46. Segala Kisah Mengenai Hujan

23K 3.1K 158
                                    

***

Jika cinta adalah anugerah, apalah dayaku yang hanya mampu mengukir cerita? Romansa ini memang milik kita. Tapi semesta tak pernah memberi alur yang serupa. Hingga dengan tak tahu malu kita merajut apa yang tak ditakdirkan tuk bersama.

Tapi aku bersumpah

Cinta ini hanya milik kita. Bersujud di bawah tangga nirwana, aku menumpah semua air mata. Berharap Tuhan ‘kan membiarkan satu kehidupan yang berisi mengenai kita.

Oh, kau, dewi yang kupuja

Aku menumpahkan darah di ujung laga. Bukan untuk memenangkan perang saudara. Melainkan bukti, bahwa cinta yang kita jaga telah kalah. Saat tubuh dikubur derita. Maafkan aku karena selamanya ‘kan tetap mencinta

Nyanyian sendu dariku
hati yang ditakdirkan Tuhan tuk tak bersamamu

***

Dennis membiarkan tubuhnya tersiram dinginnya hujan yang mengguyur langit malam. Bersenandung dalam hasrat yang melagu mendung, ia tumpahkan air mata bersama dengan curahan rinai hujan.

Lalu di tengah dingin yang membuatnya menggigil, Dennis teringat akan makna yang terkandung dalam hujan.

Katanya, hujan adalah melody dari langit. Nyanyian alam yang berlangsung karena suka cita pertemuan antara mendung dan terang. Hingga lahir rintikkan menyejukkan yang membasahi bumi melalui langit.

Begitu romantis kala menyadari setiap prosesnya. Apalah saat ungkapan lain berkumandang, bahwa jatuh cintalah seperti hujan. Yang berkali-kali jatuh namun tak pernah keberatan untuk jatuh kembali.

Tetapi Dennis tak bisa.

Ia hanya punya satu hati yang sudah ia jatuhkan. Dan tak lagi mampu jika ia harus jatuh untuk kesekian kalinya.

“Lo bakal sakit, Dennis! Ayo cepet masuk mobil!” Tissa berteriak sambil memegang payungnya. “Kalau lo mau mati jangan libatkan gue! Gue nggak mau jadi saksi!” Teriaknya kembali, namun bersamaan dengan itu air matanya ikut jatuh. “Dennis! Please, berhenti nyiksa diri lo.” Isak Tissa lemah.

Dennis menghubungi Tissa tadi sore. Dan dengan senang hati, Tissa langsung menanggapinya dengan antusias. Entah angin apa yang membuat Dennis berpikir bahwa menghubungi Tissa adalah yang terbaik, nyatanya, sampai malam ini, Dennis belum mengumpat perempuan itu.

“Lo mau apa sih sebenarnya, Den? Gue nggak bisa liat lo kayak gini.” Kembali suara Tissa terisak lemah. “Berhenti nyiksa diri lo! Lo nggak boleh hujan-hujanan gini.”

Namun Dennis tak mengindahkan. Ia tetap duduk di taman dengan pandangan menerawang kosong. Bukan bermaksud membuat sensasi, hanya saja ia memang tak tahu harus melakukan apa-apa lagi sekarang ini.

Different Taste (COMPLETE) Where stories live. Discover now