26. Habis Makan Ya Tidur!

Start from the beginning
                                    

Whats!?!!

Bisa-bisanya lo berpikir begitu. Tidak, tidak, Lily! Gak boleh mikir begitu. Nanti kamu salah paham lagi kayak dulu. Kalian berteman #Sisi Baik kembali bersuara.

Eh, boleh saja. Kenapa tidak? Kalau Ajie-nya mau, why not? Coba denger, dia sebut Lily apa barusan ke dokter? #Sisi Jahat mendengus.

Dari ujung tempat tidurnya, Lily mendengarkan obrolan Ajie dengan seorang dokter. Satu perawat sibuk membersihkan dan mengobati luka-luka luar Lily, yang lainnya mengatur infus agar tak terbelit.

" ... kapan kira-kira, dok? Istri saya tadi jatuh lumayan keras, jadi... "

"Kita akan melakukan pemeriksaan CT-SCAN pada istri bapak dan ... "

"Tolong apapun yang harus dilakukan untuk istri saya, lakukan saja!"

Sang dokter mengangguk-angguk. Ketika perawat meminta tandatangan Ajie, dengan ringan ia membubuhkannya.

Lily baru menyadari, sedari tadi Ajie selalu menyebut dirinya 'istri saya'. Mulut Ajie bergerak ringan menyebut panggilan itu, tanpa kuatir ada orang yang akan mengenalinya. Atau, bagaimana kalau hati Lily yang lemah ini akan tergoda untuk menganggapnya serius sekali lagi? Apa boss galak itu tak takut kalau sekretaris salah tanggap?

"Biar cepet urusannya! Sudah kamu istirahat saja dulu!" ucap Ajie saat tatapan mereka bertemu, seakan tahu isi pikiran Lily.

Kadang Lily merasa Ajie itu seperti seorang cenayang, yang mampu membaca pikiran orang dengan begitu cepat. Jangan-jangan karena itulah, pelarian Lily juga ketahuan karena kemampuannya itu. Lily bergidik. Sudahlah, ia pusing memikirkan Ajie terus. Kepalanya sakit.

#Sisi Jahat dan #Sisi Baik! Ayo tidur! Whatever happen, setelah makan itu enaknya tidur!!

***

Cewek satu ini sebenarnya sakit atau memang hanya ingin tidur sih? 

Ia tertidur hanya beberapa menit setelah kepalanya menyentuh bantal. Bahkan sampai ditepuk-tepuk pipi oleh perawat, ia masih tertidur. Perawat lain yang kuatir, buru-buru memeriksa, mengira Lily pingsan. Namun saat akan melakukannya, tiba-tiba Lily langsung duduk dengan mata tertutup, rambut berantakan menutupi sebagian wajahnya dan mulutnya terbuka lebar. Dua perawat itu mundur seketika. Kaget. Tapi setelah itu mereka sibuk menahan tawa saat melihatnya.

Ajie ingin marah, tapi ia juga tak bisa tidak tertawa. Lily memang lucu. Selalu lucu. Dalam keadaan apapun. Sesuatu yang membuatnya selalu ingin menggoda gadis itu. Seperti biasa, Ajie mengambil foto gadis itu. Biar saja, yang penting sekarang ia punya kartu ajaib agar gadis lucu ini menuruti keinginannya nanti.

Untung saja, Lily tak mengalami luka dalam berarti selain sprain angkle dan memar, yang semua bisa dirawat di rumah. Benturan di kepala Lily sempat dikuatirkan dokter. Dokter menyarankan Lily untuk beristirahat di rumah sakit untuk observasi kondisi kepalanya selama 24 jam setelah benturan, tapi ia menolak. Lily boleh pulang setelah menerima obat dan mendengar pesan dokter untuk kembali jika ia merasa pusing atau muntah tiba-tiba. Setelah infusnya habis, ia memilih pulang.

"Kenapa gak nurut omongan dokter sih?" tanya Ajie sedikit keras saat mobil meluncur keluar dari halaman rumah sakit.

Setelah tadi tidur sekitar satu jam lebih, sakit di kepala Lily hilang begitu saja. Ia sendiri heran. Tapi untuk mengakui itu, jelas ia tak enak. Ajie menungguinya dengan sabar selama ia tidur tadi.

"Lily takut Emak kuatir, Pak! Hari ini Lily mau pulang ke Bogor, udah janji sama Emak," jawabnya jujur. Lebih baik itu saja alasannya. Lagipula ia memang tidak bohong. Tiap Jumat sore, Lily memang selalu pulang ke rumahnya di Bogor. Menengok kedua orangtuanya. Sementara Tian mengunjungi ibunya.

"Ya sudah, saya anterin kamu langsung ke sana saja!"

"Eeh jangan, Pak! Jangan!" Bisa gawat kalau Ajie ke rumahnya. Lily tak berani membayangkan reaksi kedua orangtuanya yang super aneh itu kalau bertemu Ajie. Ini menyangkut pekerjaannya, masa depannya, dan tentu saja... impiannya.

"Kenapa? Kamu sembunyiin apa lagi dari saya? Kamu bohong lagi ya?" selidik Ajie sambil melemparkan lirikan tajam.

Bahu Lily mengendur, "Lily gak bohong kok, Pak. Lily hanya... mmm... mmm... "

"Apa? Apa kamu memang benar-benar sudah menikah? Sampai takut saya ketemu orangtua kamu gitu."

Sesaat Lily menangkap sinar mata Ajie begitu sendu, seperti ada keraguan di balik tatapan matanya. Perasaan tidak enak menyerbu masuk ke hati Lily.

Kedua tangan Lily melambai-lambai di depan dadanya, "Enggak! Beneran enggak! Lily malah takut nanti orangtua Lily yang salah paham, Pak! Nanti dikira Bapak itu pacar Lily. Lily gak pernah bawa cowok ke rumah!"

Ada kedut kecil terlihat sekilas di sudut bibir Ajie lagi. Lily yakin, laki-laki itu yang justru menyembunyikan sesuatu. Dan Lily benar-benar tak ingin membayangkannya.

"Ooh itu saja, kirain apa."

Hanya itu? Tidak tentu saja, tiba-tiba Ajie memikirkan sebuah ide baru di kepalanya.

"Kalau nanti orangtua Lily salah paham bagaimana?" gumam gadis di sebelah Ajie itu dengan nada rendah.

Ajie hanya mengendikkan bahunya. Tak masalah. Apapun untuk gadis mungilnya.

"Ya kita nikah saja, gitu aja repot," tandas Ajie senyum-senyum.

"Ssssh," desis Lily sebal sambil melirik Ajie. Mulutnya cemberut lagi.

Ajie tertawa dan sekilas melirik gadis kesayangannya itu. Dan...

Li, kamu justru cantik seperti itu!

Ajie merasa seluruh dunia sedang berada di tangannya. Entah mengapa hari ini semua yang ia pikirkan terwujud tanpa sengaja.

Ia baru memikirkan caranya agar bisa mengajak Lily mau makan siang bersamanya, dan gadis itu mengajaknya. Ketika ia tengah membayangkan respon Lily jika ia ingin berkunjung ke rumah gadis itu, tiba-tiba saja peluang itu muncul karena kaki gadis itu.

Memang caranya sedikit tidak menyenangkan. Ajie juga merasa tidak enak karena itu. Tapi apa ada kemungkinan lain jika tidak seperti ini?

Lily memang selalu terlihat seperti anak kecil, selalu lucu dan tertawa seperti manusia tanpa dosa. Tapi entah kenapa Ajie merasa ada sesuatu yang disembunyikan gadis muda itu. Sesuatu yang hanya bisa dirasakan, namun tidak bisa dipahami. Firasat Ajie yang membacanya. Cuma apa itu, Ajie sendiri tak bisa mengerti.

Telepon Lily bergetar. Lumayan keras untuk ukuran ponsel yang sedang di-silent. Ajie saja bisa mendengarnya. Tapi gadis itu malah diam saja. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Berkali-kali Ajie meliriknya, gadis itu masih diam menatap ke depan dengan kening berkerut. Tangan Lily bukannya mengambil handphone, malah sibuk memilin-milin ujung bajunya.

Apa sih yang dipikirkan gadis itu hingga ia seperti berada di dunia lain?

Apa ada yang salah di kepalanya setelah jatuh tadi?


*****

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Where stories live. Discover now