21. Kegalauan Adam

28.8K 3.3K 307
                                    

Tuhan menciptakan bulan dan bintang untuk menemani Langit mengawal tugasnya menaungi manusia. Lalu bisakah aku percaya, bahwa Tuhan menciptakanmu untuk menyempurnakan hidupu? Menggenapi apa yang disebut ganjil. Dan memperindah apa yang dinamakan hati.

Lintang memeluk Reya begitu mereka tiba di luar gerbang Yayasan. Temannya yang satu ini benar-benar membantunya dalam mendapatkan pekerjaan.

Ya, Lintang diterima kerja di tempat ini. Dan semua berkat Reya.

Korelasi antara Reya dan beberapa staff kepegawaian di Yayasan inilah yang membantu Lintang mendapatkan pekerjaan sebagai salah satu staff Tata Usaha. Dia diterima dengan mudah karena sebagian dari mereka mengenal Reya dengan baik. Pekerjaan Reya di Departmen Pendidikan cukup membuat mereka percaya, bahwa Lintang jelas berkompeten dibidang ini.

"Makasih banget, Rey ... sumpah, makasih banget."

Sudah semenjak tadi Lintang mengatakan hal itu. Dan Reya dengan tampang sok angkuh hanya menaikan kedua alisnya sebagai respon.

"Lo memang Ibu peri gue," sambung Lintang masih dengan semangat membara.

"Udah gue bilang, Lin. Secara umum, orang-orang Indonesia tuh terlalu berlebihan memandang pangkat seseorang." Hari ini, Reya datang menggunakan baju dinas. Sengaja memang, sebab Reya tahu, kedudukan seseorang itu dapat memperlancar urusan. "Untung lo memang pinter, makanya gue nggak ngerasa berdosa juga. Coba kalau gue bawa Vio, diterimalah misal, terus mau taroh di mana muka gue, kalau pas ending-nya, Vio cuma bisa mengacaukan aja." Vio yang dimaksud Reya adalah sepupunya. Anak dari adik kandung Papanya.

"Hahaha ... pokoknya makasih banget, Rey. Gue berhutang banyak sama lo." Lintang kembali mengucapkan terima kasih. "Nanti gue gajian, gue traktirin makan seblak di mana pun lo mau deh." Reya adalah penggemar seblak nomor wahid. Biasanya ia selalu memesan dua porsi seblak dalam sekali duduk.

"Murah banget ya, sogokan gue, Lin? Cuma ngebayangin seblak doang, gue jadi nggak sabar nunggu lo gajian ntar." Kelakar Reya yang membuat mereka berdua tertawa. "Ngomong-ngomong, sepupu gue juga sekolah di sini lho." Ucap Reya lagi ketika mereka memasuki mobil.

"Ponakan gue juga," kata Lintang pendek. Kembali mengingat masalahnya, saat ia baru saja melangkah ke sana tadi. Bahwa di sinilah Dinda menuntut ilmu.

"Pantesan lo kayak maling gitu tadi di jalan. Toleh sana-toleh sini." Cibir Reya sambil tertawa. "Si Dinda itu 'kan? Adeknya Dennis?" Lintang mengangguk. "Sepupu gue bilang, dia genit loh Lin. Sepupu gue tuh abis digodain dia." Lalu Reya tergelak sendiri.

"Sepupu lo yang mana sih?" Lintang mulai tertarik membahas kisah asmara ABG ala keponakannya.

"Azzam, adeknya Vio. Anjir, agresif banget ponakan lo, Lin." Reya terbahak ketika mengingat beberapa chat dari Dinda untuk Azzam yang diperlihatkan Azzam padanya dan Vio, saat pemuda itu benar-benar merasa jengkel dengan Dinda.

Kening Lintang berkerut, seingatnya, Dinda tak pernah menyebut nama Azzam tiap kali Dinda melakukan sesi curhat dengannya. "Tapi si Dinda naksir Elang deh, Rey. Salah kali lo."

Reya kembali tertawa, "Namanya Azzam tuh, Elang Savero El-Azzam." Terang Reya menjelaskan. "Kalau di rumah kita panggil Azzam. Soalnya nama Papanya Langit. Jadi kalau dipanggil Elang juga, berasa manggil Papanya. Lang-Lang gitu."

"Ih, teorinya apa banget." Kekeh Lintang lucu.

Dan Reya segera menimpalinya. "Papanya Vio itu rempongnya udah sama kayak Vio. Lebay gila, untung aja Tante gue orangnya tegas. Jadi kalau ngeliat Vio sama Papanya mulai ngelantur, siap-siap deh disembur Tante gue."

Oke, sekarang Lintang mengerti. Akhirnya ia tahu juga siapa cowok berkacamata yang disukai oleh Dinda. "Tapi dia kacamataan gitu ya, Rey?"

"Iya, Lin. Calon ganteng itu nanti kalau udah kerja. Jadi rebutan cewek yang uda kebelet kawin pasti."

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang