37. Kemenangan Di Saat-saat Kritis

28.3K 3.4K 118
                                    

Repoostt Repoosstt ... biar cepet selesaaaiiiii hahahaa ... 

***

Sesuatu dalam aliran darah Adam mengucur deras saat fakta mengenai Lintang yang ingin menggugurkan kandungannya, terpampang jelas dalam ingatan. Lintang seharusnya tahu ke mana perempuan itu harus menuntut tanggung jawab. Lintang seharusnya paham ke mana langkah kakinya mengayun. Ia tahu di mana Adam berada. Lintang juga tahu ke mana harus menghubungi Adam untuk meminta tanggung jawab itu.

Tetapi Lintang diam saja.

Lintang bungkam soal kehamilannya. Dan perempuan itu sengaja menyembunyikannya dari Adam.

Kemudian darah Adam berdesir karenanya.

Lintang begitu membencinya sekarang. Lintang tak ingin ia tahu mengenai berita kehamilan itu. Dan Lintang tak mau Adam mempertanggungkan perbuatannya. Sesuatu yang mengindikasikan, bahwa Lintang enggan terikat dengannya.

Jadi dengan menggugurkan janin itu, Lintang seperti ingin menghapus nama Adam juga dihidupnya. Sampai Lintang memilih menjadi seorang pembunuh daripada menjadi ibu.

Ibu untuk janinnya sendiri. Ibu untuk bayinya dan Adam.

Anaknya. Anak mereka.

Demi Tuhan ... sebegitu bencikah Lintang terhadapnya? Sampai-sampai tak mau melahirkan anaknya?

Adam menegang dan tak tahu lagi harus berpikir bagaimana sekarang. Otak dan matanya sedang tak berkesinambungan. Tetapi ia sedang dituntut untuk menyetir mengikuti sedan hitam di depannya ini. Agar ia tak kehilangan panduan di mana seharusnya ia mencari Lintang.

"Lintang," Adam merintih dengan wajah memprihatinkan. "Maafkan saya, Lin. Maafkan saya."

Dengan semua yang terjadi seperti ini, pantaskah ia memperoleh maaf dari wanita itu?

"Saya berdosa, Lintang. Tolong jangan kamu juga."

Jika Lintang memang ingin menggugurkan bayi itu, otomatis, Lintang pun turut andil dalam lingkaran dosa yang membelenggu mereka. Dan Adam tak ingin Lintang memperoleh dosa yang sama seperti dirinya. Ia tak mau Lintang menanggung murka Tuhan akibat perbuatannya.

"Please Lintang, jangan."

Namun parahnya, Adam merasakan hal tak wajar turut menyambangi dadanya. Ada seperti ledakan istimewa yang mengalir disela rasa bersalahnya. Sesuatu yang berasal dari fakta bahwa kini Lintang tengah mengandung.

Mengandung bayinya. Anaknya. Anak mereka.

Ya Tuhan, kini pantaskah ia bersyukur atas anugerah ini?

"Bayi itu nggak salah, Lin. Jangan hukum dia. Hukum saya, Lintang. Jangan anak kita."

Adam tak kuasa menahan sesak yang menggelanyut di dadanya. Namun rasa bahagia karena Lintang mengandung benihnya tak bisa ia abaikan begitu saja. Ada anaknya di perut Lintang. Ada janinnya di sana. Meringkuk retan dalam rahim ibunya. Dan kini, Adam hanya ingin berdoa, agar ia masih diberi kesempatan bertemu anaknya.

"Saya ingin kamu melahirkannya, Lintang." Egois memang, tetapi Adam tak bisa memungkiri rasa di hatinya. Ia menginginkan anak itu terlahir. Anaknya dan Lintang. Bukan apa-apa, hanya saja, hal itu akan menjadi bukti bahwa ia dan Lintang pernah bersatu.

Walau dengan cara yang salah.

Mencengkram erat kemudinya, Adam harus setengah mati menahan umpatan kala kemacetan Jakarta menjadi penghalang utamanya untuk bertemu dengan Lintang sesegera mungkin.

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang