Part 8

16.8K 1.2K 13
                                    

Ali mondar-mandir sedari tadi. Perasaannya tak karuan. Tumben Prilly belum mengabarinya. Padahal jadwal kuliah Prilly sudah selesai. Ali tau itu.

"Ali!!!"

Ali mengerutkan keningnya melihat sang Mama yang nampak khawatir.

"Kenapa, ma?"

"Prilly belum pulang dari tadi sore, Li!!"

Bagai tersambar petir, wajah Ali memucat. Firasatnya benar. Pasti sesuatu sedang terjadi pada calon istrinya.

"Mama yakin Prilly belum pulang dari tadi? Please ma jangan bohong lagi.. Ali khawatir, ma.."

"Kamu pikir muka mama kayak gini bohong? Cepet cari Prilly!! Mamanya Prilly udah pingsan itu!!" Tegas Mama Nova yang wajahnya juga pucat pasi. Rasa khawatir menjalar ditubuh ibu dan anak itu.

"Mama tunggu sini. Biar Ali cari Prilly. Kalo mama dapet info tentang Prilly, kasih tau Ali." Mama Nova mengangguk. Ali menyambar kunci mobilnya dan segera pergi dari rumahnya.

                                 ***

"Lepasin gue!!!! Dasar anj*ng lo!! B*b*!!!" Teriak Prilly terus menerus. Preman yang menangkap Prilly hanya terkekeh melihat sasarannya seperti itu.

"Diem bitch!! Atau lo mau gue milikin sekarang juga?!!!" Bentak preman itu lebih keras. Prilly terdiam. Tangannya yang diikat dengan tambang membuat Prilly kehabisan akal untuk kabur.

Kreekk!

Pandangan Prilly beralih pada seseorang yang sedang berdiri didepan pintu. Prilly kaget bukan main.

"Kenapa? Kaget gue disini?" Tanya orang itu sambil mengusap pisau tajamnya. Prilly berusaha menelan ludahnya namun tak bisa. Mulutnya terasa kaku. Tangannya melemas. Wajahnya pucat pasi.

"Sa.. lo.. mau.. apain gue.." Ucap Prilly terbata-bata. Yap! Dalang dibalik semua ini tentu Elisa. Perempuan licik yang ingin melenyapkan Prilly dari muka bumi.

"Gue? No.. bukan gue yang akan apa-apain lo. Tapi dia." Jawab Elisa lalu menunjuk preman bertubuh kekar tadi dengan telunjuknya.

Airmata tertahan di pelupuk mata Prilly. Sedih, takut, marah, menyatu dalam pikirannya. Dalam hati ia memohon pada Tuhan untuk diselamatkan dari neraka dunia ini.

"Gue tau, lo akan nikah sama pilot ternama di Indonesia. Ok, gue akuin lo beruntung. Tapi ga selamanya. Karena sebentar lagi, lo akan mati sia-sia! Hahahaha!!"

Elisa terlihat seperti psikopat sekarang. Pisau yang ia genggam mulai ia goyang-goyangkan diudara. Suara tertawanya terdengar sangat mengerikan. Prilly ingin kabur sekarang juga. Sangat ingin.

"LO GA AKAN BISA KABUR, BITCH!" Prilly kaget mendengar teriakan Elisa. Selama ini, Elisa hanya berani menyerbunya dengan kata-kata. Tapi sekarang, Prilly merasakan perilaku kasarnya.

"Apa yang ngebuat lo benci banget sama gue, Sa? Apa?" Lirih Prilly sambil berusaha menahan tangisnya. Mata Elisa menyala-nyala. Senyum licik tercetak sempurna diwajahnya.

"Karena lo, udah rebut temen gue! Sahabat gue! Mila!"

Prilly terdiam. Apa ia sudah merebut Mila? Sahabat Elisa? Yang Prilly tau, Mila sama seperti dirinya. Sering dijadikan korban oleh Elisa.

"Dulu, gue sama Mila berteman baik. Gue dulu sama kayak lo. Manis, pendiem, polos. Tapi semenjak ada lo! Mila berubah! Dia ga main lagi sama gue! Dia lebih milih kenalan sama lo dan jadi sahabat lo! Dan mulai saat itu, gue bukan Elisa yang Mila kenal. Gue berubah. Gue mulai benci persahabatan! Sejak itu juga, gue udah mulai nyusun rencana buat ngehancurin persahabatan kaliam berdua! Tapi semuanya gagal! Sepertinya Tuhan mulai berpihak pada gue sekarang. Lo, bisa dengan mudah gue jadiin mangsa preman itu!" Ucap Elisa panjang lebar. Pisaunya ia tempelkan pada leher Prilly. Prilly mengucap istighfar sedari tadi. Berharap semuanya hanya mimpi.

Namun Prilly salah. Semua ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Dan sesaat kemudian, pandangannya menjadi gelap.

                               ***

"Aargghh!!! Kamu dimana Sayang?? Aku khawatir banget sama kamu!!"

Berkali-kali Ali benturkan kepalanya pada stir mobil. Mila yang disampingnya berusaha untuk menenangkan Ali. Memang tadi, Mila memohon untuk ikut mencari Prilly. Dan disinilah mereka sekarang. Didepan gerbang kampus.

"Prilly pasti bisa kita temuin, Li. Gue yakin. Prilly anak yang kuat, gue tau itu. Mending sekarang kita cari ke tempat lain. Gaada gunanya kita nungguin depan gerbang kayak gini, Li!"

"Cari kemana lagi?! 2 jam kita keliling cari dia tapi gaada satupun info yang kita dapet tentang Prilly! Gue sayang banget sama dia, Mil. Gue khawatir!!"

Ali menangis cukup histeris. Mila ikut menangis. Sahabatnya, pengisi hari-harinya, tak ada kabar sejak sore tadi. Dan yang lebih parahnya, handphone Prilly mati. Itu semakin menguatkan jika Prilly benar-benar diculik.

"Kita tuker posisi! Biar gue yang nyetir! Gue gamau mati sia-sia cuma gara-gara lo nyetir dalam keadaan kayak gini!" Ali dan Mila pun keluar mobil dan bertukar posisi. Kini Ali hanya bisa menangis sambil terus berdoa agar Prilly baik-baik saja.

"Sekarang kita cari dia digudang-gudang tempat orang biasa diculik. Gue yakin, Elisa dalang dibalik semua ini."

Ali berpikir sejenak. Elisa?

"Lo ga mungkin lupa sama psikopat itu. Cewek yang sering nyari masalah sama gue dan Prilly. Kita coba cari dulu. Gue yakin, Elisa ga akan kirim Prilly ke luar negeri."

Ali mengangguk. Stir kemudi berada ditangan Mila sekarang. Ali baru tau, sahabat calon istrinya ini punya bakat balap mobil.

                               ***

"Harus kemana lagi, Mil? 3 gudang kita geledah gaada tanda-tanda adanya Prilly. Gue takut dia diapa apain sama cewek biadab itu." Lirih Ali. Matanya sangat sembab sekarang. Mila sama lelahnya dengan Ali. Prilly bagai hilang ditelan bumi.

Tiba-tiba, ide brilian muncul di otak Mila. Ia menekan beberapa tombol di ponselnya.

"Halo?"

Mila bersyukur anak itu masih terjaga dari tidurnya. Mila yakin, ia tau dimana Prilly berada.

"Kasih tau gue dimana Prilly sekarang. Gue ga akan laporin lo ke polisi asal lo kasih tau Prilly."

Tak ada jawaban dari seberang sana. Hanya ada helaan napas.

"Gue ga akan laporin lo atas kasus penculikan. Tapi please, kasih tau Prilly dimana. Gue yakin, lo ga sebrengsek Elisa."

"Gudang bekas tongkrongan anak motor. Letaknya ada di ujung gang seberang kampus. Lo harus jalan kaki atau ga naik motor karena gang nya sempit banget. Semoga Prilly baik-baik aja, ya. Maafin gue.."

Mila tersenyum puas. Ia langsung mematikan sambungan telponnya.

"Tunggu gue, El. Siap-siap masuk penjara."

Mobil yang Mila kendarai melaju dengan cepatnya.

                             ***

Prilly terbangun dari pingsannya. Preman kekar dan Elisa sudah tak ada di ruangan sempit itu. Airmata Prilly mengalir deras.

"Gue pengen keluar dari sini... gue takut... Ali.. aku takut.." Lirih Prilly sembari menatap langit-langit ruang sempit tempat ia disekap.

"Ada aku disini. Kamu jangan takut."

Prilly kaget. Ia kenal suara itu. Prilly menoleh ke jendela, dan terdapat Ali masuk lewat jendela tadi. Tak hanya Ali, ada Mila juga sambil membawa pemukul baseball. Persis seperti Harley Quinn.

"Ini bener kamu kan?" Prilly menatap Ali penuh harap. Ali mengangguk.

"Iya, Sayang. Ini aku.."

Ali berusaha melepaskan ikatan tambang yang melilit tangan Prilly. Mila berjaga-jaga didekat pintu.

Baru saja mereka ingin kabur, tetapi pintu terbuka. Prilly hanya bisa menutup matanya dan berharap semua ini akan berakhir.










Elisa cocoknya diapain ya guys??

Till The End (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang