Dua Puluh Dua

3.7K 209 20
                                    

Mata gue terfokus ke arah Arkan yang sedang berlari kecil mengitari lapangan basket. Petang ini ia dan semua anggota club basket akan bertanding melawan SMA Pemuda untuk merebutkan juara umum tingkat daerah. Arkan yang masih berlari kecil menghampiri Delvin yang tak jauh dari posisinya, merangkul Delvin dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa gue dengar.

"Fin!"

Gue mendongak, mencari seseorang yang baru saja memanggil nama gue. "Oh, hai."

"Lo kesini sama siapa?" tanya Grace. Grace adalah sahabat gue sejak kelas sepuluh, gue memang belum pernah bilang ke kalian. Dia adalah gadis cantik yang sangat baik. Grace pernah bilang kalau dia itu nge-fans sama gue saat pertama kenalan dan saat itu juga gue tau kalau Tasya, teman sekelas Grace suka sama Arkan.

"Sama Laura, lo sendiri?"

Grace mengangguk mantap lalu duduk di sebelah gue. "Itu Arkan."

"Eh anjir, jangan keras-keras!" seru gue dengan suara berbisik. Grace terkekeh mendengar seruan gue.

"Lo masih suka sama dia?"

"Iya, kayaknya sih gitu " jawab gue.

"Lah terus?"

"Apanya terus?"

"Gue denger sih, lo sama Fajar jadian. Emang bener?"

"Udah nyebar ya?"

"Ya iyalah. Lo jahat ya, sekarang nggak pernah cerita ke gue."

"Maaf deh, gue sibuk jadi nggak ada waktu buat cerita, wkwk. Lo juga jahat, nggak pernah cerita ke gue." Gue kembali memfokuskan pandangan ke arah Arkan yang sudah mulai bertanding. Cowok itu terlihat semakin keren saat tubuhnya terbalut jersey basket hitam putih dan bertambah keren dua kali lipat saat ia menepiskan peluh di sekitar pelipisnya.

"Cie yang lagi fokus mode on," goda Laura yang tiba-tiba duduk di sebelah gue setelah sekian lama menghilang tanpa jejak.

"Apasih, sewot aja lo."

"Keren ya," puji Laura.

"Siapa?" tanya gue.

"Arkan."

"Dari dulu emang keren, lo aja yang baru nyadar."

Shoot.

Gue dan semua supporter langsung histeris dan melompat bangga karena point yang baru saja diciptakan Arkan. Kami mengumandangkan yel-yel untuk menyemangati para pemain yang masih berjuang di tengah lapangan.

Waktu pertandingan sudah berakhir dan ini adalah waktu dimana supporter dan pemain ber-high five ria sebagai bentuk kebanggaan karena mereka sudah berhasil merebut kejuaraan tahun ini. Dengan gugup gue menepuk tangan Arkan yang ada di hadapan gue dan setelahnya Arkan menuju ke belakang gue.

Gue membalikkan badan dan membeku, melihat Arkan yang ternyata menghampiri Seilla di belakang gue. Arkan duduk di sebelah Seilla, meraih handuk kecil untuk menghilangkan keringat yang menganggu wajah tampan miliknya. Seilla memerhatikannya sambil mengacak asal rambut Arkan lalu mereka tertawa bersama. Gadis itu meraih botol mineral yang sedari tadi tergeletak di sebelah kirinya, lalu memberikannya pada Arkan dengan senyum manis andalannya. Arkan menerima pemberian Seilla, mengacak pelan rambut gadis di hadapannya, membuat gadis itu memancarkan semburat merah di wajah cantiknya.

Gue menahan napas untuk mengontrol emosi gue yang mulai membesar. "Ayo pulang," kata gue datar dan dingin pada Laura.

"Kok buru-buru? Entar aja, gue masih nunggu..."

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang