"Sudahlah, Leila," bujuk Alatas saat aku menghampirinya. "Aku yakin Meredith memang lebih aman di sini."

Aku tidak berani menyanggah Alatas saat pandanganku jatuh ke sebelah kakinya yang patah karenaku—walau sedikit, aku pun masih bisa merasa bersalah. Dia berdiri dengan tongkat penyangga yang dibuatnya dari logam hasil mencungkili pipa got. Aku sempat terkagum-kagum melihatnya menempel-nempel logam cair dan menjadikannya padat semudah mengolah adonan dari tanah liat.

"Lagi pula cewek itu mungkin akan menyulitkan kita," gumam Truck. "Dia sama sekali bukan tipe petarung. Memang lebih baik dia di sana daripada mengikuti kita ke Kompleks Sentral."

Kugertakkan gigiku. Hampir saja aku akan mengajak Truck berkelahi, tetapi Alatas menarik sikuku. Matanya melirik tanganku yang terkepal. Lantas kusadari kertas kecil dari Meredith menyembul keluar dari sela jariku.

"Cepat jalan," suruh Raios seraya melewati kami. Buru-buru kujejalkan kertas itu ke saku celanaku yang tidak robek.

Kami menelusuri terowongan selama setengah jam atau lebih untuk sampai ke ceruk yang menuntun kami pada ruang bawah tanah besar berdinding logam. Namun, ruang bawah tanah itu kosong dan berbau busuk.

"Ini ... markas Steeler?" tanya Alatas.

Raios berdecak sembari mengelilingi ruang bawah tanah itu. "Sudah dikosongkan. Para Steeler itu pasti tertangkap oleh Kesatuan Pemburu semalam."

"Tapi, kami sudah membunuh semuanya semalam," sanggah Truck. "Hanya dua atau tiga yang berhasil lolos."

"Kau kira Kesatuan Pemburu yang menyerang kemari hanya itu? Mereka membagi pasukan saat merazia tempat-tempat macam ini. Yang kalian hadapi semalam tidak sampai seperempatnya," tukas Raios. Dia memanjat keluar ceruk seraya menggerutu. "Tidak ada yang bisa dikais lagi di sini."

Selama perjalanan keluar dari gorong-gorong, tidak ada yang bicara sama sekali. Raios memimpin di depan, tidak menoleh atau pun menunggu. Dia bersikap seolah-olah kami tidak ada. Truck dan Alatas menjaga jarak aman di belakang Raios, sementara aku di belakang mereka berusaha menyeret Erion yang masih terkantuk-kantuk. Anak itu menguap tiga kali dengan kepala yang terangguk-angguk lemah sampai kami keluar dari pipa pembuangan.

"Kau, sih," bisikku seraya menggoyang-goyangkan gandengan tanganku dengan Erion. Anak itu sempat tersandung bebatuan begitu kami naik ke permukaan. "Kau tidak tidur semalaman dan malah mengobrolkan makanan dengan Truck."

Kepala Erion bergoyang lemah, miring kanan-kiri, tertunduk dan terdongak. Dalam keadaan setengah sadar seperti itu, pikirannya masih menyenandungkan, Roti kismis, susu, bakpau, telur rebus, nasi ....

"Di mana tepatnya Kompleks Sentral ini?" Alatas memecahkan kesunyian setelah beberapa jam belakangan kami berjalan tanpa saling bicara.

Raios menjawab tanpa menoleh. "Dari sini, kita mesti melewati Kompleks 4, Kompleks 12, dan Kompleks 1 untuk sampai di sana."

Aku mungkin tidak ingat letak-letak kompleks itu beradasarkan penjelasan Neil dan Op sebelum mereka meneleportasi kami, tetapi aku jelas ingat susunan kompleks-kompleks di Pulau Baru sama sekali tidak beraturan atau tersusun berdasarkan angka seperti kompleks yang lama. Semua Kompleks di sini tersebar secara acak.

"Kira-kira saja," kataku sambil mengguncangkan tangan Erion agar dia tetap bangun. "Butuh berapa lama kita sampai kalau jalan kaki?"

"3 bulan kalau kita jalan kaki 12 jam sehari. Tapi, kita bisa memotong jalan kalau bisa masuk ke kompleks. Kalau kita lolos dari Penjaga, Pemburu, dan Pengawas, kita bisa mencuri mobil atau kendaraan lainnya. 5 hari pasti sampai."

"Baiklah," komentar Truck. "Kedengarannya mudah."

"Dan, bagaimana dengan pasukan Fervent yang kau himpun itu?" tanyaku.

RavAgesWhere stories live. Discover now