46. Menangis Bersama Malam

25.5K 3.4K 237
                                    


Iyeaahh... Malaaam semuanyaaa... Wkwkwkk... Udah pada makan beluumm? Wkwkwk... Btw, aku lagi mager banget ini, kayaknya berat badan naik deh, pipi semakin bervolume... Hahahaa...

Udah ah yuukkk... Ketemu sama mas adam lengkap sama mbak lintang, dennis terus neng tissa. Aku lagi ngetik lanjutan Different Taste ini, soalnya bentar lagi kita mau sampai di Bab terakhir yang aku posting di NN. Okayy happy reading cinta.

***

Lintang berlari menuruni tangga, saat pembantu rumah tangga mengatakannya padanya bahwa Dennis pulang dengan keadaan basah kuyub. Otomatis ia melupakan larangan Bagas agar tak berlarian lagi. Kondisi Dennis, jelas berada dibagian teratas saat ini.

“Dennis?” dan napas Lintang benar-benar tercekat, ketika mendapati pemandangan yang bisa ia sebut mengerikan di hadapannya. “Dennis?” panggilannya mengulang, namun hanya rintihan Dennis yang menyahut.

“Dia sengaja hujan-hujanan, Mbak. Aku udah ngelarang. Aku udah bawain dia payung.” Di sebelah Dennis yang meringkuk kedinginan di atas sofa, Tissa terisak saat menyadari tubuh Dennis bergetar terus menerus. Pakaian mereka sama-sama masih basah. Walau sedari tadi pembantu Dennis sibuk hilir mudik memberikan handuk serta selimut untuk keduanya.

Lintang kembali melanjutkan langkahnya yag tadi sempat terhenti. Hal itu kemudian membuat Tissa menyadari bahwa sudah saatnya ia menyingkir terlebih dahulu. Jadi dengan pengertian itu ia beringsut bangkit dan memilih berdiri sambil menyelimutkan selimut tebal di tubuhnya yang basah.

Air mata Lintang mengucur deras, saat telapak tangannya mulai menyentuh wajah Dennis. “Dennis?” ia memeluk leher pemuda itu sementara Mbok Iza mulai melepas satu persatu septum Dennis. “Aku di sini, Dennis. Buka mata kamu.” Isak Lintang sambil mengguncang bahu pria itu.

“Di … dingin, Lin.”

Lintang mengangguk sambil membingkai wajah pucat itu dengan kedua telapak tangannya. “Kenapa harus begini, Den? Kenapa kamu nyakitin diri kamu sendiri, hah?” tuntut Lintang sembari membantu Mbok Iza melepaskan kaus basah yang dikenakan Dennis.

“Karena dia nyakitin kamu, sementara aku nggak tau gimana cara ngebalesnya.” Bisik Dennis lemah. Bahkan ketika tubuhnya mulai dibalut selimut, mata Dennis enggan membuka.

“Dia baru nyamperin Mas Adam tadi, Mbak. Mereka cekcok, terus Dennis kayak hilang arah.” Tissa menjelaskan apa yang ia tahu mengenai aktifitas Dennis hari ini. “Terus dia nelpon aku sore, Mbak. Kita muter-muter sampai Adzan Isya. Dan nggak lama hujan, Dennis malah markirin mobilnya dan jalan kaki ke taman.”

Terisak semakin keras, Lintang kembali memeluk tubuh Dennis yang tergeletak di atas sofa. “Kamu nggak perlu ngelakuin itu, Den. Kamu nggak harus kayak gitu.”

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang