55. Akhir Yang Adam Inginkan

41.3K 4.5K 178
                                    

Semogaaa lapak ini nggak bersarang laba-laba yaa saking lamanya... hahhaaa ... mendekati akhir ini lhooo, aku baru bisa nulis lagi ini. hihihiii...

happy reading yaaa ... Buat yang nanyain Om Abra, sabaaaarrr ... aku lagi nyicil nulis. hehheee ...

*** 

Maka, sapalah hujan ...

Rintik kerinduan yang membawa kenangan

Terkadang syahdu mendatangkan harapan

Namun tak jarang menjeritkan kerinduan ...

Ah ... itu kau sayang ... yang menggantung di awan

***

Adam menyandarkan kepalanya pada tembok, setelah napas lega membanjiri tenggorokannya seperti air bah yang begitu dahsyat. Ia nyaris tak dapat bernapas dengan baik, saat tubuh wanita yang memenjara hatinya di bawa masuk untuk ditangani pihak medis, sesudah dengan panik ia melarikannya ke rumah sakit.

Adalah Farah yang membawa kabar baik ditengah jantungnya yang seakan mati tadi. Kemudian menyematkan pelukan diantara rasa haru dan syukurnya atas keadaan Lintang yang tak seburuk ketakutan mereka tadi. Dan Adam benar-benar bersyukur, segala kengerian yang membayangi pelupuknya tak menjelma menjadi nyata.

"Nanti kita lihat setelah dia pindah ke ruangan ya, Dam?"

Adam menganguk dengan helaan napas panjang. "Makasih banget ya, Mbak." Ucapnya penuh rasa syukur.

"Tuhan masih kasih kesempatan buat kamu, Dam." Farah melerai pelukannya, ia menepuk pundak pengacara itu penuh pengertian. "Tapi kali ini, Lintang benar-benar harus istirahat total di tempat tidur. Untuk setiap wanita hamil, jatuh adalah berita buruk." Adam menghubungi Farah saat di jalan tadi, beruntung Farah masih berada di rumah sakit. "Mbak mau ke sana bentar ya, nenangin Tissa. Kayaknya dia benar-benar ngerasa bersalah banget."

Lalu pandangan Adam mengarah pada Tissa yang sedang berada dalam pelukkan Violin. Wajah wanita itu sudah bersimbah air mata, sementara getar tubuhnya terlihat dari pundaknya yang berulang kali di usap-usap oleh Violin. Adam sedikit merasa kasihan pada Tissa. "Setiap kehilangan memang bisa jadi semengerikan itu ya, Mbak?" komentar Adam pelan. Ia tak ingin menghakimi Tissa atas apa yang tengah di derita wanita tersebut. "Tissa nggak bersalah, Mbak. Dia cuma belum bisa bangkit."

Farah menghela sambil mengangguk setuju. "Dia udah mulai menyusun beberapa rencana masa depan, di mana dalam rencana itu, dia melibat Dennis." Lalu Farah menghapus setitik air matanya. Yang tengah mereka bicarakan ini adalah anak kandungnya, dan sebagai seorang ibu, mana bisa ia melupakan kehilangan itu. "Mbak masih punya Mas Bagas, Lintang, Dinda dan mungkin juga kamu Dam, buat mengerti bagaimana kesedihan akan kehilangan ini. Tapi buat Tissa," Farah menarik napas panjang. "Dia cuma punya dirinya sendiri buat berbagi kesedihannya."

Diam-diam Adam menyetujui apa yang Farah ucapkan. Lalu matanya menyorot langkah Farah yang berjalan ke arah Tissa. Setengah berasumsi dalam hati, mungkin dirinya akan sekacau Tissa jika sesuatu yang buruk menimpa Lintang dan bayinya hari ini.

Merogoh ponselnya yang bergetar di dalam saku celana, Adam membaca pesan dari ibu dan kakaknya yang datang hampir bersamaan.

Mama : kamu di mana, Dam? Masih di rumah sakit? Mama di rumah sakit yang sama kayak kamu nih.

Tadi, sewaktu membawa Lintang ke rumah sakit Ibunya sempat menelpon Adam, meminta temani Adam ke rumah sakit untuk menjenguk salah satu teman arisannya. Adam menolak mentah-mentah permintaan itu dan langsung mengatakan bahwa ia juga sedang menuju ke sana untuk mengantar Lintang yang sedang sakit.

Different Taste (COMPLETE) Where stories live. Discover now