[04]Ketika kau aku menjadi kita[revisi]

635 89 146
                                    

Aku ngak jatuh cinta sama kamu.
Karena aku tahu jatuh itu sakit
Jadi
Aku cuma bisa cinta sama kamu dan
berharap kamu juga cinta sama aku
-Vando
🌸🌸🌸

Sasya  menuruni anak tangga dengan hati-hati. Ia hanya mampu mendengar bunyi ketukan dari tongkatnya. Sasya tidak tahu apakah hari ini sudah pagi karena Sasya tidak dapat membedakanya. Semua yang ia lihat hanyalah kegelapan.

Hari ini Sasya ingin pergi ke danau dekat rumahnya. Tempat itu menjadi tempat favoritnya saat ia bosan di dalaam rumah. Walaupun ia buta tapi Sasya hafal jalan menuju danau. Sasya selalu menghitung langkah kakinya, dengan cara itu ia bisa sampai ke tempat favoritnya itu.

Satu, dua..................seratus sembilan, seratus sepuluh, batin Sasya.

Setelah ia sampai di danau, Sasya memilih duduk di ayunan yang mengantung di dahan pohon. Di sana Sasya sering mendengakan lagu dan di tempat ini pula Sasya sering melamun.

Sasya selalu di dalam rumah, bukan karena mamanya melarangnya bermain tapi semua orang enggan mendekatinya. Sasya tahu dirinya mempunyai banyak kekurangan tapi ia juga membutuhkan seorang teman untuk sekedar berbagi cerita.

Kenapa gue harus buta? Tuhan, Sasya capek terus begini. Semua orang jahat sama gue, ngak ada yang mau jadi temen gue, kenapa? Karena gue jelek atau karena gue buta? Batin Sasya.

Krek!

Suara ranting yang patah membuyarkan lamunan Sasya. Sasya mengenggam tongkatnya dengan kuat, ia siap menghadapi apapun. Lagi-lagi Sasya mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekatinya.

Jantung Sasya serasa ingin kelar dari tubuhnya, Sasya merasa takut.

"Si...si...siapa di sana?" Ujar Sasya menyodorkan tongkatnya.

"Wow! Tenang aku orang kok bukan setan," ujar lelaki itu.

"Mau apa lo di sini?"

"Emang kenapa? inikan tempat umum jadi semua orang boleh kesini termasuk aku," jawabnya.

Sasya tak lagi menjawab pertanyaanya. Ia merasa kedinginan dan bodohnya Sasya lupa membàwa jaket. Sasya kaget saat tubuhnya dibaluti jaket.

"Pakek aja jaket aku, lagi pula kamu ngapain ke sini jam lima pagi?" tanya lelaki itu.

Jam lima pagi? Jadi ini masih gelap pantes dingin, batin Sasya.

"Ngapain ya gue ke sini pagi-pagi?" Ujar Sasya.

"Mana aku tahu, kamu yang ke sini malah nanya ke aku,"

"Lagian siapa juga yang nyuruh lo jawab," balas Sasya.

Sasya tak lagi mendengar suara laki laki itu.

Kemana dia? Apa dia udah pergi? Batin Sasya.

Ada rasa kecewa di dalam hati Sasya. Selama ini tidak ada orang yang mengajaknya bicara, jangankan bicara menyapanya saja tidak kecuali keluarganya.

Lelaki itu adalah orang yang pertama kali mengajak Sasya bicara panjang. Agak sedikit rasa cangung saat berbicara denganya, mungkin karena dirinya jarang bicara dengan orang lain.

Lamunanya hilang saat Sasya merasa ada yang memainkan ayunan yang ia naiki.

"Oh ya, kenalin namaku  Vando Gavin Blade, kamu bisa panggil aku Vando,"

"Nama lo aneh, dan kenalin nama gue Sasya Aleysia. Lo bisa mangil gue Sasya," ujar Sasya yang tak bisa menahan kekehanya.

"Enak aja kamu ngomong, nama Blade itu dari nama ayah aku,"

For Sunrise [COMPLETED]Where stories live. Discover now