38. Tidak Ada Pernikahan

26K 3.2K 91
                                    

***

Lintang terbangun saat merasakan sapuan lembut di keningnya. Awalnya ia berniat mengabaikan saja sentuhan itu. Namun lama-kelamaan hal itu mulai mengusiknya. Juga trauma yang ia alami semenjak insiden sentuhan-sentuhan Adam di tubuhnya yang membuatnya berbadan dua seperti sekarang ini, membuat Lintang mau tak mau harus memaksakan diri agar segera sadar. Ia tak ingin bernasib serupa dengan sebelumnya.

Ia mulai menggerakkan kelopaknya yang seperti tengah diberikan perekat. Karena ia bersumpah, sampai detik ini pun ia masih sangat mengantu. Matanya yang terasa berat mulai mengerjap mencari fokus pandangan yang masih terasa kabur. Lalu ketika ia mulai bisa melihat cahaya yang masuk melalui jendela yang terbuka lebar, Lintang mendapati wajah Dennis menyandra iris matanya yang masih haus akan cahaya ketika dikerjapkan.

Senyum lebar pemuda itu tak mungkin bisa ia lupa, juga mata satu khas orang sakit langsung menjadi pengingat Lintang mengenai di mana kini ia berada. Wajah pucat Dennis adalah hal kesekian yang ia ingat dari pemuda itu. Bersyukur pada Tuhan, Lintang masih diberi kesempatan untuk bertemu muka kembali dengan Dennis.

"Hei," sapa Lintang sambil tersenyum. Memberi semangat pada Dennis yang masih berjibaku melawan penyakitnya. "Kok makin ganteng ya?"

Kekehan Dennis cukup menjadi obat pertama yang Lintang butuhkan ditengah himpitan masalah yang menggila saat ini. Menjadi sebuah pertanda awal, bahwa kondisi Dennis sudah semakin baik disetiap hatinya. Semoga saja Tuhan, kuatkan Dennis.

"Hai juga." Dennis membalas sapaan Lintang. Senyum itu tak surut dari wajahnya. Betapa dirinya tak pernah berhenti mengagumi sosok Lintang. "Kata Mama kamu lagi sakit?" Kepala Lintang mengangguk memberi jawaban. "Terus kata Papa kamu bakal tinggal di sini lagi?" ada nada penuh harap yang terselip di sana. Ada sirat penuh permohonan yang Dennis panjatkan untuk Lintang.

Tak kuasa menahan haru dan tawanya, Lintang terkekeh pelan sambil berupaya bangkit. Ia ingin memeluk Dennis. "Mau jagain kamu lagi, biar nggak lupa minum obat terus."

Dennis mendengus namun tangannya tetap cekatan membantu Lintang bangkit. "Kayaknya, kali ini posisi ke balik deh." Ia mencibir sambil mencoba melemparkan tatapan menghinanya terhadap kondisi Lintang. Bukan sungguh-sungguh, hanya pura-pura saja. "Sekarang aku yang bakal ngerawat kamu biar kamu nggak telat makan lagi."

Hanya Dennis yang selalu bisa Lintang andalkan. Disetiap sedih yang merayap tanpa permisi di dadanya, Dennis selalu memiliki cara tersendiri untuk menghibur dirinya. Walau itu lewat perkataan-perkataan sederhana yang tak bernilai apapun bagi orang lain. Namun bagi Lintang, kepedulian yang Dennis miliki untuknya, cukup menjadi obat dari segala resah yang ia miliki kini.

Jadi Lintang merengkuh tubuh pemuda itu dengan kedua lengannya. Kembali bersyukur pada Tuhan, karena masih memberinya seorang Dennis untuk menggenapi kekosongan di hatinya. "Kangen banget sama kamu." Bisik Lintang lirih. Jiwanya mendadak melankolis begini pada hari ini. Dimulai dari terungkapnya kehamilannya, lalu berlanjut dengan drama penuh air mata karena keinginannya untuk menggugurkan janinnya. "Sehat terus ya, Den? Berjuang terus buat sakit kamu."

Dennis membalas pelukannya. Kepalanya membaui aroma dari sampo yang Lintang kenakan. Mengecup keningnya lembut, Dennis menarik napas dalam-dalam sebelum mengangguk. "Untuk kamu, aku pasti kuat." Air mata Lintang menetes jatuh, dan Dennis menyadarinya. "Aku nggak akan tinggalin kamu sendirian. Walau sekarang semua batasan-batasan itu mulai buat jengah."

Air mata Lintang masih mengalir. "Aku sayang kamu, Dennis. Sayang banget."

Mengangguk, Dennis mengecup rambut Lintang lagi. "Aku tau. Kamu nggak akan ninggalin aku."

Lintang menghapus air matanya, dan kembali mencoba tersenyum. "Gimana kondisi kamu? Udah enakkan?" ia menyentuh lengan Dennis yang kurus. Mengingat kembali seberapa besar lengan itu beberapa waktu yang lalu, Lintang harus mengeratkan rahang, agar tak menumpahkan air matanya lagi demi menangisi kondisi Dennis yang sekarang ini. "Perasaan makin kayak tulang deh ini badan ya? Dijadikan sop mau?" Lintang mencoba berkelakar. Ia ingin menekan kesedihannya. Juga melupakan masalahnya sejenak.

Different Taste (COMPLETE) Where stories live. Discover now