Dua Puluh Empat

3.4K 189 56
                                    

Gue menarik napas dalam sebelum mengendalikan kembali jari lentik gue untuk menari di atas keyboard. Gue menjilat bibir bagian bawah yang mulai mengetik.

Fiona: Tapi lo jangan marah ya

Fajar: Ngapain sih gue marah? Ngomong aja

Fiona: Maaf, gue mau kita selesai sampai disini. Maaf banget, Jar. Menurut gue ini yang terbaik buat kita

Fajar: Kenapa? Kalau gue punya salah sama lo, gue minta maaf. Jangan berubah tiba-tiba, Fin. Lo kenapa? Apa alasan lo sampai memutuskan berhenti?

Fiona: Banyak, banyak banget alasan yang mendukung buat kita selesai disini. Jujur, gue masih sayang sama Arkan, gue nggak bisa move on dari Arkan, sedikit pun nggak bisa. Gue juga nggak mau maksain perasaan gue ke elo dan itu kasihan elonya. Gue tau perasan yang dipaksakan tidak akan bertahan lama, layaknya sekarang. Gue udah sempet sayang sama lo, Jar. Tapi entah kenapa perasaan gue tiba-tiba hilang gitu aja, gue juga nggak tau kenapa. Gue minta maaf.

Fajar: Gue bisa nungguin lo sampai bisa move on dari Arkan, Fin, gue bisa

Fiona: Sampai kapan lo mau nungguin gue? Sampai kapan, Jar? Lo pasti nggak akan tahan nungguin gue karena sampai kapan pun gue nggak akan pernah bisa ngelupain Arkan

Fajar: Kalau itu mau lo, gue terima. Gue ikutin kemauan lo asal lo bahagia

Fiona: Makasih, Jar. Sekali lagi maafin gue

Read.

Gue mematikan Iphone gue secara paksa, melemparnya tanpa minat. Gue yakin ini adalah keputusan terbaik. Keputusan yang tidak akan melukai siapa pun. Kalau saja yang terluka hanya gue, gue tidak peduli asalkan orang lain tidak terluka karena gue.

"Kak, keluar gih! Di luar ada Kak Laura!" seru Thania dari luar sambil mengetuk-ketuk pintu dengan keras.

"Suruh ke kamar aja, gue males keluar!" seru gue.

****

Mading dipenuhi oleh siswa-siswi yang baru saja menyelesaikan libur panjangnya. Gue masuk di sela-sela kesesakan untuk melihat dimana kelas baru gue. Mata gue meliar membaca kertas yang tertempel di mading, mencari nama 'Fiona Zea Azucena' di salah satu kertas yang terpajang rapi.

Ketemu! Gue masuk di kelas XII-5. Gue juga mencari nama temen-temen gue dan teryata tidak ada yang satu kelas dengan gue. Gue mendengus kesal lalu kembali mencari nama 'Delvin Sigra Saktika'.

"Eh anjir, terus gue di kelas sama siapa kalau temen-temen gue nggak ada yang sekelas? Masa gue sendirian sih?" tanya gue pada Riska yang ada di sebelah gue.

"Sabar. Gue sekelas sama Delvin loh," katanya bangga.

"Diem lo. Lah gue sama siapa?" rengek gue. Gue menjelajahi kertas yang berisi nama-nama yang masuk di kelas XII-5.

Mata gue terhenti saat membaca nama yang tertera bagian atas kertas. Nama 'Arkana Putra Rayhan' terpajang nyata disana. Gue terpaku membaca namanya. Itu artinya gue satu kelas lagi dengan Arkan, dengan seseorang yang sangat gue sayangi. "Kenapa?" tanya Riska yang tidak mengerti.

"Ris, lo baca anggota kelas XII-5 dari bawah sampai atas gih, gue nggak mau baca," kata gue. Gue hanya tidak percaya dengan nama 'Arkana Putra Rayhan' jadi untuk memastikan gue harus minta tolong Riska, siapa tau gue salah baca.

Riska mengangguk dan mulai membaca nama dari bawah ke atas. "Sheryn, lo sekelas sama Sheryn, Fin," katanya. Sheryn adalah mantan Tirta yang waktu itu pernah kena razia.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now