Part 41

12.4K 980 20
                                    

"Dad!! Bangun!!"

"Daddy!!"

Bukannya bangun, Ali malah menarik selimut sampai ke ujung kepala. Di hari ini seharusnya ia tidur sampai menjelang sore.

"Mommy! Daddy ga mau bangun!!"

Cepat-cepat Ali terduduk diranjangnya. Rian tertawa puas.

"Kenapa kamu ketawa?" Tanya Ali dengan muka flat nya.

"Daddy takut ya sama Mommy?" Tanya Rian balik.

"Ga, kok. Yaudah sana kamu keluar. Daddy mau mandi dulu." Ucap Ali sambil menuntun Rian keluar kamar. Setelah dipastikan tidak ada sang anak, Ali langsung mengambil handuk dan mandi.

"Dad udah bangun, Sayang?" Tanya Prilly ketika Rian sudah menuruni tangga menuju meja makan.

"Udah, mom." Jawab Rian. Ia menghampiri Prilly dan duduk dikursi yang sudah disediakan khusus untuknya. *bukan kursi bayi ya. Rian kan udah gede*

"Pinter anak Mommy! Kamu mau makan apa, sayang?"

Rian tampak berpikir. Tak lama kemudian ia menunjuk roti dan selai coklat.

"Dipanggang?" Rian mengangguk.

"Mommy panggangin dulu, ya."

Sembari menunggu makanannya jadi, Rian memainkan games yang ada di ponsel ibunya. Tentu game yang berbau pesawat. Dari bayi Rian memang sudah ada ketertarikan dengan transportasi yang identik dengan profesi Daddynya. Bahkan tak jarang Rian meminta oleh-oleh miniatur pesawat terbang ketika Daddynya bertugas.

Saking asyiknya bermain game, Rian tidak menyadari bahwa Ali sudah berada disampingnya dan hampir mengambil beberapa roti yang sudah dipanggang.

"Itu punya Rian! Ntar anaknya marah baru tau rasa!" Tegas Prilly. Ali mengurungkan niatnya. Ia justru melihat betapa asyiknya sang anak memainkan permainan elektronik itu.

"Abang mau jadi pilot, ga?" Tanya Ali tiba-tiba. Rian menoleh ke arah Ali.

"Pilot itu apa, Dad?" Tanya Rian polos. Ali menepuk dahinya.

"Itu lho, yang tugasnya nerbangin pesawat terbang."

"Daddy pilot?" Tanya Rian dengan polosnya. Ali mengangguk.

"Kelen!!!" Ucap Rian bangga. Ali terkekeh. Gemas rasanya jika Rian bertepuk tangan seperti itu. Persis seperti Prilly kala senang.

"Abang mau tau ga, gimana caranya jadi pilot?" Tanya Ali. Rian mengangguk semangat.

"Rajin belajar. Pilot harus pinter, bang. Terus matanya harus bener-bener sehat. Ga cuma mata, semua anggota tubuh harus ada pernyataan sehat. Baru deh jadi pilot. Makanya, abang jangan keseringan main game gitu. Main boleh, tapi jangan keseringan. Nanti gabisa jadi pilot kalo matanya rusak." Ucap Ali panjang lebar. Rian buru-buru mematikan ponsel Mommynya.

"Mending abang main game yang lain. Yang lebih seru dari itu. Gimana?" Ajak Ali. Meskipun tidak tau apa, namun Rian mengangguk saja.

"Yuk ikut Daddy!"

                                  ♡♡♡

Prilly selesai memanggang semua roti untuk sarapan Rian. Baru saja ia berbalik badan, Rian dan suaminya sudah pergi entah kemana. Bahkan ponselnya pun tergeletak begitu saja di kursi yang tadi diduduki Rian.

"Ga biasanya Rian ngelepas hp aku gitu aja. Biasanya juga dia bawa-bawa sampe batrenya abis." Gumam Prilly heran.

Di kamar, Ali dan Rian sibuk bermain tebak-tebakan kata. Yang kalah, wajahnya wajib dipoles make up oleh yang menang. Ali tertawa puas ketika melihat wajah sang anak yang penuh dengan lipstick, blush on, dan lain sebagainya.

Tak lama kemudian, daun pintu terbuka. Prilly kaget melihat pemandangan yang tak biasa.

"ALI!!!!!!!"

                                  ♡♡♡

"Maafin aku, ya."

"Maaf, Sayang."

"Cantiknya aku, maafin aku ya."

Berulang kali Ali membujuk Prilly, tetap saja hanya gumaman yang ia terima.

Prilly marah karena kejadian barusan. Bagaimana tidak? Semua alat make up nya bercecer di kasur. Tak hanya itu, hampir semua alat make up nya habis tak bersisa. Bahkan liptint yang sering ia pakai pun habis.

"Gala-gala Dad!" Ucap Rian kesal.

"Kamu bukannya bantuin Daddy minta maaf ke Mommy malah ikut marah-marah ke Daddy. Gimana sih? Kamu kan juga ikut andil dalam masalah ini." Bisik Ali.

"Tapi kan ini semua ide Daddy! Abang cuma ikut Daddy!" Ucap Rian tambah kesal.

Prilly yang risih pun langsung masuk ke kamar tamu. Ali maupun Rian sama-sama menggedor pintu tapi tak ada jawaban.

"Udah deh ini, marah beneran Mommy kamu." Ucap Ali.

"Doblak aja pintunya, Dad." Saran Rian.

"Doblak? Apaan doblak?" Tanya Ali tak mengerti.

"Buka pintunya." Jawab Rian.

"Oh... dobrak?" Rian mengangguk.

"Gausah, bang. Ntar Mom tambah marah sama kita. Mending nanti aja biar Daddy yang bujuk Mommy. Kita makan dulu aja. Kamu pasti laper kan?" Tanya Ali. Rian mengangguk.

Mereka berdua pun makan dengan makanan yang sudah disiapkan oleh Prilly.

                                 ♡♡♡

Sampai malam menjelang, Prilly belum juga keluar kamar. Khawatir tiba-tiba menyerang Ali. Ia pun langsung menuju kamar tamu.

"Sayang? Buka pintunya dong. Kamu belum makan dari pagi." Bujuk Ali.

"Aku kenyang!" Jawab Prilly setengah berteriak.

"Nanti kamu sakit, lho. Keluar yuk." Ucap Ali tak menyerah.

"Kamu tidur aja sana! Udah malam!"

Ali terpaksa mendobrak pintu itu. Terlihat istrinya sedang tiduran dengan selimut yang menutupi tubuh. Ali pun menghampiri Prilly dan rebahan disampingnya.

"Aku beliin make up keluaran terbaru, ya. Tapi kamu makan." Bujuk Ali. Mata Prilly berbinar.

"Serius?" Ali mengangguk.

"Tapi kamu makan dulu. Maag kamu kambuh nanti." Ucap Ali lembut.

"Tapi...."

"Tapi apa?"

"Ambilin baju aku di lemari dulu." Ucap Prilly memelankan suaranya.

"Naked?" Prilly mengangguk.

Ali menatap Prilly dengan jail. Sepertinya Prilly lupa.

"Kamu ga inget perjanjian kita waktu Rian belum lahir?" Tanya Ali. Prilly menggeleng.

"Yakin?"

Prilly menepuk dahinya pelan. Ia baru ingat. *gausah disebut ya apa perjanjiannya. Ntar juga paham:v

Ali mengusap selimut yang menjadi penutup tubuh istrinya. Tak lama, ia menarik selimut itu.

"Karena kamu udah melanggar, kamu dapet hukuman." Ucap Ali tepat ditelinga Prilly.

Prilly pasrah. Lagipula Rian juga sudah cukup besar untuk mempunyai adik.






















Ngerti kan? Kuharap begitu.

Till The End (New Version)Where stories live. Discover now