[17]Kesadaran yang terlambat[revisi]

272 12 0
                                    

"Ternyata kepergian lo buat gue sadar, seberapa berharganya lo di hidup gue"
-Sasya
🌸🌸🌸

Kondisi Sasya belum benar-benar pulih. Namun, karena Sasya tidak ingin berlama-lama tinggal di tempat menyebalkan ini ia memilih untuk segera pulang.  Awalnya dokter tidak mau menuruti permintaan Sasya. Tapi, karena Sasya keras kepala. Mau tak mau dokter mengizinkannya pulang.

===

Pagi ini seperti biasa, Nando berangkat sekolah menggunakan motor kesayangannya itu. Yang membedakan hanya satu. Sasya tidak lagi bersamanya. Awalnya pagi ini Nando ingin membolos dan pergi ke rumah sakit. Hanya saja mamanya mengomelinya. Membuat Nando mau tak mau menuruti perkataan mamanya.

"Woy bro! Pakabar lo? Lama gak liat lo gue," ujar Martin menepuk bahu Nando.

"Lebay lo, lo liatkan gue masih tampan. Itu artinya gue gak apa-apa," ujar Nando.

"Gue juga ganteng. Secara lo kan kembar identik sama gue."

Nando melangkah meninggalkan Martin yang masih sibuk berbicra.

"Tungguin gue ngapa? Jahat amat lo jadi cowok," ujar Martin yang berjalan beriringan dengan Nando.

"Kalo gue jahat kenapa? Mau marah lo sama gue?!" jawab Nando ketus.

"Buset ini nih yang bikin gue gak suka sama cowok. Mereka egois," ujar Martin menenteng tasnya.

"BUODO AMAT! serah lo."

Nando dan Martin masuk ke dalam kelas. Nando menemukan penghianat yang duduk di bangku paling belakang. Mata Nando bertemu dengan Rendi. Hingga, Nando duduk tak jauh dari bangku Rendi.

"Ada masalah apa sih lo sama Rendi?" tanya Martin dengan suara keras. Membuat hampir satu kelas melihat ke arah mereka.

"Hussttt..brisik lo," ujar Cinta.

"Eh, ada Cintaku marah," goda Martin.

"Najis lo jauh-jauh sana!"

"Nggak ah, ntar Cintaku kangen," ujar Martin mengedipkan sebelah matanya.

Cinta hanya memasang ekspresi seperti orang muntah. Nando hanya diam di bangkunya. Sebelum akhirnya Martin mengganggunya kembali.

"Lo belum jawab pertanyaan gue," ujar Martin mengingatkan.

"Tanya aja sama PENGHIANAT!" ujar Nando menoleh ke arah Rendi.

"Maksud lo apa ngomong kayak gitu?!" tanya Rendi yang mendengar ucapan Nando.

"Gue cuma bilang penghianat. Gue gak nyebut nama lo dari tadi. Kenapa lo tersinggung?!" ujar Nando.

Rendi mengengam kerah baju Nando. Ia siap melemparkan tinju ke wajah sahabatnya itu. Martin melihat hal itu langsung berada di antara mereka.

"Udah deh guys, gak usah kayak gini. Gak malu lo di liatin satu kelas," ujar Martin yang tidak mendapatkan jawaban dari teman-temannya itu.

"Dia yang duluan!" ujar Rendi.

"Apa lo bilang?!"

"WOY UDAH! Gak bisa apa di selesain dengan kepala dingin," ujar Martin menarik kedua tangan sahabatnya itu.

"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya Nando dengan datar.

"Dinginin kepala."

Rendi hanya diam di sisi kanan Martin. Begitu juga Nando yang berada di sebelah kiri Martin.

Martin hanya memasang senyum yang tak bisa di artikan. Ia terus membawa sahabatnya itu. Hingga mereka sampai di tempat yang Martin maksud.

Byur! Byur!

"Brengsek lo!" maki Nando saat Martin menguyur kepalanya.

"Dasar begok!" maki Rendi yang diperlakukan sama seperti Nando.

Kini Nando dan Rendi dalam keadaan basah kuyup.

"Gimana? Udah dinginkan pala lo pada?" ujar Martin tanpa dosa.

Byur!

Nando membalas perbuatan Martin. Sedangkan Rendi memilih meningalkan mereka berdua.

"Kok lo siram gue sih?! Emang gue salah apa sama lo?" tanya Martin.

Nando tidak memperdulikan ucapan Martin. Ia segera meraih pergelangan tangan Rendi.

"Kita selesain masalah kita sekarang!" ujar Nando.

"Sorry, gue gak ngerasa punya masalah sama lo. So, gak ada yang perlu di selesain!" jawab Rendi menunjuk-nunjuk dada bidang Nando.

"Mau lo apa?"

"Gue mau lo putus sama Sasya," ujar Rendi.

"Sejak kapan lo suka sama Sasya?"

"Bukan urusan lo!" ujar Rendi mendorong Nando agar menjauh darinya.

Nando hanya menyungingkan senyum sinisnya. Ia menepuk pundak Rendi, "Jangan mimpi dapetin cewek gue deh lo. Lo gak pantes gantiin posisi gue."

"Gue buktiin kalo Sasya bakalan bisa jadi milik gue."

"Silahkan. Mimpi lo itu kampungan, kalo emang lo suka sama cewek gue bersainglah secara sehat," ujar Nando.

"Persiapin hati lo aja buat patah hati."

Rendi melangkah ke luar kelas. Nando hanya mengepalkan tangannya. Ia mencoba menahan emosinya. Nando kembali duduk di mejanya. Hari ini Sasya belum juga masuk sekolah. Ia harus banyak beristirahat. Hal itu membuat Nando bosan di kelas. Nando menengelamkan wajahnya dalam kedua lipatan tangannya. Ia mencoba tidur.

===

"Sasya makan dulu ya," ujar Bunga masuk ke dalam kamar milik Sasya.

Bunga mengusap rambut putrinya itu, Sasya hanya membalasnya dengan senyum.

"Sya, mama tau apa yang kamu rasakan nak. Ini cara terbaik buat kamu," ujar Bunga.

"Sasya sayang sama Vando. Sasya nggak bisa lupain dia mah."

"Kenapa kamu harus lupain dia Sya? Kalo kamu sayang sama dia biarin dia bahagia di sana. Nggak harus dilupakan, tapi kamu harus iklaskan."

"Iya mah, Sasya berusaha," ujar Sasya memeluk mamanya.

Ternyata kepergian lo buat gue sadar. Seberapa berharganya lo di hidup gue, batin Sasya.

=====

For Sunrise [COMPLETED]Where stories live. Discover now