Sembilan

4.6K 266 47
                                    

Kenapa sih gue bisa jatuh dari tempat persembunyian? Malu-maluin! Gimana kalau mereka berpikir yang enggak-enggak tentang gue? Duh, Fiona, lo ngerepotin banget sih. Gue melihat mereka bertiga yang juga melihat ke arah gue dengan tatapan yang tidak bisa gue baca.

"Maaf, tadi nggak sengaja lewat terus gue masuk aja, mana gue tau kalau ternyata ada beginian," kata gue tanpa ditanya. Gue mengambil langkah mundur dan pergi, meninggalkan mereka bertiga yang masih membisu.

****

"Terus? Arkan bilang apa?" tanya Prilla setelah gue cerita tentang tragedi gue jatuh saat nguping.

"Diem semua, nggak ada yang komentar," jawab gue. "Gue takut Arkan bilang yang enggak-enggak tentang gue, Pril," tambah gue cemas.

"Enggak, Arkan nggak bakalan ngomong yang aneh-aneh. Lo juga, kok bisa ketahuan sih?" kata Prilla gemas.

"Mana gue tau kalau akhirnya gue ketahuan kayak tadi. Tau deh, pusing gue kalau nginget yang tadi."Gue memegang kepala gue yang penuh pikiran negatif, frustasi.

"Lo tenang aja. Kalau ketemu Arkan, lo biasa aja, anggep aja yang tadi itu beneran kebetulan," kata Clara yang sedari tadi diam.

"Kalau misalnya Arkan ngomong yang enggak-enggak gimana?" tanya gue yang masih cemas.

"Lo apaan sih, jangan negatif gitu, elah. Yakin aja, Arkan nggak bakalan ngomong yang macem-macem tentang lo," kata Andin.

"Ya, semoga aja," kata gue murung.

"Lo yakin tadi bener-bener nggak sengaja lewat?" tanya Arkan yang tiba-tiba berdiri di sebelah gue. Gue membulatkan mata, begitu juga dengan Prila, Clara, dan Andin. Tuh kah, Arkan curiga sama gue.

"I...iya, gue beneran nggak sengaja lewat kok," kata gue berusaha tenang meskipun dalam hati gue yang palig dalam, gue gugup banget.

"Kalau lo cuma lewat, kenapa ada di belakang pot?" tanya Arkan lagi, dia masih curiga.

"Anu, gue tadi ngambil pena gue yang jatuh di deket pot," jawab gue asal, mencari alasan selogis mungkin. Beruntunglah tadi gue sempat membawa beberapa kertas dan pena untuk berjaga-jaga dan ternyata itu sangat membantu gue mencari alasan.

"Oh gitu, terus tadi lo sempet jatuh ya?" tanya Arkan lagi.

Gue mengangguk pelan, antara malu dam gugup. "Tadi tali sepatu gue keinjek, makanya jatuh," jawab gue asal -lagi. Maafin gue ya, gue banyak bohong sama lo. Gue nggak tau alasan gue logis atau enggak untuk diterima Arkan.

"Ya udah, lain kali hati-hati kalau jalan. Jangan sampai jatuh kayak tadi, malu," kata Arkan datar dan berlalu.

Gue dan temen-temen gue pun bernapas lega. Untung aja alasan gue cukup logis dan Arkan bisa nerima alasan gue yang asal-asalan. Sumpah tadi gue gugup banget.

"Lo udah kebiasaan bohong kali ya," komentar Clara.

"Iya, lancar banget ngomongnya, padahal itu cuma ngasal," tambah Andin.

"Ya kali gue pembohong handal. Gue mah nggak akan bohong kalau nggak mendesak banget," kata gue.

"Jangan baper gegara Arkan bilang 'hati-hati kalau jalan'" goda Prilla menirukan kata-kata Arkan.

"Apaan sih, Pril," seru gue malu.

"Tadi ngomong apa lagi ya?" tanya Clara mencoba mengingat kata-kata Arkan.

"Gue inget, 'jangan sampai jatuh kayak tadi, malu'," tambah Andin. Mereka pun tertawa, menggoda gue dan membiarkan gue melotot. Gue suka, gue suka punya temen kayak mereka bertiga. Gue berharap, kami bisa tetep jadi temen deket sampai lulus, amin.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now