40. Adam & Hawa

24.3K 3.4K 134
                                    

Yuuukk keseell-keselan lagii sama Lintaang yuuukkkk ....!!!

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, keduanya sepakat untuk mengisinya dengan kesunyian. Adam yang berpura-pura sedang berkonsentrasi menyetir. Dan Lintang yang semenjak tadi senantiasa membuang pandangannya jauh.

Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah, Adam tengah mati-matian menyelamatkan hatinya yang perih karena pecutan dari kalimat Lintang sebelumnya. Dan Lintang sedang merasa tak enak hati, karena ia tahu bahwa ia sudah sangat keterlaluan tadi. Adam jelas sakit hati. Tetapi Lintang yang mencoba tak peduli, tidak bisa mengabaikannya.

"Udah sampai," suara Adam memecah ruang hampa yang mereka ciptakan sendiri. "Masih harus daftar lagi atau langsung ketemu dokternya?" tanyanya sambil melepaskan sabuk pengaman.

Lintang tak serta merta langsung menjawab. Ditatapnya Adam beberapa saat, namun ketika Adam tak membalas tatapannya, Lintang membuang napas dan mengalihkan perhatiannya. "Daftar dulu, soalnya bukan Mbak Farah dokternya." Jawab Lintang enggan menatap pria itu. "Nanti kalau dapet nomor antrian jauh, aku nggak apa-apa kok pulang naik taksi."

"Mas tungguin." Adam menyela cepat.

"Kalau belum buat janji gini, biasanya bisa sampai siang banget. Atau malah sore." Lintang menjelaskan.

Namun Adam kembali menyelanya dengan cepat. "Sampai malam juga nggak apa-apa." Adam bersuara. "Nanti kalau laper kita cari makanan dekat-dekat sini aja." Tambahnya lagi dengan intonasi yang jauh lebih tegas.

Lintang hanya berani meliriknya, dan saat lagi-lagi tak mendapati Adam memperhatikannya, Lintang mulai gusar. Apakah keterlaluan yang ia ucapkan tadi?

Ah, entahlah. Mood-nya sendiri jelas sedang tak baik sekarang. Jadi daripada terus memikirkan keengganan Adam dalam membalas tatapannya, lebih baik Lintang segera keluar terlebih dahulu.

Dan ketika memasuki rumah sakit, dugaan Lintang benar. Melihat pasien-pasien yang berada diruang tunggu, membuat Lintang khawatir kalau-kalau ia benar-benar akan mendapat kesempatan sampai sore. Lihat saja, khusus untuk dokter kandungannya, jumlah antrian sudah sampai beberapa orang. Dan rata-rata memanglah wanita dengan bentuk perut yang sudah menonjol kedepan.

"Wah, beneran lama ini kayaknya." Komentar Adam yang ternyata sudah berada di belakang Lintang.

"Mas balik ke kantor juga nggak apa-apa. Kalau sampai sore, aku tinggal nelpon Mas Bagas nanti, dia pasti nggak keberatan jemput aku di sini." Lintang berjalan menuju meja-meja perawat berbaju putih yang bertugas mencatat nama-nama calon pasien. "Nunggu lama gini capek Mas, dan aku yakin Mas juga punya kerjaan 'kan di kantor?"

"Ada." Adam menjawab cepat.

Membuat Lintang yang tadi berjalan di depannya kontan menoleh dan memandangnya.

"Mas Bagas juga pasti ada kerjaan. Masanya dia buat nungguin perempuan ke dokter kandungan itu udah lewat. Bukan urusan dia lagi seharusnya jemput-jemput kamu ke sini." Adam menarik Lintang ke salah satu tempat duduk yang berada di sana. "Bukan Bagas yang jadi Ayahnya," Adam menunjuk perut Lintang dengan dagunya. "Kamu sini aja, Mas yang daftar." Dan lewat lensa kacamatanya, Adam memberi peringatan tegas kepada Lintang. "Ini mau pakai nama kamu atau nama Mas?"

Lintang menggeleng, ia mengerti maksud pertanyaan terakhir Adam. "Biasanya sama Mbak Farah langsung aja, jadi nggak tau kalau daftar mesti pakai nama siapa."

Adam mengangguk. "Ya, udah, tunggu di sini. Mas aja yang ke sana."

Dan Lintang benar-benar membiarkan Adam.

Different Taste (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang