Halaman 43 : A Mr. Forn Mission

2.6K 171 1
                                    

Budayakan vote (🌟) sebelum baca.😊

-Happy reading-
✺✺✺

Jakarta, 25 Maret 2014

Setelah melakukan aksinya, Forenzo langsung memasuki gedung utama yang terlihat luas nan megah. Pilar-pilarnya berdiri kokoh, menopang atap berlampu elegan.

Berbekal sebuah tekad membuatnya percaya diri akan keberhasilannya. Tidak akan ada yang mampu menolak pesona Forenzo. Ia mengapit sebuah map merah yang telah ia manipulasi biodatanya.

Ceklek.

"Permisi, Pak," Forenzo sedikit membukuk ketika memasuki ruangan pendaftaran.

"Ya, silahkan duduk, Mr...?" Tanya sang sekertaris.

"Forenzo, Pak. Panggil namaku, Forn."

"Ah iya, Mr. Forn. Bolehkah saya melihat biodata anda?"

"Ya, silahkan," Forenzo menyerahkan map merah tersebut.

Sembari membaca biodata, sekertaris itu menjelaskan, "Maaf sebelumnya. Manager kami sedang mencari seorang butler yang profesional, mencarinya pun harus terlatih. Melihat biodatamu, sepertinya kau akan terpilih. Namun itu semua tergantung pilihan Pak William sendiri."

Forenzo mengangguk pelan.

Sekertaris mulai menjabat tangan Forenzo. "Baiklah, Mr. Forn, pihak kami akan menelpon Bapak jika anda sudah resmi diterima."

"Terimakasih."

Forenzo pun melangkah pergi meninggalkan ruangan tersebut, langkahnya menuju toilet pria.

Ia menyalakan westafle untuk mencuci wajah lelahnya. Menatap cermin besar dihadapannya seraya menyisirkan rambut menggunakan jemari kanan.

Ceklek. Pintu toilet pun terbuka menampakkan seorang pria paruh baya yang sudah ditumbuhi uban disekitar rambutnya.

"Fo-Forenzo?" Forenzo menoleh, sempat terkejut melihat siapa yang menyapa dirinya. Ah, ia tidak perlu repot-repot menargetkan dia, karena secara terang-terangan dia menampakan batang hidungnya.

"Well, siapa yang kujumpai saat ini?" Seringai licik terlihat diujung bibirnya. "Bukankah kau adalah kaki kanan si Tua Bangka itu?"

"Brandon....Brandon telah mati!" Pria itu melangkah mundur dengan gemataran.

"Wow, aku terkejut! Tapi, baguslah, aku tidak perlu susah payah membunuh si keparat itu, membuang waktuku saja." Forenzo bertingkah seakan-akan ia sedang kesal.

Pria itu mengamati situasi, sepertinya ini waktu yang tepat untuk melarikan diri. Namun....

"Eits, tunggu sebentar Tuan Hendri. Mengapa kau terburu-buru? Apakah anda ada urusan penting?" sambung Forenzo misterius.

Hendri menggeleng takut. Ia mentok diujung dinding toilet sedangkan Forenzo melangkah maju setelah mengunci rapat pintu toilet.

"Tuan pengacara, coba jelaskan padaku, mengapa kalian membakar rumahku?"

Tubuh Hendri menegang, lidahnya terlalu kelu untuk bicara, "A-anu...a..."

"Jawab! Atau pisau ini yang akan berbicara!" Forenzo menodongkan pisau dapur yang sempat ia curi dari pelayan.

Lagi-lagi, Hendri berada dalam situasi sulit, dimana satu sisi ia telah bersumpah akan menutup mulut mengenai aksi 3 tahun itu, namun dilain sisi nyawanya dibatas ambang antara hidup atau mati.

Hendri meneguk salivanya, gugup. "Ka-kami membakar rumahmu agar menghilangkan barang bukti yang berupa sertifikat kapal."

"Lanjutkan!"

Prince Of Sea [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang