27. Pertemuan Kembali

24.6K 2.9K 69
                                    

Mungkin, kau memiliki hatiku dihari kemarin. Tapi dia, yang 'kan memilikiku dihari ini, esok dan selamanya. Dia yang menjabat tangan Wali-ku. Dan dia ... yang datang dengan dengan janji kepada Tuhan untuk menjadi alasan surgaku.

Mungkin dia belum menampakan diri. Tapi hatiku meyakininya, bahwa yang tak di sangka-sangka akan segera tiba.

Lintang turun setelah Reya mematikan mesin mobilnya. Memandang terik, sinar matahari yang terasa masih menyengat kulit, padahal, beberapa jam lagi senja menguning 'kan datang menghampiri.

"Gila, masih panas banget ya?"

Komentar Reya begitu sampai disamping Lintang.

"Jam setengah tiga gini memang lagi terik-teriknya. Gue pesen minuman yang paling dingin." Ucap Lintang mengabaikan keluhan Reya sepenuhnya. "Temen-temen lo berapa orang sih? Perasaan rame banget ini resto."

Reya hanya mengedikan bahu saja. Berjalan mendahului Lintang yang kini tampak sibuk dengan ponselnya. "Resto ini punya orang ganteng. Jadi banyak cewek-cewek gatel yang memang sengaja pengen tebar pesona. Padahal udah pada tau kalau doi udah kawin."

Kening Lintang berkerut. "Masa sih? Ada gitu ya, yang mau makan cuma karena yang pemiliknya ganteng?"

"Lo sih kurang pergaulan, jadi nggak peka banget." Cibir Reya kepada Lintang. "Nah kebetulan juga, si Vio tuh lagi deket sama sepupu yang punya resto ini. Jadi waktu gue reservasi, gue dapet diskon. Soalnya memang kenal dia sama gue juga. Hebat 'kan?" jelas Reya dengan kebanggaan.

Sementara kini, giliran Lintang yang mencibirnya. "Serem ya, dikenal sama laki orang aja bangga. Dasar wanita pengin sentuhan." Celutuk Lintang sekenanya.

Reya mendengus kuat-kuat, tapi ta mengatakan apapun, hanya menoyor pelan kepala Lintang sampai temannya itu mengadu kesakitan. Awalnya, Reya pikir bahwa Lintang sedang kumat lebay-nya. Namun ketika Lintang memejamkan mata sambil memegang kuat lengan Reya, barulah wanita itu sadar, bahwa temannya tersebut sedang tidak bergurau.

"Lin ... please ... lo jangan nakuti gue." Kata Reya dengan raut wajah yang memancarkan ketakutan.

Lintang menggelengkan kepala, masih dengan mata memejam. "Pusing banget tiba-tiba, Rey." Keluhnya perlahan membuka mata. "Lo toyor tadi, langsung kayak muter-muter."

Reya meringis, merasa bersalah itu sudah pasti. "Lo ada penyakit bawaan kayak Dennis nggak sih, Lin? Sumpah gue takut beneran."

Mengerjapkan mata, tangan Lintang masih setia memegangi lengan Reya. Ia mencoba mengulum senyuman, walau buram dari penglihatannya tetap menjadi hal tak enak yang membuat pusing semakin menderanya. "Enggaklah bego." Lintang menarik napas pelan-pelan. "Gue nangis marathon. Dari jam istirahat pertama tadi, sampe lo nemui gue digerbang. Panjang 'kan? Puyeng deh jadinya."

"Lo serius?" Reya masih khawatir.

Dan Lintang yang merasa tak enak pada temannya itu, lantas langsung mengangguk dan emndaratkan satu pukulan telak di tangan Reya. "Makanya, awas sekali lagi lo noyor-noyor gue."

Kembali meringis, Reya mengangkat sebelah tangannya ke atas. "Gue bersumpah, mulai detik ini nggak akan nyentuh kepala Lintang pakai tangan gue. Reya berjanji Tuhan."

Terbahak, Lintang menepis tangan Reya yang hendak menuntunnya. "Gue udah nggak apa-apa stupid. Cepet deh jalannya, katanya mau ngenalin gue sama temen-temen lo yang oke-oke?"

Reya mencebik dan mengikuti langkah Lintang yang telah terlebih dahulu berjalan di depannya.

***

Sudah lebih dari tiga minggu ketika Adam tak bisa tidur nyenyak sebelum meneguk beberapa gelas alkohol yang kini mulai ia simpan di dalam apartmentnya.

Different Taste (COMPLETE) Where stories live. Discover now