Halaman 52 : Jangan Menangis

Start from the beginning
                                    

Tom tidak menggubris ucapan Marcel namun melihat mata Marcel yang sayu menjadi heran. "Kau tidak ingin terlihat lemah. Tapi mengapa matamu sembab? Kau menangis?"

"Aku tidak menangis. Aku menahan air matanya agar tidak menetes."

"Jangan pura-pura tegar padahal kau rapuh. Menangislah, lagipula hanya ada aku disini. Kau tahu, laki-laki juga manusia."

Mengalirkan sudah air mata yang ditahannya. Meruntuhkan jiwa kuat dalam dirinya, pria pirang ini menangis layaknya anak kecil yang kehilangan permennya. Tom hanya dapat tersenyum getir melihat nasib temannya yang sangat buruk.

"Hiks... Aku salah apa, Tom? Mengapa hidupku sulit untuk dilewati? Apakah Tuhan sangat menginginkan nyawaku sekarang juga?"

Tom menepuk-nepuk pundak Marcel berusaha menenangkannya. "Sstt, tenanglah. Jangan berburuk sangka pada Tuhan, tidak baik. Untuk kali ini lupakan Marcel si bajingan busuk yang sering buat onar. Sekarang kau Marcel, sahabatku."

"Sialan kau!"

"Sudahlah, sekarang lebih baik kita tidur. Aku mulai mengantuk berat," ucap Tom lalu menguap.

"Kau yakin? Ini sudah pagi, jam lima lewat lima belas detik."

"What the hell... Sudah merasa lebih baik? Kau perlu air minum?"

"Lumayan. Meski sebenarnya kau payah sekali menenangkan orang yang menangis, tapi tak apalah daripada kupendam malah menjadi dendam." Marcel merubah posisi duduknya. "Oh iya, ngomong-ngomong tadi kau pergi naik motor, kenapa pulangnya jalan kaki?"

"Motornya jadi jaminan mereka karena aku belum bayar bensinnya. Lagipula yang jual bensin itu orang sangar bertatto pula, ih mana banyak banget temennya lagi pada kumpul. Kau tahu, aku benci pria bertatto," jawab Tom sambil merinding.

"Hei, bodoh. Kau juga bertatto!" sanggah Marcel kesal.

"Itu beda masalah. Tatto itu akan keren jika dipakai oleh orang keren juga, misalnya seperti aku, jadi cocok. Kalau mereka? Tampangnya aja yang sok-sokan pakai tatto agar terlihat keren? Cih, mereka itu tidak keren."

"Aku yang bego atau kau yang kepedean?" Marcel mulai jengah.

"Kau yang bego! Aku yang keren!" Tom tertawa melihat muka masam temannya.

"Terserah. Tom, bisa tolong aku?"

Tom menghentikan tawanya. "Bantu apa?"

Marcel tampak berpikir keras. "Ah, tolong tuliskan ucapanku di sebuah kertas. Kau mau 'kan? Ya 'kan? Please..."

Tom duduk di kursi berpangku pada nakas. Baru saja ia berencana untuk tidur, malah ada kerjaan lagi. "Ya, ya, ya. Tulis apa?"

"Pertama-tama tulis hari dan tanggalnya dulu."

✺✺✺

Vale menutup kopernya rapat. Tiket pesawat telah di pesan juga. Keputusannya telah bulat bahwa ia akan pulang ke Jakarta sekarang juga.

"Sayang, ayolah. Apakah kamu serius?" ucap Sea lembut.

Vale mengangguk pasti. "Aku tidak bisa bersenang-senang disini sedangkan Marcel tengah kesakitan disana. Lagipula kau masih ada kerjaan 'kan?"

"Tapi tidak bisakah kamu tunggu beberapa hari lagi bersamaku? Aku tidak bisa tinggal disini tanpamu, sayang. Kita baru saja kemarin menikah, sekarang kamu mau meninggalkanku?"

"Sea, dengar. Jangan kekanak-kanakan. Aku mempunyai firasat buruk mengenai Marcel, semoga saja tidak terjadi apa-apa. Kapan saja kau bisa menyusulku, Sea. Bukankah masih ada beberapa tempat yang harus kau kunjungi?"

Prince Of Sea [REVISI]Where stories live. Discover now