48. Secerca Harap Di Tenga Badai

26.6K 3.7K 194
                                    

Selamat menunaikan ibadah puasa buat yang menjalankan nya 😘. Harusnya sih tadi malam aku update,  tapi ngantuk sangat  hehehee...  Happy reading

***

Katakanlah Adam tak tahu diri, ketika meyakini bahwa di balik setiap musibah selalu menyimpan berkah. Ya, dia memang berpikir seperti itu.

Diantara musibah keluarga Bagas yang kehilangan Dennis, Adam tak dapat menampik bahwa kehadiran Lintang di dalam apartmentnya ini merupakan sebuah berkah. Hujat ia dengan sebutan kurang ajar, maka Adam akan menerimanya.

“Mas udah siapin air panasnya, kamu mandi dulu ya?”

Ia berjalan mendekati Lintang yang duduk menggigil di sudut sofa. Adam memilih berjongkok di hadapan wanita itu. Membenahi selimut Lintang, kemudian menggosok-gosokkan tangan Lintang dengan tangannya.

“Minum dulu tehnya ya?” tawar Adam sambil melirik pada segelas teh madu yang ia siapkan untuk Lintang masih berkurang sedikit. Anggukan kepala Lintang membuat Adam mengulum senyum simpul, sambil membenarkan letak kacamatanya, Adam meraih gelas tersebut, kemudian memilih duduk di samping Lintang dan menyodorkan tehnya. “Bisa?” maksud Adam adalah meminumnya sendiri.

Lintang terlihat bingung mengeluarkan tangannya dari balik tumpukan selimut tebal yang Adam lilitkan di tubuhnya. Hal itu pun tak luput dari perhatian Adam.

Adam tak pelak kembali mengulum senyuman. “Mas yang minumkan ya?”

Wajah Lintang begitu polos ketika ia mendongak untuk menatap Adam. Lintang memang tak pernah memakai riasan berlebih. Dan beberapa kali juga, Adam sudah mendapatinya berpenampilan demikian. Tapi hari ini, di balik pucat dan mata sembabnya, Lintang tetap mampu memesona Adam. Padahal yang sedari tadi Lintang lakukan hanyalah mengangguk ataupun menggeleng saat menjawab pertanyaan pria itu.

Seperti saat ini. Lintang pun bersikap demikian untuk menjawab pertanyaan Adam. Wanita itu mengangguk dan memajukan wajahnya saat Adam menyodorkan gelas padanya.

“Abis mandi makan dulu ya? Mas pesankan sop Ayam. Kamu suka sop ‘kan?” Adam berkata lagi setelah meletakkan gelas di atas meja.

“Sekarang nggak lagi, Mas.” Gumam Lintang menyandarkan punggung. “Mual,” keluhnya merapatkan selimut.

Adam mengangguk ketika Lintang memejamkan mata. Lalu membungkuk untuk melihat kedua kaki Lintang yang terendam di dalam baskom  berisi air hangat. “Jadi mau makan apa?” tanya Adam hati-hati.

Lintang menggeleng tanpa membuka mata. “Nggak tau, Mas. Aku nggak selera.”

“Tapi kamu belum makan dari semalam, Lintang.” Adam mendesak, tak suka kalau Lintang mengabaikan makanannya begini. “Kamu bisa masuk angin, apalagi abis ujan-ujanan begini, Lin.”

“Aku nggak bisa makan, Mas. Nggak bisa nelen.” Lintang mendesah.

Namun Adam tak patah semangat. “Paling nggak dua atau tiga suap aja Lin, biar ada isinya perut kamu.”

“Udah ada anak kamu di sini. Udah berisi ‘kan?”

Kontan Adam terdiam. Ia menelan ludah gugup. Apalagi ketika Lintang membuka mata. Lalu menyorotnya dengan tatapan dingin.

Bergerak menyibak selimut, tangan Lintang bergerak menuju perutnya yang tak lagi rata. Kemudian menaikkan baju itu, hingga menampilkan perut Lintang sepenuhnya.

Different Taste (COMPLETE) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن