9. Dennis Keterlaluan

28.2K 3.7K 75
                                    

Dennis bungkam ketika aku bertanya mengenai apa yang terjadi pada Tisa. Ia tak mau membicarakannya dan lebih memilih menghindariku. Ingin sekali rasanya membuka tempurung kepalanya, demi mencari tahu sendiri. Sebab aku tak bisa bertanya pada Tisa, karena kutahu gadis itu pun tak akan mengatakan apa-apa.

Well ya, sifat alamiah kita. Jika ditanya mengenai keadaan pasca penolakan, pasti kita lebih memilih mengatakan 'aku baik-baik saja'.

Bullshit.

Iya, segala yang kita perbuat demi menutupi keadaan kita yang sebenarnya adalah suatu kemunafikan serius.

Cih, seharusnya kita bisa lebih jujur pada diri sendiri. Tapi yang namanya perempuan memang begitu. Kita lebih senang menggadai perasaan demi terlihat baik. Padahal kita sendiri harus menahan napas ketika menyadari hati yang kita jaga telah hancur berkeping-keping.

Jadi aku berusaha mengabaikan permasalahan itu ketimbang harus mati sakit kepala saking penasarannya.

Fix, aku benar-benar harus melupakan kejadian itu agar tetap waras saat pesta khitanan Rivan, keponakanku di Bandung.

"Tante."

Aku menoleh ke arah Ivana yang menyodorkan boneka beruangnya kepadaku.

"Iya, Sayang, kenapa?" Aku mengambil boneka itu, lalu menyadari bahwa bagian kepalanya rusak karena sedikit tersobek. "Lho, kok sobek gini, Dek?"

Ia mengangguk, lalu cemberut. "Belikan lagi, boleh?"

Aku tertawa, ingat bahwa boneka ini adalah pemberianku beberapa bulan lalu. Tepatnya sewaktu ulang tahun Ivana. "Mau yang kayak gini juga?" Ia mengangguk dengan wajah ditekuk. Aku meraih tangannya dan menundukkannya di pangkuanku. "Oke, sini." Aku mengeluarkan ponsel dan membuka instagram tempat aku membeli boneka itu. Ya, aku membelinya secara online memang. "Na pilih sendiri mau yang model gimana ya?"

Lalu sedetik kemudian Ivana dan aku tenggelam dalam lautan foto boneka-boneka lucu. Pada akhirnya Ivana memilih dua boneka. Satu boneka beruang seperti kepunyaannya dan satu lagi boneka pinguin dengan pita merah muda di kepalanya. Its, so cute.

"Tante ...." Kami sudah berpindah ke kamarnya. Ivana ingin meletakkan boneka beruangnya dan menunggu kedatangan boneka baru via JNE dua sampai tiga hari ke depan.

"Ada apa, Sayang?" Aku membantunya menyisir rambut dan mengikatnya menjadi cepolan tinggi. Biar saja, biar dibiasakan dia memperlihatkan tengkuknya.

"Na, pengen punya adek dong, Tan."

"Eh?" Aku mengerutkan kening. "Maksudnya?"

"Raya punya adek bayi, Tante. Namanya Farhan, Na mau juga dong, Tan."

Oke, sekarang aku mengerti ke mana percakapan ini akan menuju. "Ya udah, bilang sama Mama, nanti pasti Mama ngomong sama Papa kalau Na minta adik bayi."

Bibir Ivana mengerucut lucu. Sesuatu yang kerap membuatku tak bisa menahan diri memberi cubitan gemas.

"Kata Mama, suruh minta sama Tante."

"Lho, kok, Tante?" Keningku berlipat.

"Iya, katanya nanti Tante aja yang kasih Na adik. Mama sama Papa udah nggak bisa kasih adik lagi katanya."

Cih, alasan.

Awas saja yang mereka berdua ini. Bisa-bisanya mengumpankanku begini.

"Iya, nanti ya, Sayang, kalau Tante dapet online shop kayak tadi yang khusus jual adik bayi, nanti Tante paketin ke sini, ya?"

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang