Rian mengangguk mantab membuat Dera tersenyum lega.

"Dera," panggil Rian.

"Hmm?"

"Sebenarnya apa yang kau lakukan sehingga Ellena memperlakukanmu seperti itu? Maksudku, bahkan kehilangan otaknya sampai berniat untuk membunuh kakaknya sendiri," kata Rian.

Dera mengangkat kedua bahunya. "Aku sendiri pun tidak tahu, aku menyayanginya dan dulu kita adalah adik kakak yang sangat akur. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Mungkin karena dirimu? Aku dikeluarkan dari rumah pun karenamu juga kan," kata Dera.

"Mengapa kau jadi menyalahkanku?" tanya Rian. "Aku tidak melakukan apa apa sampai membuatmu perlu diusir dari rumah."

"Kalau ingat, kau mengantarku pulang ke rumah," kata Dera dengan santai. "Kau menembakku, kau perhatian padaku, kau menggendongku ke UKS waktu itu, kau mengatakan dengan pedenya kepada semua orang kau menyukaiku. Itu sudah sangat cukup membuat Ellena marah besar kepadaku."

Rian mengangguk angguk paham, tapi sepertinya orang ini lebih lambat dari yang Dera bayangkan.

"Eh, jadi karenaku!?" tanya Rian setengah berteriak. "Ellena mengusirmu dari rumah karena aku menembakmu waktu itu!?"

"Itu yang sedari tadi aku coba katakan. Kau baru mengerti sekarang?" tanya Dera sembari tertawa. Bahkan si anak IT genius ini pun otaknya bisa menjadi siput terkadang.

Rian masih terdiam terlihat syok. "B-bagaimana bisa? A-apa yang dikatakannya?"

"Dia mengatakan kepada mamah kalau kau berpacaran dengannya dan aku seenaknya mengambilmu darinya," kata Dera. Wajah Rian yang kaget berubah ekspresi menjadi jijik.

"Aku berpikir dia sebaiknya menjadi penulis saja daripada membuang buang ide gilanya merusak hidup orang lain," cibirnya kesal. "Aku berpacaran dengannya? Menjijikan sekali, lebih baik aku sendirian seumur hidup daripada sampai sekali kali berpacaran dengannya."

"Tapi, Dera, Maafkan aku," kata Rian.

"Untuk?"

"Karena aku kau harus kehilangan rumahmu," kata Rian merasa menyesal.

Dera menggeleng sembari tersenyum lebar. "Malah sebaliknya, kalau kau tidak membuatku diusir dari rumah, mungkin sampai sekarang aku masih hidup terjebak di tempat terkutuk itu," kata Dera. "Tapi mungkin jika kau tidak pernah keluar rumah aku juga tidak akan merasakan sakit hati seperti yang kurasakan dulu. Jadi impas."

"Tapi kau lebih menyukai hidupmu sekarang?" tanya Rian.

"Tentu! Aku sangat menyukai hidupku sekarang," kata Dera tertawa dengan sangat lebar.

"Syukurlah," kata Rian.

"Rian, apakah kau tahu untuk apa Gerald pergi ke Inggris?" tanya Dera. Rian menggeleng keras yang Dera langsung ketahui adalah sebuah kebohongan. "Jangan berbohong, Rian."

"A-aku... anu..." kata Rian. Dera menatap Rian intens. "Tanyakan kepada Pak Tua saja."

"Makanya dia tidak ingin menjawabku. Ada apa?" tanya Dera.

"Aku menyerahkan semua hak kewajiban memberitahumu kepada Pak Tua. Sekian, aku ada urusan dengan panggilan alamku," kata Rian langsung kabur masuk ke dalam toilet, meninggalkan Dera yang sibuk menatap punggung Rian yang berlari kecil ke arah toilet dengan perasaan dongkol.

---

"Ada apa Gerald? Kau terdengar lelah," kata Dera cemas. Malamnya Gerald meneleponnya menyakan kabar Dera.

"Flight ke sini memakan waktu belasan jam dan aku baru sampai sekarang, wajar saja aku merasa lelah" kata Gerald. "Dan bagaimaan dengan dirimu? Ini sudah jam 1 malam di Indonesia, mengapa kau masih terbangun?"

"Aku tidak suka tidur sendirian," kata Dera.

"Bayangkan saja ada aku disebelahmu."

"Tidak semudah itu," kata Dera lesu. "Apa aku harus memanggil Rian untuk menemaniku, ya?"

"Jangan coba coba, Sayang," kata Gerald. Dera membalas terkekeh.

"Aku sangat lelah, aku akan tidur sekarang," kata Gerald. "Kau juga sebaiknya cepatlah tidur."

"Iya, aku akan," kata Dera mengangguk walaupun dia tahu Gerald tidak akan melihatnya. Dera merasa hangat saat akhirnya mendengar kembali suara Geald malam ini.

"Dera, jangan lupa matikan lampu, kunci kamarnya, dan jangan menyalakan AC terlalu dingin. Jangan pakai baju tipis karena aku tidka ingin kau masuk angin, dan jug-"

"Iya astaga, bawel!" kata Dera mencibir. Mencibir senang. "Jangan lupa pulang sebelum minggu depan!"

"Memang ada apa dengan minggu depan? Kau sangat memaksaku untuk pulang tepat seminggu kedepan," kata Gerald, Dera rasanya ingin menepuk jidat laki laki itu.

"Aku tidak akan memberitahumu sebelum kau juga memberitahu kepadaku alasan kau pergi ke Inggris selain hanya menjawab dengan 'urusan yang belum selesai' saja," kata Dera. "Intinya kembalilah sebelum nanti minggu depan, kau mengerti?"

"Baiklah baiklah, aku mengerti," kata Gerald. "Aku tidur, ya."

"Iya, selamat malam," kata Dera. "Oh, Gerald."

"Hmm?"

"Aku mencintaimu," kata Dera berbisik. Senyumnya melebar, dan Dera bisa merasakan Gerald juga sedang tersenyum di balik sana.

"Aku mencintamu Dera. Tidurlah dengan nyenyak."

.

FOLLOW ME ON INSTAGRAM

Nnareina

tripleee!!! yeyyyy

Next? Komennn!!!

KOMEN ya semuanya!! Yang banyak, spam aja gapapa <3

Jangan lupa VOTE dan KOMEN! Thank youu!!

Love you all!!

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora