Halaman 48 : Aku (tidak) Baik-Baik Saja

2.8K 178 4
                                    

<Vale POV>

Pihak kepolisian memberikan tumpangan gratis untukku menuju Rumah Sakit. Setelah mendengar kabar dari Sea, tentu saja membuat diriku panik dan cemas.

Sekarang Marcel sedang dalam masa kritisnya tapi aku tidak berada didekatnya. Seharusnya aku mendukungnya untuk sembuh.

"Dik, kita sudah sampai. Apa perlu saya antar sampai resepsionis?" Tanya seorang Polisi yang ditugaskan untuk mengantarku.

"Tidak perlu, Pak. Terimakasih atas tumpangannya, saya pamit dulu."

Aku berlari-lari kecil setelah pamit pada Pak Polisi. Mencari resepsionis Rumah Sakit dan menanyakan kamar Marcel.

"Ruang IGD nomer 18, ada diujung lorong ini."

"Terimakasih, Mbak."

Ya, benar. Aku dapat melihat Sea yang sedang berjalan bolak-balik, sepertinya dia juga panik sepertiku.

"Bagaimana keadaan Marcel?" Sea tersentak lalu berbalik kearah ku, menggenggam tanganku cemas.

"Kamu baik-baik saja? Apakah kamu terluka? Bagaimana keadaan psikopat itu? Dan mengenai Tan--"

"Aku bertanya, bagaimana keadaan Marcel?!" Teriakanku menggema.

"Masih kritis..."

Ceklek.

Pintu terbuka. Seorang Dokter dengan jas putihnya ditemani seorang suster dibelakangnya berjalan perlahan menghampiri kami. Aku segera mendekat untuk bertanya.

"Sekarang bagaimana keadaannya, Dok? Marcel baik-baik saja kan?"

Dokter tersenyum kecil, memperlihatkan keriput di pipinya. "Syukurlah, saudara Marcel sudah melewati masa kritisnya."

"Syukurlah." Aku mengelus dada disertai senyum kecil.

"Nona tidak perlu khawatir, mungkin saudara Marcel akan siuman beberapa saat lagi. Nona juga boleh masuk menemani pasien. Sedangkan untuk Pak Sea, saya perlu bicara empat mata," Lanjut Dokter dengan senyum khasnya.

Dengan tergesa aku menghampiri brankas Marcel dan duduk di kursi dekat nakas. Menggenggam tangannya yang dingin dengan harapan Marcel menyadarinya.

"Terimakasih, Marcel. Terimakasih karena telah menyelamatkan aku..." Ucapku parau disertai airmata yang mengalir.

Tiba-tiba sebuah tangan menyeka air mataku, aku mendongak. Dengan bibir pucatnya ia tersenyum hangat, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Jangan menangis... kamu membuatku sedih..."

"Marcel?" Sontak aku memeluk tubuhnya disertai senyum mengembang sempurna. Aku yakin, Marcel pasti baik-baik saja.

"Hei, tenanglah. I'll be fine, okay? Kumohon, berhentilah menangis, My Barbie," Air mataku diseka perlahan menggunakan jemarinya, tapi tetap saja air mata ini terus mengalir. "Vale, kamu ingin mendengar tentang mimpiku?" Aku mengangguk, mengiyakan.

"Disana hanya ruangan putih dan kosong. Tapi diujung sana terdapat Ayah, Ibu, serta Kakakku yang sedang tertawa ria. Aku bahagia melihatnya. Seketika mereka menoleh ke arahku, ya, mereka menyadari keberadaan u. 'Marcel, kemarilah!' Kakakku berseru dengan melambaikan tangannya," Marcel terbatuk lalu melanjutkan.

"Tapi dilain sisi terdengar suaramu, 'Terimakasih, Marcel. Terimakasih telah menyelamatkan aku...' Saat itu aku bingung memilih yang mana. Hingga aku menyadari sesuatu, Vale lebih memerlukan aku. Dan ya, aku mencari sumber suaramu. Tapi apa yang kutemukan?" Aku menggeleng.

"Kamu yang cantik dengan gaun putih sedang tertawa bahagia seraya memegang sebuah bucket bunga. Hingga ketika kamu berbalik menghadapku, kamu tersenyum lalu berlari memelukku dan berkata, 'Terimakasih untuk semuanya'."

Prince Of Sea [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang