Enam Puluh Dua

2.4K 175 36
                                    

Sudah lima bulan gue menjalani kehidupan penuh ritangan ini, assek bahasa gue. Emang iya sih, masalah datang secara bergantian bahkan pernah suat saat dua mqsalah datang sekaligus. Ya mau gimana lagi, mohon bersabar ini cobaan.

Jangan tanya apa yang gue lakukan selama lima bulan itu. Gue dikebut dengan latihan soal, try out, latian soal lagi, ulangan harian, tugas menumpuk, ulangan harian lagi, tugas menumpuk lagi, try out lagi, ujian, gitu terus hinga akhirnya UN tiba. Seribet ini namanya kelas dua belas, waktunya terbatas banget mau santai-santaian.

Sekitar dua bulan lalu sekolah gue melakukan rekreasi ke Pulau Dewata, Bali dan itu bikin gue gagal move on sama apa yang kami lakukan disana. Lima hari kami menetap di Bali tapi rasanya masih kurang puas.

Yang bikin lebih betah itu gue bisa lebih lama ketemu si doi, Keenan, hehe. Enaknya lagi, gue sama Keenan satu bis dan bikin gue agak gugup kalau mau munculin jiwa gila gue, tapi bodo amatlah, Fiona nggak kenal namanya jaim.

Dan sekarang adalah waktunya kelas dua belas sedikir santai karena UN sudah selesai, yey. Ya ampun, kalau diinget sih rempong banget, tiada hari tanpa belajar dan itu-jujur-bikin gue pusing sendiri. Asal kalian tau aja, gue payah dalam kegiatan hapal-menghapal, pasrah gue mah kalau ada pelajaran yang ada hubungannya sama hapal-menghapal.

"Bengong aja lu, kenapa?" tanya Delvin yang tiba-tiba duduk di depan gue sambil memberikan gue sebotol air mineral.

"Mikirin masa depan," jawab gue asal.

"Nggak usah dipikirin, masa depan lo tanggung jawab gue," kata Delvin santai.

"Kagak baper gue, telat kalau lo mau baperin gue. Laian ya, gue emoh punya rumah tangga sama lo, bisa-bisa anak gue jadi sengklek," proes gue membuat Delvin menatap gue datar.

"Mana Keenan?"

"Apanya?"

"Keenan."

"Iya, kenapa?"

"Keenan mana, Fiona?" ulang Delvin gemas saat gue memutar-mutarjan pertanyaannya.

"Lagi ngumpul sama temen-temennya di rooftop kali," jawab gue santai. Udah biasa gue mah ditinggalin doi sendiri, udah kebal. "Lo tumben nemenin gue dimari? Biasanya juga males nemenin gue."

"Siapa yang mau nemenin lo sih? Ge-er banget lo, jadi sebelas dua belas sama Amel."

"Lah, lo tau tentang Amel sama Keenan?"

Delvin mengangguk santai. "Siapa yang nggak tau orang udah nyebar banget." Delvin bangkit dari duduknya saat melihat David memanggilnya dari lapangan outdoor. "Gue duluan ya, si bos udah manggil."

"Iya, gue juga mau ke kelas, Sheryn kayaknya udah ngomel-ngomel gegara gue tinggalin gitu aja."

Gue melihat Delvin yang sudah berlari menuju teman-temannya yang sudah ada di lapangan outdoor, sudah dipastikan mereka kesana untuk futsal.

Gue berjalan santai menuju koridor sembari meneguk air mineral pemberian Delvin. Tangan seseorang memegang bahu gue, membuat gue memutar kepala.

"Mau ke kelas?" tanya Grace dan hanya gue jawab dengan angggukan. "Ya udah bareng ya, Fani sama Andin ninggalin gue sendirian, jahat banget."

"Ayo dah, gue juga lagi nggak mood jalan sendirian." Grace tersenyum ke arah gue lalu menyejajarkan langkahnya dengan langkah gue.

"Fiona!" panggil Clara. Langkah gue dan Grace otomatis terhenti, menunggu Clara menghampiri kami. Napasnya tersenggal-senggal, mungkin ia berlari terlalu cepat tadi.

"Kenapa lo? Dikejar kucing beranak? Atau kucing PMS? Atau jangan jangan kucing yang KDRT?" Tebakan ngaco mulai keluar dari mulut Grace. Untung cantik lo, Grace.

He(A)rt - [SELESAI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora