[18]Masih Terluka[revisi]

261 15 0
                                    

Walaupun mulut gue nolak kehadiran lo. Tapi nyatanya, masih ada nama lo di hati gue,
-Sasya
🌸🌸🌸

Pagi ini Sasya sudah bisa kembali bersekolah. Tidak ada raut kegembiraan di wajahnya. Tatapannya nanar, ada kantung mata di bawah matanya. Membuatnya benar-benar terlihat kacau.

"woy! Ngelamun aja kerjaan lo," ujar Nera menepuk pundak Sasya.

Sasya hanya melihat ke arah Nera dan Vina tanpa ingin membuka mulutnya. Jangankan membuka, menarik sudut bibirnya saja Sasya tak mampu.

"Kalo lo ada masalah, lo bisa cerita sama kita."

Vina hanya menganggukkan kepalanya. Setuju dengan pendapat Nera. Sasya hanya terus berjalan. Mengabaikan kedua temannya yang sibuk menjejali otaknya dengan beranekaragam pertannyaan. Langkah kaki Sasya dan kedua temannya terhenti. Sudah ada Nando yang menatap Sasya dengan raut kekecewaan. Mata Sasya mulai memanas, sebelum air matannya benar-benar terjatuh Sasya segera pergi dari hadapan Nando.

Melihat kelakuan Sasya belakangan ini yang berubah, benar-benar berubah. Hal itu membuat Nando semakin bersalah. Nando menatap punggung Sasya yang mulai menjauh.

Nando masih diam di tempat. Akal sehatnya tak mampu menerka apa yang sebenarnya Sasya alami saat ini. Kecewa, terluka, menyesal, atau lebih dari itu.

"Lo ada masalah apa sama Sasya?" tanya Vina terus terang.

Nando nampak mengerutkan kening lalu mengangkat kedua bahunya acuh. Nera menarik nafas sejenak, "Gue tau ada yang nggak beres di hubungan kalian. Bukan hak kita juga tahu permasalahan lo sama Sasya. Tapi lo perlu ingat, gue nggak suka liat Sasya kayak tadi."

"gue tau, gue akan perbaiki semuanya," jawab Nando berjalan pergi meningalkan Vina dan Nera.

====

Sasya menghentikan langkahnya di gedung tua. Tempat ini yang selalu ia kunjungi dikala luka kembali melandanya. Sasya duduk di lantai, ia menyenderkan tubuhnya ke dinding ruangan. Pikirannya begitu kacau. Ia terluka, benar-benar terluka. Seakan semua orang salah di mata Sasya. Semuannya.

"Lo nggak takut sendirian?" ujar seseorang yang suarannya mengema di ruangan kosong ini.

Sasya menatapnya datar. Entahlah, saat ini ia begitu membenci semua orang di hadapannya. Baginya mereka sama jahatnya.

"Maafin gue, gara-gara gue lo jadi kayak gini," ujarnnya lagi.

Langkah kaki mendekat ke arah Sasya. Sasya hanya diam menatap lurus ke depan. Mulutnya seakan terkunci rapat, otaknya tak bisa berpikir cepat. Hanya karena mengetahui kebenaran membuat hatinya kembali mencicipi luka dan duka bersamaan.

Rendi mengambil posisi duduk di sebelah Sasya. Ia mengusap kepala Sasya dengan lembut. Sasya menyenderkan kepalanya di bahu Rendi.

"Kalo lo sedih lo bisa nyender di bahu gue. Siapa tau gue bisa buat lo bahagia," ujar Rendi yang masih mengusap kepala Sasya.

Kenapa lo tiba-tiba baik sama gue ya Ren? batin Sasya.

Sasya masih membisu. Ruangan kembali diisi dengan kesunyian. Sesekali udara luar menyapa mereka. Rendi membiarkan Sasya yang mulai tertidur di sampingnya. Rendi masih setia mengamati setiap inci wajah Sasya. Seakan Sasya menjadi candu untuk dirinya.

====

Perasaan gusar menyerang Nando. Sedari tadi ia tidak melihat Sasya kembali ke dalam kelas. Karena merasa khawatir, Nando segera mencari Sasya.

"Lo kemana Sya? Jangan bikin gue semakin bersalah. Emang gue itu cowok bodoh."

Nando terus menyusuri koridor bahkan ia juga pergi ke rooftop tapi ia tidak menemukan Sasya di sana. Pikirannya kembali menggingat tempat favorit Sasya. Langkah kakinya ia percepat. Ketidak hadiran Sasya dan Rendi di dalam kelas membuat Nando semakin cemas. Dan benar apa yang ada di pikiran Nando.
Peristiwa di hadapannya membuat emosinya kembali. Rendi yang menyadari kehadiran Nando segera bangkit, setelah menyenderkan tubuh Sasya di dinding.

"Ngapain lo ke sini?!" tanya Rendi ketus.

"Harusnya gue yang tanya sama lo! Ngapain lo sama cewek gue di gedung sepi kayak gini?!"

Rendi hanya memasang senyum penuh kemenangan, "Seperti yang ada di pikiran lo. Itu yang akan gue lakuin."

"BRENGSEK LO!"

Satu pukulan berhasil membuat Rendi terhuyur di lantai.

"Bangun lo! BANCI!" ujar Nando dengan geram.

Mendengar keributan Sasya membuka matanya. Ia menemukan Nando dan Rendi yang sedang berkelahi. Kali ini emosi Nando menyala-nyala, ia bahkan tidak memperdulikan Sasya yang sudah bangun dari tidurnya. Sasya segera bangkit dari duduknya, "BERHENTI!"

Teriakan Sasya membuat Nando dan Rendi berhenti berkelahi. Nando menatap ke arah Sasya penuh cemas. Namun, Sasya segera memalingkan mukanya. Sasya kembali menatap Rendi yang begitu menyedihkan. Nampaknya Nando tidak main-main kali ini. Lebam dan darah menghiasi raut muka Rendi. Sasya segera berjalan menuju Rendi.

"Lo nggak papa kan Ren?" tanya Sasya.

Nando menggepalkan tangannya, ia mencoba menahan emosinya di hadapan Sasya.

"Sya, gue anter lo pulang," ujar Nando.

"Ren, kita pulang. Sekalian biar gue yang obatin luka lo."

Rendi hanya menganguk singkat. Ia bisa melihat dengan jelas, muka Nando yang mulai memerah. Sasya membantu Rendi berjalan.

"Lo tunggu sini dulu ya, gue ambil obat dulu," ujar Sasya menyuruh Rendi menunggunya di koridor.

Karena jam pelajaran sudah habis sekita satu yang lalu. Sekolah kini nampak sepi, hanya ada beberapa murid yang masih tinggak di sekolah.Tak lama kemudian Sasya kembali dengan membawa obat dan juga kompres. Sasya mengambil posisi duduk di sebelah Rendi. Ia mulai membersihkan darah dan mengompres luka yang mulai membiru.

"Awa..." rintih Rendi.

"Tahan," perintah Sasya yang masih terus mengobati Rendi.

Dari kejauhan dua bola mata itu terus menatap dua insan manusia yang sedang bersama. Perasaannya benar-benar hancur, hatinya menjerit terluka. Ingin ia menghampiri dan menarik tangan perempuan itu. Tapi, kenyataan tak berpihak kepadannya.Nando menghantamkan pukulan ke arah tembok dengan keras. Darah bercucuran di tangannya dan beberapa menempel di dinding.

Setelah Sasya selesai mengobati luka Rendi, ia menemukan Nando yang menatapnya datar. Ia bisa melihat darah yang menetes dari tangan Nando.

Walaupun mulut gue nolak kehadiran lo. Tapi nyatanya, masih ada nama lo di hati gue, batin Sasya yang masih menatap ke arah Nando.

Tarikan tangan membuat Sasya sadar. Rendi menarik tangannya, membuat Sasya mengikuti langkah lelaki itu.

"Karena lo udah obatin luka gue. Lo gue anterin pulang," ujar Rendi menggenggam tangan Sasya semakin erat.

"Em, gue bisa suruh supir gue jemput."

"Gue nggak mau lo nolak. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih gue tadi."

Sasya menundukkan kepalanya, "Maaf soal Nando."

"Harusnya Nando yang bilang bukan lo, udah ayo naik," ujar Rendi menyuruh Sasya naik ke atas motornya.

Pikiran Sasya masih jauh melayang memikirkan Nando.

Maafin gue Nan, karena gue lo kayak gini, batin Sasya yang masih mengingat kejadian tadi.

Jalanan ibu kota mulai padat. Sasya menghembuskan nafasnya perlahan. Ia hanya membiarkan waktu kembali bekerja. Kembali mengungkapkan sebuah kejutan yang harus rela Sasya yakini nantinya.

====

Jangan lupa
Vote+coment

Tertanda
-briiantradhea

For Sunrise [COMPLETED]Where stories live. Discover now