"Bisa, namun tidak dengan cepat," kata Polisi itu pelan.

Dera kembali terdiam membisu, membuat susasana berubah kaku. Gerald menatap Dera, mengkhawatirkan kondisi istrinya yang terlihat sangat lesu sejak kejadian kemarin.

"Ehkm, kalau begitu mari kita kembali ke kantor, kita mulai pembicaraan," kata Polisi itu canggung. "Oh dan tentang Nak Rian, setelah sesi interogasinya dia bisa langsung pulang dengan Anda."

Hati Dera melega sedikit mendengar tentang itu. Mereka berjalan menuju kantor dengan tangan Gerald yang tidak pernah meninggalkan tangannya Dera.

Saat tiba di kantornya, Dera dan Gerald dipersilahkan duduk menghadap ke meja introgasi.

"Jadi kami mulai, tapi sebelumnya kami mendapatkan laporan bahwa Nyonya Heston, Anda sebelumnya mengalami kekerasan dalam keluarga Anda, benarkah itu?" tanya polisi itu. Dera mengangguk ragu.

Terkuaknya sebuah masalah, dan masalah lainnya pun akan muncul ke permukaan. Begitu hukum dosa di dunia ini.

"Mungkin Anda tidak ingin bertemu dengan mereka, tapi sekarang di kantor ini ada ayah dan ibu Anda," kata Pak Polisi.

Mata Dera dan Gerald membelalak kaget. Gerald menatap Dera lekat.

"Kau ingin bertemu dengan mereka?" tanya Gerald. Dera bertahan bungkam. "Kalau kau tidak mau tidak perlu dipaksakan, Sayang."

Dera menghela nafas panjang. "Aku akan bertemu dengan mereka."

"Kau yakin?"

Dera mengangguk, "Yakin."

Mereka bertiga beranjak dari kursi mereka masing masing dan lalu berjalan ke ruangan sebelah. Dari ruangan itu sudah terdengar suara ribut, seperti sedang ada perdebatan.

"Saya TIDAK tahu apa apa soal kekerasan dan semacamnya!" Bentak sebuah suara yang familier membuat ingatan kembali menyusup di dalam benak Dera. "Saya ingin anak perempuan saya dikeluarkan sekarang juga! DIA TIDAK GILA! Ini semua hanya KESALAHPAHAMAN! KELUARKAN DIA SEKARANG!"

Ibunya itu yang selalu identik dengan kekerasan, bahkan sudah siap untuk memukul atau menjambak rambut petugas di hadapannya.

Dera tidak pernah berani melawan ibunya yang kasar sepanjang hidupnya, tapi kali ini disebelahnya ada Gerald. Hanya berada bersamanya saja sudah cukup membuat Dera merasa sangat percaya diri.

Pintu ruangan itu diketuk, membuat seluruh perhatian tertuju kepada mereka.

Begitu mata Dera bertemu dengan mata ibu murka tirinya itu, Dera langsung membeku.

"KAU! ANAK SETAN!"

Rina langsung berlari dan saat itu juga dan,

PLAKK!!

Ditampar olehnya wajah Dera sampai membekaskan warna merah yang terasa sangat perih. Air mata mengancam akan keluar dari matanya.

"SEMUANYA KARENA DIRIMU! Semuanya jadi berantakkan karena KAU! ANAK SIALAN!" Gerald reflek menahan tangannya.

"LEPASKAN!"

"Tidak sampai Anda bisa belajar sedikit tentang etika," kata Gerald tajam.

Sebelum Rina bisa berulah lagi, dua polisi datang menahannya.

Mata Dera yang sudah berkaca kaca, diusap olehnya. Matanya menerawang mencari sosok ayahnya yang terduduk disana sambil melihat ke arah jendela, seperti tidak peduli apapun yang terjadi. Bahkan orang berdarah dingin ini tidak perduli jika anak kandungnya masuk ke penjara sekalipun.

Kembali lagi ibunya meronta ronta di bawah tangan kedua petugas itu berusaha untuk melepaskan diri.

"Kau tidak apa apa? Sakit?" tanya Gerald.

Dera tersenyum. "Aku tidak apa apa."

"Jangan membual, tamparannya bahkan sudah mulai membiru, ayo ke rumah sakit."

"Tidak apa Gerald, tidak usah berlebihan sampai ke rumah sakit."

"Tapi tetap saja," kata Gerald. "Ayo kita mengobati wajahmu lalu pergi dari tempat ini, disini tidak aman."

Dera menggenggam tangan Gerald lalu menyandarkan pipinya di tangan besar Gerald dan tersenyum. "Sebelum itu, berikanlah aku waktu sebentar. Aku ingin berbicara dengan Mamah. Temani aku."

Gerald tersenyum lembut lalu mengiyakannya. Dera berjalan tanpa sekalipun melepaskan genggaman tangannya yang mulai berkeringat di tangan Gerald.

"LEPASKAN AKU! LEPASK-"

"Mamah," panggil Dera pelan, namun tegas. Kembali lagi amarah terpancar dari manik mata Rina.

"JANGAN PANGGIL AKU MAMAH, ANAK SIALAN!"

Dera mengangguk kecil."Baiklah, Rina."

"Aku tidak tahu untuk apa aku ingin berbicara denganmu, kau membesarkanku di dalam keluargamu dan membuatku percaya bahwa keluargaku memanglah hancur. Aku tidak pernah merasakan sedikitpun kasih sayang seorang ibu dari kecil, dan itu semua karena dirimu."

"Karena dari awal aku tidak pernah mengasihimu! Tidak pernah dan tidak akan!" bentaknya. Kata katanya tetap saja terasa menyakitkan.

Dera menghela nafas panjang dan melanjutkan. "Aku tidak ingin banyak beromong kosong denganmu. Aku hanya ingin berterimakasih kepadamu. Rina, aku ingin berterimakasih pertama atas sumpah serapahmu, kau membuatku sadar kau tidak bisa melebihiku tanpa merendahkanku terlebih dahulu. Terimakasih atas bencinya, aku menjadi tahu betapa tidak butuhnya diriku akan kasih cintamu. Makasih atas hari hari tanpa makannya, aku jadi bisa memakan sesuatu yang jauh lebih layak daripadamu sekarang. Terimakasih atas kasih sayang yang tak pernah kau berikan, Aku sadar betapa menjijikan kasih sayang palsumu itu. Dan terimakasih atas segalanya keburukan yang telah kau berikan, aku sadar selama ini aku jauh lebih baik daripada dirimu.

"Terimakasih telah memberikan aku hidup seperti neraka, dan tolong tetaplah menjadi malaikat jahanam yang keji, karena kau tidak membutuhkanmu di kehidupanku yang indah sekarang. Jadi jangan pernah mengganggu kehidupanku lagi, coretlah aku dari daftar keluarga munafikmu itu, aku tidak membutuhkan tempat disana. Sekali lagi terimakasih, dan selamat tinggal."

.

FOLLOW ME ON INSTAGRAM
Nanreina

Deraku akhirnya membernaikan diri :")

Yang udah baca tapi gabut nungguin update, mendingan cek dulu cerita yang UNSPOKEN LOVE. soalnya ngga kaya cerita perfect accident, cerita ini ngga ada spoiler buat kalian tim pembaca revisi <3

Next? Komennn!!!

KOMEN ya semuanya!! Yang banyak, spam aja gapapa <3

Jangan lupa VOTE dan KOMEN! Thank youu!!

Love you all!!

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang