Dua belas

4.8K 247 72
                                    

Prilla berjalan di sebelah gue, menemani gue yang nggak bisa diem di ruangan yang sedang gue jaga.

Bosen.

Pengap.

Panas.

Semua bercampur menjadi satu dan memicu gue untuk berjalan-jalan, keluar dari ruangan yang sangat membakar tenaga. Gue yang setia mengalungkan kamera, mencari keberadaan Arkan yang mungkin sedang sibuk karena dia anggota tim inti.

Ketemu. Dia berdiri di depan kelas XII-2, menyilangkan tangannya di depan dada. Auranya semakin mempesona saat badan kekarnya terbalut jas organisasi yang berwarna hitam. Keren.

Arkan menoleh ke arah gue, mungkin ia merasa sedang gue perhatikan. Menatap gue dengan tatapan yang tidak bisa gur artikan, yang jelas masih mengandung unsur dingin di dalamnya. Setelahnya, Arkan berlalu memasuki ruangan yang ia jaga tanpa menoleh sedikit pun ke arah gue yang masih memerhatikannya. Gue mendengus saat melihat respon Arkan yang tidak sesuai ekspetasi. Atau gue yang terlalu berharap? Entahlah, gue nggak tau mana yang lebih tepat.

"Masuk ke ruangannya Arkan yuk, gue mau lihat adek-adeknya," ajak Prilla menggandeng tangan gue. Gue mengangguk, menyetujui ajakan Prilla.

Di sana ada tiga pengawas, Zahra, Tirta, dan Arkan. Zahra dan Tirta duduk di bangku panjang yang sudah disediakan yang terletak di sebelah meja guru, asyik membicarakan sesuatu. Sedangkan Arkan sibuk berjalan-jalan di sekeliling ruangan. Gue melihat Arkan berhenti di salah satu peserta Try Out yang duduk di belakang. Gue kenal, itu adek kelas gue SMP, namanya Seilla. Gue bisa maklum kalau Arkan menghampiri Seilla sekali dua kali. Tapi gue nggak bisa maklum kalau Arkan menghampiri Seilla beberapa kali dalam setiap menit.

"Kan, duduk kenapa sih? Nggak capek apa muter-muter terus?" tanya Tirta risih melihat Arkan mendadak tidak bisa diam.

"Enggak ah, gue males duduk," kata Arkan yang masih berdiri di sebelah Seilla.

"Adek itu saudaranya Arkan?" tanya Prilla.

"Bukan, temen di bimbingannya. Namanya Seilla," kata Zahra. "Katanya sih Arkan deket sama Seilla,"

"Ganti lagi?" Gue reflek menutup mulut gue yang nggak bisa gue kendalikan. Beneran, gue nggak sengaja ngomong gitu.

"Iya. Gosipnya sih udah lumayan lama," kata Zahra sambil mengipaskan buku ditangannya, menciptakan udara sejuk untuk mendinginkan permukaan wajahnya.

Gue melihat Arkan yang masih berdiri disana, di dekat Seilla Arkan sedikit membungkuk untuk menggoda Seilla, gue nggak bisa denger apa yang mereka bicarakan.

"Arkan, duduk gih. Jangan ganggu adeknya, kasihan. Biar dia bisa fokus." Tirta mengeluarkan sedikit keresahannya saat melihat Arkan yang semacam tepe-tepe pada Seilla.

"Iya, iya, maaf," kata Arkan dan mendekati Tirta lalu duduk di sampingnya.

Gue melihat Arkan yang masih memerhatikan Seilla dari jauh. Gue pingin banget pergi, tapi gue harus nemenin Prilla yang melihat beberapa peserta di ruangan ini. Gue melangkah dan berdiri di depan bangku peserta yang duduk di depan sendiri. Wajahnya familiar, tapi gue lupa siapa namanya. Gue memejamkan mata, berusaha mengingat cowok itu.

Farel, namanya Farel. Temen masa kecil gue. Gue yang masih berdiri disana menatap Farel, mencoba mencari tahu apakah Farel masih inget gue atau nggak inget sama sekali karena kami sudah lama tidak bertemu.

"Fin, kenal?" tanya Zahra.

"Kenal, Farel kan?" kata gue memastikan.

Zahra mengangguk. "Tetangga lo kan? Temen Paud gue," tambahnya.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now