15. Asa Itu Bernama Adam

25K 3.3K 80
                                    

Katanya cinta adalah senandung jiwa. Yang dihasilkan melalui harmoni yang tergabung antara detak jantung dan desiran darah. Lalu menjadi sebuah simfoni dalam diri. Memacu tak hanya gejolak darah namun juga debaran dada. Hasrat cinta bukan hanya melalui semesta, namun juga embusan napas.

Dan cinta, apakah ini kau yang datang memayungi jiwa?

Ah... kenapa kedatanganmu terasa begitu menggoda?

Sekiranya itulah yang tengah bergelanyut pada benak Lintang ketika matanya mulai mengenali sosok pria tak asing yang duduk disalah satu meja di dalam toko kue ini sambil mengobrol dengan kakak iparnya.

Sekilas, Lintang bisa mengenal senyum yang mengembang dengan sudut mata mengerut khas Adam. Matanya yang senantiasa fokus menatap lawan bicara, menjadi salah satu dari sekian banyak hal yang mulai Lintang hafal. Kemudian tanpa sadar, senyumnya pun terbit. Kotak bernama rindu yang pernah ia sisihkan perlahan kembali terlihat. Dan kini, kotak itu seperti melambai mengejeknya.

Dan Lintang hanya bisa tertunduk malu, ketika menyadari ia masih menyimpan harapan pada pria itu.

"Lin, sini?"

Panggilan Ina membuat mata Lintang dan pria berkacamata itu bertemu. Keterkejutan, juga kelegaan bisa Lintang lihat dari jaraknya. Adam tidak menyembunyikan perasaannya. Dan Lintang menyukai hal itu.

Ia berjalan dengan sorot mata Adam yang menjadi pengiringnya. Degup jantungnya terasa sama saat berpacunya dengan kaki-kaki kurusnya mengayun. Lintang ingin menyembunyikan senyumnya, namun lem berbentuk abadi menggagalkan usahanya itu.

Jadi dengan langkah pasti, ia tetap mematut senyumannya. Berharap saja, bahwa senyum yang juga di lempar Adam merupakan untuknya.

Dan itu benar, apalagi ketika Adam berdiri untuk menyambutnya. "Lintang..."

Lalu kemudian Lintang teringat akan tekadnya. Ia sempat berhenti melangkah, hal yang membuat kerutan dikening Adam terlihat menawan. Well, ya... anggaplah ia gila, ketika menyebut kerutan itu menawan. Tapi kerutan itu benar-benar tak mempengaruhi ketampanannya.

Ingatan Lintang berlari pada sosok Steven Gerrard, pemain sepak bola asal negeri Ratu Elizabeth itu pun kerap memperlihatkan kerutan pada keningnya, saat berkonsentrasi dalam mengoper bola, atau melakukan eksekusi saat terjadi tendangan penalty di depan gawang.

Lintang tak ingin memberi harapan lagi.

Tapi masalahnya, justru kini, hatinyalah yang tengah berharap.

"Lin?"

Bahkan panggilan Ina yang kedua kalinya pun masih tak mampu mengembalikan fokus Lintang yang kini terbagi.

"Lintang?" suara derit dari kursi yang tergeser membuat Lintang nyaris terperanjat. Tapi itu sekejap saja, karena hal berikutnya, sosok tubuh tegap berbalut kemeja biru langit sudah berdiri di hadapannya. Menyorotnya dengan tatapan khawatir yang kemudian membuat Lintang terenyuh. "Kamu kenapa?"

Seharusnya Lintang mengerjap, tetapi yang terjadi, justru ia yang merunduk. Merasa jahat jika ia membalas tatapan tulus pria itu.

"Lintang," namun Adam tak akan diam ketika matanya kehilangan pancaran dari juwita yang setengah mati ia rindu. "Kamu nggak suka saya di sini?" Suaranya sarat akan kepedihan. "Saya pengen ketemu kamu, pengen ngeliat kamu."

Dan Lintang kalah pada permohonan sederhana itu.

Ia mendongak secara dramatis, tidak terlalu pelan, namun cukup mendebarkan.

Seumur hidup, ia tak pernah membuka hati sampai sejauh ini. Dennis yang menjajah hatinya. Dennis jugalah yang memenjara seluruh jiwanya. Tanpa pernah seorang pun ia biarkan mengetuk pintu hatinya, lebih dari tiga kali.

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang