Halaman 49 : Kejutan

Start from the beginning
                                    

"Yasudah, kalian pulanglah. Aku ingin istirahat terlebih dahulu," usir Marcel.

"Jadi kamu mengusir kami secara halus ya?"

"Iya. Lagian aku harus menjaga stamina kalau bertemu Tom. Kamu tau kan kalau aku dan Tom bertemu akan seperti apa?"

Vale terkekeh. "Betul juga. Marcel, disudut mulutmu ada bekas darah kering? Kamu baik-baik saja?"

Mata Marcel terbelalak. Ia langsung membersihkan bekas darah disudut mulutnya menggunakan jari. "Ah, tidak kok. Tadi ada nyamuk menggigitku, terus aku tepuk deh," jelas Marcel sembari tertawa.

"Ohh, begitu. Baiklah, kami pulang dulu. Oh iya, Marcel mau minta oleh-oleh apa? Nanti aku belikan!"

"Aku ingin 3 bucket bunga yang paling indah, dibingkai warna hitam."

"Serius? Yasudah nanti kami belikan, benar kan Sea?" Sea mengangguk mantap.

Lalu Vale dan Sea keluar dari ruangan setelah berpamitan pulang. Marcel yang melihat keadaan sudah aman langsung memuntahkan darah yang sedari tadi ia tahan.

"Huekk!" Darah berceceran dimana-mana. Untung saja dirinya telah menyiapkan banyak tisu lalu membuangnya dibawah brankas.

"Astaga, dasar peluru sialan!" gerutu Marcel kesal.

Pasalnya, peluru yang menyerampet jantungnya memang telah diambil. Tapi siapa sangka jika jantungnya -yang telah di kateterisasi*- akan bocor kapan saja.

"Tinggal menunggu waktu ya? Aku tidak sabar menantikan hari itu."

✺✺✺

"Tante, bukannya Vale ingin berbohong tapi Vale baru mendapatkan tubuh Siren ini setalah tiba di Indonesia. Dan Vale amat terkejut melihatnya," Jelasnya pada sang Tante yang hanya mengangguk.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Mungkin Tante bisa bantu walaupun hal ini kedengarannya aneh."

"Maaf Tan. Vale merasa takut kalau Tante benar-benar akan marah lalu membenci Vale jika mengetahui rahasia ini."

Helen menggeleng mendengar tuturan dari keponakannya. "Dengar sayang. Tante tidak akan marah sama kamu, karena Tante tau kamu gadis yang baik. Nanti kalau kamu ada masalah, telepon Tante. Jangan dirahasiakan sendiri, mengerti?"

"Baiklah, Tante," Vale mendekatkan tubuhnya untuk memeluk tante.

Pelukan mereka terlepas ketika suara ponsel Helen menyala. "Pamanmu ada didepan, kamu ingin menyapanya?"

"Tentu saja, Tan! Apa Giny juga ikut kemari?"

"Pasti dong. Mana mungkin Tante meninggalkan Giny sendirian di Paris? Itu kejam namanya," Helen menoleh ke kanan dan ke kiri. "Kemana kekasihmu, Vale?"

"Sea sedang membayar pesanan dikasir. Itu dia."

Sea tersenyum lalu menghampiri kedua wanita yang telah menunggu seraya membawa beberapa kantung makanan yang sempat ia pesan sebelum pulang.

"Maaf jika lama menunggu, tadi saya sempat memesan beberapa makanan lagi. Ini untuk Tante dan ini untuk Vale."

Helen menerimanya dengan senang hati. Dengar-dengar di restoran ini menyajikan makanan mewah bertarif fantastis. Tidak disangka bahwa kekasih Vale rela mengocek biaya mahal untuk sekedar makan malam saja.

"Tante! Kok malah melamun? Ayo, katanya ingin mempertemukan Vale dengan Giny?" Sunggut Vale kesal.

"Tumben kamu manggil dengan sebutan 'Tante'? Biasanya selalu memanggil dengan sebutan 'Aunt'."

Prince Of Sea [REVISI]Where stories live. Discover now