Halaman 30 : Karma

3.6K 238 0
                                    

Sebenarnya ini cuma pengulangan doang sih, dari Pov-nya Sea. So, part ini menggambarkan perasaan Sea yang hancur gitu.

Silahkan menikmati 😊

Sea Pov.

Sungguh siren terkutuk ini membuatku geram. Aku sangat tidak perduli dengan bualannya itu. Sangat tidak menguntungkan untuk kudengar saat ini.

"Aku tak perduli dengan bualanmu, sungguh. Kali ini kau akan kulepaskan tapi jika kita berjumpa lagi maka tak segan-segan aku menyayat tubuh hijaumu itu," ucapku datar lantas memutar badan dan mulai berenang.

Kudengar Revanda tertawa remeh. Aku menghentikan gerak ekorku. Suara teriakkan Revanda pun memekak telinga.

"Hahaha, apa kai berfikir bahwa aku sedang berbual?! Menurutmu ucapanku adalah sebuah lelucon?! JAWAB AKU PA-NGE-RAN CA-CAT!!" Ucapnya penuh penekanan.

Geram, aku segera membalik arah menghampirinya. Tanganku terulur untuk mencekik lehernya.

"Kau membuatku kesal siren hijau. Aku memanglah cacat tapi itu dulu sebelum aku mengenal gadisku. Kau tidak tau apa-apa jadi jaga mulutmu itu atau kau ingin sumbatan mulut, huh?" Aku mencekiknya hingga ia terbatuk-batuk.

Dengan kasar aku melepaskan tanganku dari lehernya. Ia terbatuk-batuk memegang lehernya, mencari nafas berat-berat. Ia tersenyum miring menatapku.

"Gadismu? Bahkan kau saja hampir membunuhnya dan kau masih bilang itu gadismu? Ah iya, aku ingat, bukankah kau sudah melukai hatinya? Kau mencampakkan dirinya? Apakah kau juga mengetahui bahwa kepergian gadismu itu adalah rencana si gurita? Katakan, apakah kau mengetahui itu semua?!" Ucapnya meremehkanku.

Tubuhku mematung, bibirku terkatup rapat, kuyakini bahwa mataku kini memerah. Tanganku terkepal erat. Betapa bodohnya aku karena tidak menyadarinya sedari awal.

"Ba-bagimana kau tau?" tanyaku.

"Berminggu-minggu aku terkekang sebagai ruh. Aku tidak punya tujuan. Rasa sedih ini terus membayangiku tatkala aku melihat tubuhku yang hancur, adikku menangis, serta melihat rakyatku menunduk sedih," Sejenak ia menarik nafas kasar. "saat itu aku sedang duduk didepan tubuh asliku yang mulai pucat membiru dan tanpa sengaja aku menemui si manik hijau yang sangat cantik. Ia berhati mutiara. Dan aku mulai mengikuti gadis mutiara itu kemanapun ia pergi."

Teringat kembali perkataan ayah waktu itu, sungguh aku menyesal. Vale... Aku memutar tubuhku. Sudah cukup aku mendengar ucapannya yang malah membuat aku semakin bersalah.

"Tunggu..." Lagi-lagi ucapannya memberhentikanku, "gadis itu memberikanku daun herbal. Katanya, tumbuhan herbal akan membuat diriku cepat sadar."

Tumbuhan herbal? Berarti Vale......

"Revanda, jika nanti kau telah siuman datanglah kepada Ayah. Aku mohon padamu, bilang kepadanya bahwa aku menyayanginya," ucapku lirih.

Aku segera menggerakkan ekorku, meninggalkan Revanda yang masih terdiam mematung. Perjalanan yang sangat melelahkan bahkan bagi ruh sepertiku.
.
.
.
.
Sesampainya dipermukaan, aku segera menuju ke pesisir pantai. Tiba-tiba ekorku terbelah menjadi dua--berubah menjadi sepasang kaki?

Ketika aku menggerakkan ekorku, eh, maksudku kakiku, aku sangat kesulitan. Tapi ini demi Vale. Yah, apapun untukmu Vale.

Aku berjalan tanpa arah. Tidak sengaja, aku melihat gedung yang besar seperti istanaku yang ada di laut. Tanpa ragu aku memasuki bangunan tersebut, mencari dan terus mencari. Hingga aku bertemu dengan si manik hijau. Apakah itu Vale?

Prince Of Sea [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang