadar kalau ia sepertinya pernah melihat wajah kakak ara sebelumnya. tapi dimana dan kapan, putri tidak ingat.

ara  dan kedua sahabatnya langsung mengernyit.

"benarkah?" ara bertanya. ia cukup merasa heran  karena sepertinya baru kali ini sahabat-sahabanya bertemu dengan kakaknya.

putri berpikir sebentar kemudian mengangguk walaupun sedikit ragu.







to be continued

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang